Dalam sambutannya di Hari Lahir (Harlah) Muslimat NU ke-71 yang dilaksanakan di Masjid Istiqlal, Puan Maharani, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, mengatakan bahwa Muslimat NU nanti akan banyak didekati oleh partai politik. Dikutip dari tribunnews (28/03), dia bilang:
"Jadi ini Muslimat NU nanti akan banyak didekati partai politik. Soalnya masa kepengurusannya masih berlangsung di saat masa pemerintahan sekarang berakhir di tahun 2019".
Benarkah?
Ungkapan Puan Maharani bisa saja disalahpahami sebagai berlebihan dalam mengomentari keberadaan dari organisasi perempuan NU ini. Tetapi ungkapan ini bisa dipahami secara utuh dengan melihat beberapa pertimbangan Puan sebelum menarik kesimpulan ini. Dan dengan memahami secara utuh, kita bisa lebih terbuka untuk menerima pandangan ini.
Pertama, Muslimat NU adalah organisasi kemasyarakatan. Ia memiliki posisi yang sangat strategis. Strategis, mengingat jaringan ketersebaran keanggotaan dari organisasi ini cukup luas dan merata. Masyarakat muslim yang berafiliasi dengan organisasi ini cukup besar jumlahnya.
Puan juga berpandangan bahwa organisasi ini lihai dalam merangkul semua lapisan perempuan NU di Indonesia yang notabene berjumlah besar. Jika kita perhatikan di daerah-daerah, kita bisa menyaksikan organisasi ini. Di Madura, meskipun banyak yang tidak terdaftar secara administratif sebagai anggota NU, tetapi keberadaan ulama-ulama yang berafiliasi dengan NU cukup memiliki pengaruh yang besar di masyarakat. Kultur keagamaan yang bernuansa NU diterima oleh masyarakat. Tanpa terdaftar secara administratif, akibat pengaruh-pengaruh ulama yang berafiliasi dengan NU dan kultur yang seringkali diidentifikasi erat dengan NU, masyarakat mengaku sebagai warga NU.
Kedua, Muslimat NU sejauh ini telah dan akan terus konsisten mengambil peran aktif dalam turut serta menjawab problem-problem sosial di Indonesia, utamanya yang melibatkan perempuan. NU dipandang memiliki kontribusi besar. Peranan aktif dari NU kian meningkat. Jika dulu, di daerah-daerah, dalam aspek pendidikan, misalnya, NU tertinggal dari Muhammadiyah. Pendidikan NU baru berkembang di pesantren-pesantren dan pada tingkat SMA. Sekarang pendidikan NU kian berkembang hingga pendirian kampus-kampus. Di Jakarta, kita mengenal Universitas NU (UNU).
Progresifitas ini kian menegaskan bahwa organisasi ini kian memantapkan dirinya dalam kiprahnya membangun manusia-manusia Indonesia. Muslimat NU menjadi gerakan perempuan diantara gerakan-gerakan pemberdayaan lainnya.
Dengan mempertimbangkan alasan-alasan di atas, besarnya jumlah keanggotaan dan jaringan NU di pedalaman melalui pesantren-pesantren dan peranan aktifnya yang kiat tampak di masyarakat, Puan Maharani semakin yakin bahwa Muslimat NU bakal dilirik oleh organisasi atau partai politik. Bakal banyak yang menawarkan adanya kerjasama kegiatan dan macam-macam acara lainnya.
Kepengurusan yang baru saja dilantik akan berlangsung hingga 2019. Sementara menurut Puan Maharani, momen politis – yakni ragam usaha untuk memperebutkan kemungkinan-kemungkinan kesempatan politis di 2019 – telah dan akan terus berlangsung hingga 2019. Dengan kesempatan ini, Muslimat NU tidak menutup kemungkinan menjadi alasan mereka, organisasi lain, untuk bekerja sama.
Terlepas apakah ramalan Puan Maharani menjadi kenyataan atau tidak, Menko PMK ini justru tetap berharap agar konsistensi gerakan dan kiprah aktifnya terus dipertahankan. Puan Maharani berharap agar Muslimat NU dapat bekerja secara sinergis dengan pemerintahan. Sehingga pemerintah bisa lebih bekerja dan menghasilkan produk yang optimal.