Mohon tunggu...
Asna Asna
Asna Asna Mohon Tunggu... -

biasa sajaa

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Aku Ingin Rasa Ini Seperti Tanda Koma!

27 Februari 2010   20:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:42 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jiwaku, sebelum ia muncul di alam ketiadaan, Telah mencintaimu. Andai aku pergi saat ini dari alam cinta, sanggupkah kakiku berlari? (Syekh Abdul Qadir)

---ooOOOoo---

[caption id="attachment_83045" align="alignleft" width="194" caption="sumber gambar di sini"][/caption]

Awalnya sih gw pengen nulis sesuatu yang berbau kematian berkaitan dengan judul di atas. Namun, seketika saja, dalam sekejap--bim salabim, wush!--gw hilang mood. Kenapa emang? Ya, gw sendiri nggak paham kenapa! Padahal gw udah nyiapin tu draft-nya dari kemaren. Entah tadi, tiba-tiba gw ngerasa marah sama perasaan gw sendiri! Di sini gak perlu lah ya nyalah-nyalahin orang lain. Nggak baik pesan orangtua dan guru-guru saya. Kalau mau marah, lihat diri sendiri dulu. Apakah sikap sendiri sudah benar atau belum. Sikap dan perbuatan yang menurut kita udah bener, belum tentu bener dimata orang lain. Wajar saja, kan. Namanya juga manusia. Mosok kita mau maksain isi kepala kita diterima orang lain. Ya jangan dong! Bisa misuh-misuh ntar mereka. Dan, kalau kita bikin orang lain misuh-misuh alias marah-marah, itu juga nggak baik kata guru ngaji saya. Kata beliau, kita ikut kecipratan dosa karena udah bikin orang lain marah, sakit hati, dan lain-lain. Hehehe!

Lha, terus, kalau lagi marah, apa yang gw lakuin? Hmm, kalau dulu sih ya, pelarian gw ya ke arah kekerasan. Mukulin tembok rumah, nendangin sandsack. Wakakakaka, parah! Yah, maklum, gw terlahir dengan energi berlebih. Turunan dari Babe kayaknya. Maklum, Babe kan kepengen banget anak pertamanya cowok, tapi yang nongol adalah makhluk imut nan cantik dengan mata belok yang berbinar-binar. Itu sih kata Emak. Beras sudah menjadi bubur, ya mau bagaimana lagi. Akhirnya gw dididik ala Babe. Disuruh bantuin nukang sana-sini, manjatin genteng juga. Kursusnya pun gak tanggung-tanggung, gw didaftarin ikut karate. Kata Beliau biar nggak ada cowok yang berani ganggu di sekolah. Maklum, dulunya waktu kecil gw sering diejekin ma temen-temen. Diisengin juga. Nggak tau napa. Padahal gw nggak pernah ngapa-ngapain mereka. Oh, susah memang jadi gadis kecil lugu dan imut, yang tiap hari kalau ke sekolah rambutnya dikuncir dua. Hahahaha!!! Oke, kisah masa kecil distop dulu. Lanjut ke masalah marah tadi. Itu tuh, yang pake kekerasan. Berhubung sering mukulin tembok, jadi tu tembok rada-rada gimana gitu. Suatu hari, ketahuanlah ama Emak. Kena marah dong! Hehehe! Setelah ditegur, secara drastis gw bisa ngilangin tu kebiasaan. Keren kan?! Secawra, Emak gw gitu loh! Akhirnya, pelarian marah gw salurin ke tulisan. Gw punya banyak buku diari. Isinya nggak banyak cinta-cintaan kok! Banyak marah-nya malah! Hehe! Gila, gw pemarah banget ya waktu dulu. Disenggol dikit, marah! DIsapa dikit, marah! Digodain ama tante tetangga rumah, marah! Padahal si Tante cuma bilang gini, "Cewek Cantik!" Nah, lho??? Kapan senyumnya dong?! Yah, dulu gw memang bukan anak yang suka senyum. Makanya sampai sekarang teman-teman masih kebawa imej gw yang dulu. Hihihi! Oh, lupa lagi! Tentang buku curhatan marah itu, pertamanya sih biasa aja, nggak ketahuan ama Emak. Tapi, karena gw orangnya sembrono, suka naruh barang sana-sini, suatu hari tertangkap basahlah satu buku. Dan kebetulan, isinya adalah mengenai Emak. Ewww! Maklum, saat itu kan gejolak kawula muda, dan Emak saya orangnya strict! Ini itu nggak boleh, kesana kemari musti ijin dan lain sebagainya. Marah kannn! Ternyata marah saya nggak bisa ngalahin marahnya Emak! Alhasil, stop nulis saat itu! Sampai berapa tahun gw nggak pernah nulis diari lagi! Oooppss! Selanjutnya, gw mesti marah kemana lagi? Setelah stop nulis diari, gw banyakan diam kalau lagi marah. Sampai teman di sekolah heran ngeliat gw diam seharian. Maklum, gw dulunya terkenal sewot dan cerewet. Hehehe! Namun, diam yang ini, bukan diam biasa. Gw masih bisa nyumpah-nyumpahin tu orang dalam hati! Cacian apa aja dah pokoknya, yang penting gw senang! Dan setidaknya terlampiaskan, kan?! Hahaha! Apakah kebiasaan mencaci ini berlanjut? Tentu saja tidak sepenuhnya! Masih ada yang tertinggal, hehe! Namun, seiring dengan berjalannya waktu--cieehhh--kita musti jadi manusia yang lebih baik dong, ya! Masak mau disitu-situ aja, jalan di tempat, padahal yang lain udah pada maju ke depan, jauh malah! Bisa ketinggalan kan! Jadi, mengikut pesan Babe dan Emak, belajar agamanya musti ditingkatin lagi, (berhubung gw muslim) sholatnya jangan suka molor, de el el. Jadinya, manajemen marah yang sekarang ini lebih ke arah introspeksi diri. Berusaha dan masih akan terus belajar untuk memahami orang lain. Seperti kata guru saya, "Janganlah mengharap (apalagi memaksa) orang lain untuk memahami dirimu, tapi kamulah yang harus belajar dan memahami mereka! Dengan begitu kamu tidak akan pernah kecewa!" Ah, andaikan saja semua orang berpikiran seperti, mungkin saja dunia dan seisinya akan damai dan tentram. Amiinn amiinn amiinn yaa Rabb! Hehehe! Dan, mengutip kata-kata seorang sahabat:

aku ingin rasa ini seperti tanda koma, yang terus berlanjut dan tidak berhenti di sana saja.

Gw ingin rasa lapar tuk menjadi manusia yang lebih baik itu seperti tanda koma. Gw ingin rasa cinta dan rasa syukur kepada sang Pencipta ini pun seperti tanda koma, yang terus berlanjut dan tidak berhenti di sana saja. Yah, setidaknya sebelum tanda titik di akhir lembaran kisah hidup kita muncul!

---ooOOOoo---

Sekedar pelarian akan rasa rindu yang melanda di Minggu Subuh. Special thanks to: 1. Ibu Bapak atas didikannya selama ini, anakmu ini kangen (lagi). 2. Guru-guru tercinta. 3. Mas Je buat inspirasinya (lagi), walau tak sesuai dengan draft awal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun