"Mendingan ketinggalan dompet daripada ketinggalan hape. Mesen ojek sama duit aja udah ada di hape."
Begitu celetuk yang didengar Penulis ketika mendatangi reuni dengan teman lawas, mungkin mewakili benak kita semua.
Dalam era digitalisasi yang semakin berkembang, teknologi pembayaran non-tunai seperti Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) telah menjadi salah satu inovasi Sistem Pembayaran (SP) melalui gawai smartphone yang populer di Indonesia.Â
QRIS merupakan sistem pembayaran yang memungkinkan transaksi menggunakan kode QR yang dapat dibaca oleh aplikasi pembayaran digital. Jadi QRIS bukanlah aplikasi baru, namun salah satu fitur dalam aplikasi pembayaran digital, baik mobile banking dan dompet digital.
Dalam pemrosesan transaksi QRIS, Merchant Discount Rate (MDR) menjadi salah satu aspek yang sangat penting. MDR merupakan biaya yang dikenakan kepada pedagang atau merchant oleh Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) (sebelum 2021 disebut Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran/PJSP), baik bank dan non-bank, sebagai ganti dari layanan yang diberikan.Â
Dalam hal QRIS, MDR diterapkan oleh PJP acquirer QRIS atas dasar ketentuan Bank Indonesia, agar dapat memberikan dukungan dan pengembangan layanan tersebut.
Sebagai otoritas yang mengatur sistem pembayaran di Indonesia, Bank Indonesia memiliki peran penting dalam mengatur MDR QRIS.Â
Tujuan Bank Indonesia dalam penetapan MDR QRIS adalah mengoptimalkan penggunaan QRIS sebagai metode pembayaran yang 3i (interoperable, integrated, dan interconnected) untuk mendorong inklusi keuangan dan pertumbuhan ekonomi.Â
Bank Indonesia berupaya untuk memastikan bahwa MDR yang ditetapkan tidak memberatkan para pedagang kecil maupun pembeli, namun tetap berkelanjutan untuk penyelenggara QRIS, dengan tujuan untuk menciptakan sistem pembayaran yang Cepat, Mudah, Murah, Aman, dan Handal (Cemumuah).
Analogi yang tepat untuk MDR QRIS dapat dikaitkan dengan pengalaman naik ojek online atau ridesharing seperti Gojek atau Grab.Â