Mohon tunggu...
Egi David Perdana
Egi David Perdana Mohon Tunggu... -

https://www.facebook.com/egibest.egi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sonata Cinta Bagian I-IV

10 Oktober 2012   12:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:59 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bagian pertama - Menyerah

Kesetiaanku mulai rubuh
Kerinduanku tak bisa melangkah lebih jauh lagi
kekagumanku padamu kini bagaikan alarm mati
Tak berdering tuk membangunkan rasa ingin mengucapkan cinta padamu
menyerah tanpa mengucap sepatahpun.

perasaanku terkapar teracuni oleh keacuhanmu
labirin lukaku kini semakin bertambah luas
aku terjebak beribu-ribu sekat untuk keluar dari sana
tak bisa terbebas dari rasa pahit yang selalu saja menamparku
maaf aku tak tahan rasanya... aku menyerah.

denyutku dapat dilayakkan sebagai ranting retak yang bisa patah kapan saja
saking letihnya iapun dapat tidur hanya dengan beralaskan air mata
serta kapan pun juga ia dapat mengutus revolver sebagai pengakhirnya
dan akan selesai begitu saja tanpa saksi tanpa satupun yang peduli dan menoleh
mati dan dibiarkan menyerah... itu aku.

Andaipun hatimu adalah singgasana maka aku adalah budak yang najis menyentuhnya
dan bilapun parasmu adalah mahkota perbedaan kita jelas antara harum dan busuk
tak mungkinlah diizinkan hamba ini tuk merantau dalam perasaanmu
tapi ingat keangkuhan selalu berbayar tahta yang tergelincir
itu peringatanku sebelum...aku menyerah.

Apa yang ingin kuungkapkan kini tiada berlafadz
tak berkosa kata maupun berbunyi sebab ungkapanku itu telah gugur
jasadnya diinjak-injak sengaja dikubur di persimpangan ramai tanpa nisan
hingga tersisa seteguk bait ia tak bisa bangkit kembali
itu tandanya aku kalah...aku harus menyerah.

Bagian kedua - Tanpa Kejutan

perlahan agitasi diseret ke dalam perih yang teramat sunyi
Dan dunia bersaksi "lihat ialah yang menjadikan novum selayaknya hukum rimba!"
"Membuat gerak bumi melupakan kodratnya! mempengaruhi hidup agar menodai mati!"
Namun keadilan terkadang memandang ke arah yang salah, ia pun terbebas
"Huh tanpa kejutan" bisik dunia berkeluh kesah.

Lihatlah lelucon itu terbujur kaku dan ia berkhidmat atas itu
kemudian rangkaian bulat bumi menangis dan menengadahkan tangannya ke arah Ilahi
mengemis ampunan mengais-ais sisa-sisa suka cita yang terkontaminasi isak tangis
tapi itu sulit bagi sang ceria tuk menetralkannya dan akhirnya...
ia pun dikuburkan, sungguh... tanpa kejutan.

rembulan tergelincir dari sabda sang raja
ia menghujam bumi namun kekhawatiran pun tidak perduli padanya
kebisingan pun semakin hening lebih hening dari tenang dan diam
maka terbiarkanlah rembulan itu tergelepar sendiri, sendiri...sendiri...sendiri...
sendiri meregang nyawa....ugh tanpa kejutan.

lalu kemana Cinta? apakah ia terkapar di tengah arah?
tapi janganlah kau suruh aku menjawab pertanyaan yang membuat sang ilmu tertunduk malu
Lalu Tuhan Berfirman "Wahai ilmu janganlah kau bunuh dirimu sendiri karena dipermalukan ketidaktahuan"
"Tapi harga diriku telah lelah ditertawakan" Jawab ilmu
Dan ia pun membunuh dirinya, benar-benar tanpa kejutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun