Beredarnya buku ‘Aku Berani Tidur Sendiri’ sontak membuat Puan Maharani naik pitam. Kemarahan itu tentu beralasan. Beredarnya buku itu tidak memberi pendidikan yang baik. Konten dari buku itu adalah perihal masturbasi.
Kemarahan ini membawa kemenko PMK untuk mengambil keputusan agar buku itu segera diinvestigasi. Investigasi itu dilakukan untuk mengetahui apakah dalam penulisan dan penyebaran buku ini ditemukan unsur-unsur kesengajaan atau ketidaksengajaan.
"Ya, itu sedang saya minta untuk diinvestigasi, apakah ini kesengajaan atau ketidaksengajaan, saya minta untuk diproses selanjutnya. Nanti, kalau memang perlu, ya diproses ke hukum," ujar Puan di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (news.detik.com, 21/2/2017).
Reaksi cepat dan keras dari Puan Maharani, selaku menteri koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, patut kita acungi ‘jempol’. Kehebohan buku itu mencederai ikhtiar pendidikan kita yang menekankan pada pendidikan moralitas. Pendidikan sebagai penguatan moralitas merupakan intisari dari pendidikan. Kecerdasan (intelektualitas) adalah nomor sekian. Begitulah pendidikan para guru.
Kemarahan Puan sebenarnya mewakili kemarahan dari publik yang berfikir ‘waras’ (sehat) tentang pendidikan. Kemarahan Puan menunjukkan kepedulian yang tinggi atas pendidikan. Kepedulian yang tinggi pada akhirnya membawa Puan pada kemarahan pada apapun yang bisa menghancurkan apa-apa yang dibangun oleh para guru dan pendidik lainnya tentang pentingnya moralitas.
Ini bukan tugas Puan sendirian. Publik yang berakal sehat dan memiliki kepedulian pada pendidikan bangsa ini dan masa depan generasi muda juga memiliki kewajiban untuk ikut mengatasi persoalan buku ini.
Puan sudah meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengantisipasi hal serupa agar tidak terulang kembali, termasuk melakukan investigasi. Puan juga meminta masyarakat dan pihak sekolah untuk turut membantu dan melaporkan bila menemukan buku anak-anak yang dianggap mengandung pornografi.
"Pemerintah daerah, kemudian dari dinas dan masyarakat, untuk segera melaporkan kalau ada hal-hal seperti itu. Yang pasti, apa namanya, kalau itu dilakukan secara sengaja, saya minta untuk bisa dilaporkan ke polisi untuk diproses secara hukum," ucap Puan (news.detik.com, 21/2/2017).
Sensitifitas dan kemarahan semacam ini diperlukan agar buku-buku ‘perusak’ moral seperti ini tidak hantu bagi anak-anak. Puan yang memiliki kepedulian tinggi telah menunjukkan marahnya. Kita perlu mengambiil sikap tegas pada ‘perusak’ moral.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H