Mohon tunggu...
Irma Tri Handayani
Irma Tri Handayani Mohon Tunggu... Guru - Ibunya Lalaki Langit,Miyuni Kembang, dan Satria Wicaksana

Ibunya Lalaki Langit ,Miyuni Kembang,dan Satria Wicaksana serta Seorang Penulis berdaster

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pesan Untuknya Saat Hujan

11 Maret 2019   00:05 Diperbarui: 11 Maret 2019   00:41 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semenjak duduk di kelas 4, anak cikal saya yang biasa dipanggil kakang sudah belajar pulang-pergi ke sekolah sendiri. Selain saya sudah mulai kerepotan mengurus anak ke dua yang mulai masuk TK dobel pula dengan si bungsu yang masih bayi,saya dan suami merasa sudah saatnya dia mandiri.

Meskipun was was pasti ada tapi bekal ilmu taekwondo yang dia punya mengurangi kekhawatiran. Tentu saja hari pertama melepasnya pergi sendirian penuh dengan nasehat seperti hati-hati jika bertemu orang yang tak dikenal . Jangan sembarangan menjawab jika orang tersebut mencurigakan. 

Hari pertama melepasnya mengangkat selain mencatat nomor polisi angkot yang dinaikinya,juga menelpon ibu gurunya setelah diperkirakan dia tiba di sekolah.

Sebulan semua lancar. Suatu hari,mendung menggelayut di jam menjelang hujan turun. Sayapun bergegas menuju jalan raya untuk menjemputnya. Satu yang saya lupakan tadi pagi sebelum dia pergi yaitu membekalinya payung. Baru saja jalan beberapa langkah keluar rumah hujan turun dengan derasnya. bukan cuma itu, anginpun bertiup kencang. Beberapa kali payung yang saya pegang nyaris tertiup angin.

Percuma rasanya membawa payung hujan dan tiupan angin kencang membuat baju saya basah semua. Dengan langkah terseret menembus hujan yang ingin saya terus menggapai jalan.

Kekhawatiran saya memuncak melihat air di jalan raya mulai tergenang. Bagaimana nasib jagoan cilik saya? Mungkinkah dia memaksakan diri menembus hujan karena khawatir terlambat tiba di rumah. Wah,tentu saat ini dia kebasahan dalam angkot.

Pikiran saya semakin berkecamuk. setip angkot yang berhenti selalu saya selidiki jangan-jangan ada anak saya. Jarak pandangnya terbatas oleh hujan. Hingga 30 menit berlalu dan hujanpun intensitasnya  berkurang,  anak saya tak juga terlihat. Sayapun semakin  cemas.

Bodohnya saya mengapa tak menitip pesan pada walikelasnya untuk menahan dia tak pulang. Dan sekarang kebodohan terulang karena saya tak membawa gawai.  Sempat bimbang untuk bertahan atau kembali untuk mengambil gawai dan menelpon pihak sekolah. Karena hujan semakin mengecil Sayapun memilih pulang.

Segera tangan meraih gawai yang tadi tertinggal. Tak lama ada panggilan masuk terlihat. Sepertinya nomor walikelasnya. Dia mengatakan bahwa anak saya kebasahan karena coba menerobos hujan. Namun melihat hujan yang begitu deras anak saya kembali ke sekolah dan menemui walikelasnya. Untunglah walikelas menyediakan baju ganti sehingga katanya dia tak kedinginan. Selesai menerima telpon Sayapun lega.

Selain berhati-hati di jalan dan waspada pada orang yang tak dikenal. Saya lupa membekali payung di musim hujan ini. Dan satu lagi besok lusa saya akan berpesan padanya,jika memang hujan telah turun sebaiknya tunggulah di sekolah dan jangan memaksakan diri untuk menerobos hujan mengingat hujan akhir-akhir ini begitu deras dan diiringi angin kencang serta petir yang menyambar. Lebih baik terlambat tiba sampai di rumah dari pada menerobos  hujan.

Kedatanganya kali ini saya sambut dengan pelukan . Lega dia sudah mengambil keputusan tepat untuk tidak memaksakan pulang dan kembali ke kelas. Lebay ya saya? Ah biar saja.

Dibalik daster batik hitam di malam kelam,selesai juga satu tulisan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun