Padahal sepak bola ini mengundang antusias besar. Nyaris semua penduduk negeri suka pada sepak bola. Investor pun banyak yang menitip uang.
Meski tak mengerti benar namun saya tetap saja suka melihat tim kesayangan main kaki. Persib misalnya. Saya bukan pecinta, tapi ikut ribut kalau mertua, suami dan anak teriak-teriak gol.
Nah kalau Timnas saya sih cinta mati. Siapapun pemain dan pelatihnya pasti saya tak pernah absen menontonnya. Mau jelek atau bagus tetap saya bersemangat jadi komentator dadakan.
Sayangnya bukannya kaya prestasi sepak bola kita malah rusuh tak jelas. Bukannya mencari bibit pesebakbola yang oke malah rame mencari duit tambahan untuk simpanan.
Mungkin karena banyak tangan yang mencari uang dari sepak bola dan menggantungkan dapur. Bukannya meningkatkan kualitas, yang ada malah meningkatkan jumlah amplop. Muncullah mafia-mafia yang jadi Monster persepakbolaan kita.
Ketika orang-orang yang mengurus bola hanya menjadikan sepak bola sebagai lahan uang maka sepakbola kita takkan maju. Orientasi mereka hanya memperkaya diri. Tak perduli pemain-pemain gigit jari karena tak ada uang yang diberi maka Jangan salahkan mereka yang akhirnya mau memainkan skenario lapangan agar memenangkan tim sesuai keinginan.
Ke depannya seleksilah orang-orang yang mengurus sepak bola. Pilih yang memang berniat memajukan sepak bola bukan yang hanya berniat menggerogoti uangnya saja. Semoga ada solusi dan kita sepak bola kita maju selalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H