Mohon tunggu...
Mega Nugraha
Mega Nugraha Mohon Tunggu... Lainnya - Jalan-jalan, mikir, senang

Suka jalan-jalan, suka tempat wisata Indonesia...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Eksotisme Amfiteater Raksasa Lembah Ciletuh

21 November 2012   13:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:55 2027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Percakapan singkat di sebuah chat situs sosial bersama seorang ahli geologi kenamaan di Bandung yang berlanjut ke penelusuran di Google membuat saya memutuskan harus pergi ke tempat ini. Meski saya tahu, cuaca belakangan ini selalu hujan, namun saya tetap berangkat menuju tempat ini. Tepatnya di Desa Ciwaru Kecamatan Ciemas Kabupaten Sukabumi.

Pekan lalu, saya datang ke tempat itu ditemani warga lokal. Namanya, A Omay dan Iyoy. Rumah kedua teman baru saya ini berada di sekitar kawasan Ujung Genteng, sehingga, beberapa malam, saya menginap di rumahnya di Desa Cikangkung Kecamatan Ciracap, 10 kilometer sebelum kawasan pantai Ujung Genteng. Tidak lupa, hari pertama, sore harinya, saya sempat berenang dan menyelam tanpa peralatan menyelam di pantai Cibuaya.

[caption id="attachment_210588" align="aligncenter" width="434" caption="Kawasan Hutan Di Dasar Lembah Ciletuh"]

1353502872452964234
1353502872452964234
[/caption] Esoknya, saya niatkan akan berangkat ke Ciwaru saat pagi hari. Tapi, ternyata hujan sudah turun lebih dulu. Hingga, saya berangkat menjelang siang meski hujan tidak berhenti. Kami akhirnya tetap berangkat ke Ciwaru berbekal jas hujan. Sayangnya, A Omay yang seorang guru di SMK swasta di desa itu, tidak bisa menemani saya karena harus membimbing beberapa siswanya. Saya pun berangkat dengan Iyoy.

Jarak dari sekitar kawasan Ujung Genteng menuju Ciwaru ini sendiri, membutuhkan waktu kurang dari 1 jam menggunakan sepeda motor dengan jarak tempuh sekitar 25 kilometer. Saya sendiri memacu kendaraan dengan kecepatan 60-70 km/jam karena jalanan yang sepi serta relaitf mulus. Sehingga, saya bisa sampai disini dengan waktu 40 menit.

[caption id="attachment_210591" align="aligncenter" width="452" caption="Bukit-bukit Kecil di Lembah Ciletih"]

1353503596173636160
1353503596173636160
[/caption] Iyoy, seorang remaja berumur 20-tahunan, yang pernah menjadi buruh batu bara di Kalimantan, ibu serta neneknya bekerja di Malaysia ini, hanya mengetahui Ciletuh sebagai sebuah sungai yang memiliki bendungan. Padahal, informasi yang saya dapat, Ciletuh ini merupakan nama teluk dan nama sebuah lembah.

Iyoy maupun A Amoy sendiri menyebut Ciletuh yang saya maksudkan ini dengan Palangpang yang berada di dasar lembah Ciletuh. Sepanjang perjalanan, hujan tidak berhenti. Untuk menuju lokasi tersebut, Iyoy mengarahkan saya menuju bukit Penenjoan di Desa Taman Jaya Kecamatan Ciemas. Akhirnya, kami tiba di bukit Panjenjoan. Bukit ini, sudah memiliki bangunan-bangunan permanen yang khusus dibuat bagi pengunjung. Karena bukit ini sebenarnya tepi jurang dari lembah Ciletuh, jadi sudah dibangun pagar pembatas.

Setelah berada di tepi jurang lembah Ciletuh itu, benar-benar mempesona dan entah perasaan apa lagi yang harus saya tuliskan. Benar-benar mengejutkan. Saya pun berkeyakinan, tidak semata-mata Tuhan menciptakan berbagai keindahan di muka bumi ini agar membuat manusianya semakin beriman.

Dan saat itu, ketika saya melihat lembah Ciletuh di bukit Panenjoan, deretan bukit berjejer membentuk mangkuk ukuran setengah atau membentuk amfiteater dengan ukuran raksasa.

1353504081192377699
1353504081192377699

Lembah ini, selain membentuk amfiteater, juga menghadap ke Samudera Hindia. Tepatnya, di ujung lembah ini, terdapat pantai Palangpang yang membentuk teluk. Teluk ini dinamakan Teluk Ciletuh. Di bawah tempat saya berdiri di bukit Panenjoan itu, deretan pohon menjulang tinggi membentuk hutan di dasar lembah. Yang terlihat, hanya ujung dari pohon itu sendiri. Karena saat itu hujan baru reda, kabut tipis menyelimuti hutan di lembah tersebut. Sesekali, suara monyet terdengar begitu nyaring dan menggema di hutan di dasar lembah tersebut.

Perlahan tapi pasti, awan hitam di dasar lembah tersebut tersingkap. Matahari pun mulai menunjukkan sinarnya. Dari bukit Panenjoan, tampak jelas dengan mata telanjang,menghampar Samudera Hindia dan membentuk Teluk Ciletuh dengan pesisir pantai Palangpang. Di pantai itu, dari bukit panenjoan, terlihat pulau-pulai kecil.

Di bukit Panenjoan tersebut, ketika kabut mulai hilang di Lembah Ciletuh, mulai terlihat dua air terjun bernama Curug Cimarinjung dan Curug Cikanteh yang berada di tepi-tepi bukit di sebarang bukit Panenjoan.

[caption id="attachment_210596" align="aligncenter" width="366" caption="Kawasan Hutan di Dasar Ciletuh"]

1353503977354074726
1353503977354074726
[/caption] Selain hutan, di lembah itu juga terdapathamparan lahan sawah, semak-semak dan bukit-bukit kecil tandus. Tidak hanya itu, di dasar lembah terdapat Desa Ciwaru. Jarak dari jalan utama Kecamatan Ciemas menuju Desa Ciwaru ini, kata Omay, sekitar 2 jam kurang. Hal itu karena akses menuju desa ini belum sempurna. Apalagi, banyak tanjakan dan turunan.

Ketika melihat deretan rumah di lembah Ciletuh ini, saya langsung berpikir, bagaimana mereka bisa bertahan dan menciptakan peradaban sendiri di pinggiran pantai dan tepatnya berada di dasar lembah curam yang dikelilingi deretan bukit terjal.

Saya benar-benar penasaran dengan berbagai aktifitas warga Desa Ciwaru tersebut. Bayangkan saja, mereka hidup di tepi pantai di dasar lembah, jarak menuju pusat peradaban Sukabumi membutuhkan waktu 3 jam, dan jarak menuju pusat ibu kota Jawa Barat mencapi 10 jam. Tapi mereka bisa hidup bertahan.

Waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 siang saat itu. Suara adzan Dzuhur sayup-sayup terdengar dari kampung terdekat.Di tepi bukit itu, berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikiran saya. Kemudian, saya langsung mengajak Iyoy untuk turun ke lembah tersebut. Namun, sialnya, hujan pun turun lagi. Awalnya memang saya sempat ingin turun ke dasar lembah dengan kondisi hujan. Tapi, Iyoy keberatan karena aksesnya sulit dilewati jika saat hujan seperti ini.

1353504160165822151
1353504160165822151
Dengan perasaan yang masih penasaran, saya pun mengiyakan. Hujan tidak reda setelah saya menunggu satu jam. Dan akhirnya saya pulang dengan menyisakan banyak rasa penasaran.

Setibanya di Bandung, saya kembali menghubungi pakar geologi tersebut. Saya pun mengumpulkan berbagai informasi yang disajikan oleh mbah Google mengenai tempat ini.

Tempat ini memang sangat menarik karena ahli geologi dan beberapa ketarangan yang saya himpun, mengatakan bahwa lembah ini, pada awalnya, merupakan sebuah laut terdalam dan tempat pertemuan dua lempengan. Lempeng Samudera Hindia dan lempeng benua.Kemudian, karena terjadi proses geologis, lempeng benua ini menumbuk lempeng Samudera Hindia hingga lempeng Samudera Hindia ini menghujam ke dalam dan akhirnya membentuk sebuah lembah bernama Lembah Ciletuh.

Selain itu, dengan gambaran sederhana, keterangan lain mengatakan bahwa hasil tumbukan lempeng tersebut membentuk morfologi menyerupai lembah curam yang dinamakan sebagai palung laut. Di dalam palung ini, terakumulasi berbagai jenis batuan yang terdiri atas batuan sedimen laut dalam batuan metamorfik (batuan ubahan) dan batuan beku berkomposisi basa hingga ultra basa (ofiolit). Percampuran berbagai jenis batuan di dalam palung ini dinamakan sebagai batuan bancuh (batuan campur aduk) atau dkenal sebagai batuan melange.

Selain dari keterangan yang saya himpun, dengan gambaran yang sederhana, seorang ahli geologi yang saya hubungi sepulang dari sana mengatakan bahwa Lembah Ciletuh ini tidak lain dulunya merupakan palung atau laut terdalam dan saat ini menjadi sebuah daratan berupa lembah.

Ketarangan lain juga menyebutkan bahwa pertemuan dua lempengan tersebut membuat tempat ini, menjadi tempat terdapatnya batu-batu tertua di Jawa Barat. Bahkan, sempat diberitakan bahwa batu yang menjadi fondasi bangunan di Unpad, batunya berasal dari lembah Ciletuh atau kawasan Desa Ciwaru ini.

Nah, begitulah, dari berbagai informasi yang saya dapat, saya tertarik untuk kembali kesana untuk menjawab rasa penarasan saya tentang habitat hutan di lembah Ciletuh, kawasan pantai Palangpang dan pulau-pulau kecilnnya, taman batu tertua, kehidupan sosial dan kearifan lokal warga Desa Ciwaru serta hal lain tentunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun