Mohon tunggu...
Irma Tri Handayani
Irma Tri Handayani Mohon Tunggu... Guru - Ibunya Lalaki Langit,Miyuni Kembang, dan Satria Wicaksana

Ibunya Lalaki Langit ,Miyuni Kembang,dan Satria Wicaksana serta Seorang Penulis berdaster

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Riangnya Bocah-bocah Kecil di Sudut Balai Kota Bandung

3 Oktober 2018   21:35 Diperbarui: 3 Oktober 2018   21:59 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kembali dengan angkot sewaan. Foto:Irma Tri Handayani

Kamis, 27 September 2018, saya mengantar buah hati saya untuk manasik haji di Kota Bandung. Saya yang tinggal di Rancaekek Kabupaten Bandung bersama Ibu-ibu lain dan juga tentu saja Ibu guru dari TK sengaja menyewa angkot untuk tiba di tempat manasik haji. Anak-anak TK sekecamatan Rancaekek berkumpul di Bandung. 

Manasik Haji TK. Foto:Irma Tri Handayani
Manasik Haji TK. Foto:Irma Tri Handayani
Selesai acara, waktu masih menunjukkan pukul 11 masih siang dan rasanya sayang jika harus pulang karena angkot tersebut kan dibayar untuk seharian. 

Ibu gurupun menawarkan jalan-jalan. Bagaimana katanya kalau kami mencoba naik Bandros di Bandung. Kami yang memang belum pernah mencoba mobil pariwisata yang cukup jadi primadona di Kota Bandung akhirnya mengiyakan ide Bu guru. 

Jalanan tak terlalu macet siang itu   Jam 12 kami sudah sampai balai kota. Supirpun memarkirkan angkot, dan kami turun untuk mencari Bandros tersebut. 

Bukannya  mendekati Bandros, anak-anak malah berlarian di taman. Menikmati air mancur di patung Ikan, lalu mencoba lika-liku labirin yang ada di situ. Meski labirinnya singkat, namun anak-anak menyukainya. 

Berlarian melewati labirin. Foto: Irma Tri Handayani
Berlarian melewati labirin. Foto: Irma Tri Handayani
Karena kami berada di jam makan siang,  maka tak dinyana perut kami semua keroncongan. Maklum kami tak bawa bekal makan siang. 

Pandanganpun kami edarkan. Memcari pedagang yang kebetulan mangkal. Mata kami akhirnya terpaut pada tukang cuanki yang seolah mendadahi. 

Bergantian menjaga keberadaan putera-puteri kami, semangkok cuankie dengan mie kami pesan. 

Entah karena lapar atau memang enak, rasanya lahap sekali kami menikmati cuankie. Persis seperti Ubed dan Dewi di sinetron Preman Pensiun, kamipun begitu menikmati semangkok cuankie seharga 12 ribu itu. 

Memesan cuankie. Foto: Irma Tri Handayani
Memesan cuankie. Foto: Irma Tri Handayani
 Jadi ya, itu tukang cuankie nongkrongnya tidak di taman balai kota, melainkan di luar balai kota, hanua terpisah oleh sebuah jembatan kecil. Namun jika kami ingin menikmati cuankie, maka kami boleh menikmati di dalam taman, sementara tukang cuankie hanya bertahan di luar saja. Mamang cuankie cukup patuh dan tidak tergoda untuk masuk ke taman untuk menawarkan dagangannya. 

Selesai mengisi perut, anak-anak kembali berlarian.  Ada ayunan yang bisa mereka naiki, ada perosostan yang mereka jejali, lalu ada juga jungkat-jungkit yang mereka rasai.  Mainan yang sebenarnya sudah ada di TK, namun tetap saja mereka suka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun