Nantinya pandangan orang terhadap suatu bangunan akan berbeda jauh dengan sekarang. Berjaket karena dinginnya suatu ruangan dulu melambangkan kemewahan tetapi kini mulai dianggap menyebalkan. Kenyamanan dan kemewahan dalam persepsi saat ini nantinya menjadi kuno.
Green building sudah mulai hangat dibicarakan orang-orang di berbagai belahan dunia. Apakah itu green building? Banyak aspek yang perlu dijelaskan untuk memberi pemahaman tentang green building. Salah satu yang pasti berbeda dari green building dengan gedung-gedung konvensional adalah defenisi kenyamanan saat berada di dalam gedung.
Berbicara tentang green building, mau tidak mau akan ada redefinisi kenyamanan. Sebelumnya banyak pusat perbelanjaan yang dibangun dengan konsep mewah saling berlomba-lomba untuk menjadi paling dingin suhu ruangannya. Jika pengunjung hingga mesti menggunakan baju tambahan untuk lapisan luar agar tetap hangat adalah suatu prestasi membanggakan.
Tetapi kini pola pikir sudah mulai berubah. Kenyamanan udara dalam suatu ruangan berarti cocok untuk beraktifitas di dalam ruangan itu. Jika masih perlu menggunakan baju tambahan berarti sama dengan suhu udaranya tidak nyaman. Telah ada perubahan persepsi, dulu bangga jika pakai jaket di ruangan, sekarang adanya jaket berarti pertanda ketidaknyamanan.
Belum lagi logika akhir-akhir ini sudah mulai berkembang bahwa gedung yang menerapkan penyejuk udara (AC) lebih dingin sama dengan menggunakan energi besar dan tentunya tagihan listrik besar juga. Kepada siapa lagi beban operasional gedung yang mahal dibebankan kalau tidak kepada penyewa. Karenanya pusat perbelanjaan yang berudara dingin sekali identik dengan harga barang yang dijual di dalamnya lebih mahal.
Definisi kemewahan dalam suatu bangunan juga sudah mulai berubah. Kemewahan akan diartikan ulang. Suatu gedung yang mewah tetapi tidak 'green' sama dengan boros dan sudah mulai ditinggalkan.
Kenyamanan erat kaitannya dengan fasilitas berupa peralatan dan bahan. Persepsi terhadap material dan alat pada bangunan yang tidak menghasilkan kondisi ke arah green tentunya semakin tak diminati.
Penggunaan alat dan material yang menimbulkan dampak polutan ujungnya akan semakin menambah biaya mahal. Aturan undang undang sudah ada dan sedang disiapkan peraturan pemerintah (PP) dimana nantinya siapa yang menghasilkan polutan maka dia yang akan membayar. Misalnya minuman ringan dalam kemasan kaleng setelah isinya habis diminum maka kalengnya bertebaran sembarangan. Sehingga yang bertanggung jawab terhadap polutan kaleng bekas itu adalah pihak lain seperti pemerintah melalui dinas kebersihan atau masyarakat yang sebenarnya tidak menikmati isi dalam botol kaleng itu. Nantinya polutan dari kaleng bekas minuman akan dibebankan ke konsumen.
Siapa yang membeli harus membayar lebih untuk biaya polutan yang dihasilkan. Bisa jadi harga minuman akan berbeda jika membeli isinya saja dengan membeli minuman beserta kalengnya sekaligus. Kaleng bekas minuman akan memiliki harga jika dikembalikan ke produsennya. Jadi transformasi pasar saat ini sudah mengarah kepada produk produk yang tidak punya visi green akan ditinggalkan, termasuk juga dengan material bangunan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H