Demokrasi sudah menjadi kata yang sangat familiar dalam segala aspek kehidupan. Termasuk dalam organisasi yang bernama gereja. Pertanyaan yang muncul bukanlah apakah ada demokrasi dalam gereja, melainkan bagaimana gereja menjalankan demokrasi?
Sesungguhnya, Gereja HKI (Huria Kristen Indonesia) yang berdiri tanggal 1 Mei 1927 sudah melaksanakan Sinode pada 19 – 23 Agustus 2015 di Kabanjahe. Dalam Sinode tersebut telah terpilih Pdt. Manjalo Pahala Hutabarat, SH, MM sebagai Ephorus dan Pdt. Dr. Batara Sihombing sebagai Sekjen. Saat itu, dipilih juga Majelis Pusat, BPK Pusat, dan Praeses. Semenjak itu, diadakanlah Sinode yang lebih kecil secara berjenjang yang menurut PRT HKI disebut sebagai Sidang Daerah, Sidang Resort dan Sidang Jemaat.
Sidang Jemaat memiliki keistimewaan. Kalau Sinode di tingkat Pusat, Sidang Daerah dan Sidang Resort pesertanya merupakan perwakilan, maka peserta Sidang Jemaat adalah semua jemaat yang terdaftar dan mendaftar ulang serta sudah naik sidi (menyatakan imannya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat) sesuai dengan PRT pasal 39.b.13. Di sinilah ada hak dan kewajiban jemaat sebagai pribadi.
HKI Cawang Cililitan sebagai salah satu jemaat di Daerah VII Pulau Jawa, mengadakan Sidang Jemaat untuk memilih Pimpinan Jemaat (Guru Jemaat), Majelis Jemaat dan Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat (BPKJ). Sidang Jemaat berlangsung pada hari Minggu, 10 Januari 2016. Hari itu adalah hari puncak setelah setidaknya 3 minggu beruntun diumumkan melalui warta jemaat. Sidang Jemaat ini sungguh menarik perhatian dan memunculkan beberapa kejadian krusial.
Seusai ibadah Minggu yang secara sengaja digabung menjadi pukul 08.00 WIB, Guru Jemaat incumbent St. Ir. Jonner Togatorop meminta seluruh jemaat untuk tetap duduk, diam di tempat untuk segera mengikuti Sidang Jemaat. Sebagian tetap di lantai 2 yang juga diipakai sebagai tempat ibadah, serta sebagian menunggu di luar. Guru Jemaat lalu didampingi oleh St. M. Nababan sebagai Sekretaris dan St. L. Siregar sebagai Bendahara duduk di kursi yang telah disediakan.
Pada saat penentuan Majelis Ketua Persidangan terjadi cukup alot. PRT memerintahkan Pimpinan Jemaat untuk menyiapkan calon Pimpinan Sidang sebanyak 2 orang dan seorang notulis. Forum mengusulkan beberapa nama lain yang dianggap pantas untuk menjadi Majelis Ketua Persidangan. Pada akhirnya, yang ditetapkan menjadi Pimpinan Sidang adalah St. Drs. D. Siahaan dan M.H. Manullang didampingi oleh Efendi Lot Simanjuntak, SH, MH sebagai notulis. Esra Stephani br Purba turut mendampingi sebagai notulis yang disiapkan oleh Pimpinan Jemaat sebagai bagian dari Panitia Pelaksana.
Tugas pertama Majelis Ketua Persidangan adalah memastikan jumlah peserta Sidang Jemaat telah memenuhi kworum sebanyak ½ + 1. Panitia menyatakan bahwa peserta telah melebihi kworum.
Sebelum diadakan acara pemilihan, Majelis Ketua Persidangan mempersilakan Pimpinan Jemaat untuk menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban secara singkat. Laporan ini ditanggapi oleh 3 peserta yang bicara secara tegas. Ada permintaan untuk menambah termin dan pembahasan lanjutan, tetapi Majelis Ketua Persidangan menyatakan bahwa sudah disepakati hanya 3 orang dan melihat waktu karena masih ada acara pemilihan yang pasti menyita lebih lama lagi. Akhirnya, Majelis Ketua Persidangan menanyakan, “Apakah Laporan Pertanggungjawaban Pimpinan Jemaat periode 2010 – 2015 diterima?” Jemaat serentak menjawab,”Diterima.” Ketok palu 3 kali.
Setelah itu, Majelis Ketua Persidangan mendata calon Guru Jemaat, calon Majelis Jemaat unsur Parhalado, calon Majelis Jemaat unsur Non Parhalado serta calon BPKJ.
Terjadi perdebatan tentang calon Majelis Jemaat baik unsur Parhalado dan unsur Non Parhalado. Mengacu pada PRT pasal 21.c.4., ditemukan bahwa 2 orang unsur Parhalado (St. L. Siregar dan St. G.E. Purba) dan seorang unsur Non Parhalado (Ir. L. Lumban Gaol) tidak memenuhi syarat dalam PRT HKI karena umurnya melebihi 60 tahun pada saat Sidang Jemaat. Sidang terbagi 2 antara yang pro dan kontra untuk menyatakan bahwa ketiga orang tsb diterima. Walaupun ada tuntutan untuk meloloskan calon tsb karena pertimbangan kemampuan, kecakapan dan kesehatan Majelis Ketua Persidangan kokoh pada pendirian untuk menegakkan PRT. Sehingga diputuskan bahwa calon Majelis Jemaat unsur Parhalado berjumlah 10 orang untuk memperebutkan 7 posisi, sementara calon Majelis Jemaat unsur non Parhalado berjumlah 10 orang memperebutkan 5 posisi.
Untuk pemungutan suara Panitia Pelaksana yang dipimpin oleh Linduben Lumban Gaol telah mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan. Mulai dari verifikasi anggota jemaat yang mempunyai hak pilih adalah daftar anggota jemaat yang mendaftar ulang yang dikerjakan oleh Seksi Litbang. Data itu diback up oleh Daftar Buku Induk, Laporan Pertanggung Jawaban Pimpinan Jemaat tahun 2011, 2012, 2013, 2014 dan 2015. Verifikasi keanggotaan dilakukan oleh Sintua Sektor yang terdiri dari 9 sektor dan disediakan masing-masing meja di area parkir. Hasilnya tercatat 453 orang terverifikasi berhak menggunakan hak pilih.