[caption id="attachment_46506" align="alignright" width="300" caption="Ilustrasi -admin (shutterstock)"][/caption] Orang-orang dah pada tidur nih kayaknya habis pesta party taun baru semalem... Tapi aku masih belum (bisa) tidur semenjak bunyi Petasan Sialan di samping kamarku! Oh!
Well, kayaknya udah jadi tradisi deh ya, kalau tahun baruan pasti mainnya kembang api, petasan, ato terompet. Mulai dari ujung kampung sini hingga pelosok kampung sana, bunyi-bunyian campur aduk jadi satu, tak peduli irama. Di tempatku tinggal juga pada rame ngerayain. Kalau nggak mukul panci, mbakar petasan, ya itu tadi, niup terompet-terompetan. Aku sih milih di dalam rumah aja, cukup mendengar. Kalaupun mau lihat kembang api, aku mending milih naik ke loteng rumah. Kembang api dari mana-mana bisa keliatan. Untungnya lagi, pohon rambutan--yang sebelumnya benar2 menjadi penghalang untuk memperluas cakrawala--di belakang rumah sudah ditebang sama yang punya--Pak RT--tadi siang. Jadi, tambahlah banyak yang bisa kulihat kembang api tadi malam. Ah, tapi aku hanya melihat sebentar saja. Tidak begitu menikmati lebih tepatnya. Kenapa, ya? Mbuh, ah!
Duh, jadi teringat tahun baruan jaman-jaman TK dan SD dulu. Bapak pasti ngajak ibu, adik, dan aku buat nonton kembang api di lapangan sepakbola milik pemerintah kota. Setengah jam sebelumnya kami berangkat biar kebagian tempat 'nonton', soalnya lapangan sepakbolanya bakal rame banget. Apalagi waktu itu, atraksi kembang api yang ditampilin bener-bener 'WAH' karena disponsori sama sebuah perusahaan milik negara. Setelah setengah jam pesta kembang api, bahkan kurang, aku pasti minta pulang karena ngantuk. Pernah Bapak tidak mengajak keluar. Jadi kami tahun baruan di rumah. Kalau kamu pikir di rumah bakal membosankan, kamu salah. Eh, sebelumnya aku kasitahu kalau rumah Bapak ada di ujung jalan buntu, hutan lebat di sisi utara dan timurnya. Jika hutan sebelah timur kamu telusuri, maka kamu akan tembus ke hutan bakau, untuk selanjutnya mengarah ke Laut Sulawesi. Haha, kebayang, kan?! Jika saat itu kamu pikir aku akan sedih merayakan tahun baru di rumah, terlebih tidak dapat melihat kembang api di lapangan sepakbola, kamu salah. Karena dari rumah, aku juga bisa melihat kembang api di kejauhan sana, di sebelah timur. Kata Bapak, itu kembang api dari kawasan pabrik, hiburan untuk karyawan perusahaan yang saat itu harus bekerja. Siren pabrik juga dibunyikan, lho! Lalu, kembang api kecil dari kapal pengangkut barang juga terlihat. Pokoknya tidak kalah seru deh dengan atraksi yang di lapangan!
Pernah juga aku tahun baru di kampung kelahiranku, di suatu desa di pingir sungai yang merupakan bagian dari Kota Intan. Kalau tahun baruan di kampung yang seperti tempatku ini, atraksi kembang apinya memang tidak ada yang heboh. Yang membuat heboh justru bunyi petasan raksasanya. Karbit mereka menyebutnya. Terbuat dari drum-drum bekas, batang-batang bambu, batang-batang pohon besar sisa industri kayu, bahkan takjarang batang pohon yang masih baru, yang kemudian di'ledak'kan dipinggir sungai. Yang kusuka dari karbit tentu saja bunyinya dan efek getarannya! Bunyi petasan yang seperti letupan popcorn--yang biasa digunakan anak tetangga rumah tinggalku saat ini--tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan bunyi karbit di kampungku. He he! Sekarang masih ada tidak, ya? Hmm...
Tapi, yang terpenting dari semua ini bukan masalah kembang api atau petasan atau karbit. Apapun suasananya, bisa kumpul dengan keluarga itulah yang paling berkesan. Intinya, aku lagi kangen Bapak dan Ibu... :(
NB: Tulisan kali ini sengaja nggak kuedit, dah ngantuk bangget jhee... (:|
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H