"Namanya siapa Bu? "
Mas Pa'i mengabsen. Tangannya sudah siap menulis namaku di dalam buku hutangnya.
" Mama Miyu,"
Karena di sini tak terbiasa menyebutkan nama sendiri atau nama suami, maka akupun seperti emak-emak yang lain menyebutkan menyebutkan nama anak.
" Uang mukanya mau berapa? "
"Harus berapa? "
"Ya bebas berapa aja saya terima! "
Ah, luar biasa! betapa menyenangkannya modus berbelanja pada Mas Pa'i ini. Dia tak takut apa kalau emak-emak yang berhutang akan melakukan kredit macet?
Namun menurut emak-emak yang tadi tak mau disebutkan namanya atas dasar takut ketahuan berhutang, mas Pa'i  bisa membaca aura pembeli kalau auranya jelek dia tak akan mau memberikan kredit barang, hmm.. Apakah aku harus tersanjung atau terhina dipercaya berhutang?
Hari yang sangat bersejarah dalam catatan kehidupanku di komplek ini.
Nah, semenjak hari itu aku resmi berhutang pada Mas Pa'i tukang kredit keliling.