Saya suka kopi. Tapi bukan kopi hitam. Cukup kopi sachetan. Yang warnanya kremlah. Yang masih bisa didapatkan di warung dengan 3000 untuk 2 buah.
Biar enak diseduhnya gunakanlah air yang baru mendidih. Biar aromanya tercium. Teguk dulu sebentar,lalu simpan di meja .
Minum kopinya jangan sekali teguk langsung habis. Tapi berulang-ulang. Sambil masak,sruput sebentar,sambil menyiapkan bekal sruput lagi sedikit,sambil menggendong bayi sruput sruput lagi.
Jam 7 dibuat lalu diteguk sesekali sambil lewat.  Kadang jam 12 baru habis. Tapi justru itu kenikmatannya. Kalau langsung habis malah merasa hampa karena  tak ada yang bisa diseruput sambil lewat.
Kadang lupa,karena disangka takkan diminum lagi,kopi yang sudah nyaris sampai di di dasar gelas, kopi yang paling nikmat-nikmatnya karena nyaris mencapai klimaks, tiba-tiba tak ada di tempat karena disangka sudah takkan disentuh lagi dan gelasnyapun masuk ke tempat cuci piring oleh penghuni rumah lain.
Dari masih panas suhunya hingga harus berulangkali meniup agar bisa terminum hingga benar-benar dingin sedingin salju. Tak berkurang kenikmatannya sedikitpun.
Kadang tak sadar setelah terminum ternyata sebelumnya sudah ada beberapa semut yang berenang. Atau air kopi yang sudah tinggal seteguk lagi itu tersenggol anak hingga tumpah tak bersisa. Mau marah tak bisa hanya greget yang tersisa.
Pada akhirnya meminum kopi bagi saya seorang ibu rumah tangga bukan cuma soal rasa saja tapi juga cara meminum yang dilakukan sambil mengerjakan rumah tangga,dan juga soal durasi yang tak terhingga.Â
Terkadang sudah habis pun namun saya masih merasa kopi itu masih ada jika pekerjaan belum selesai namun kopi sudah tak ada.
Tapi saya tak pernah menambah kok,satu hari satu gelas cukup buat saya sebagai mood booster hari dalam bertugas seharian. Yu ngopi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H