Oleh karena itu, dalam mengimplementasikan praktik forensik digital, harus terdapat standar spesifik agar tidak terjadi kesalahan fatal. Â Salah satu peraturan mengenai digital evidence telah dirumuskan oleh United Kingdom Association of Chief Police Officers (ACPO), dan peraturan ini telah tertuang dalam Good Practice Guide Computer-Based Electronic Evidence. Â Peraturan tersebut menyatakan:1) Lembaga penegak hukum dan/atau petugas yang terlibat penyelidikan dilarang mengubah data digital yang tersimpan dalam suatu media penyimpanan digital.2) Setiap pihak yang memiliki wewenang untuk mengakses data tersebut harus memiliki kompetensi yang jelas dan mampu menjejaskan relevasi dan implikasi dari tindakan-tindakan yang dilakukan selama pemeriksaan.3) Seharusnya terdapat prosedur umum pemeriksaan bukti digital yang dapat digunakan seluruh pihak sehingga ketika ada investigator lain yang melakukan pemeriksaan mendapatkan hasil yang sama.4) Semua pihak yang terlibat dalam pemeriksaan harus memastikan bahwa proses tersebut sesuai dengan hukum dan prinsip-prinsip yang berlaku.Urgensi Kebutuhan Standar Spesifik Praktik Forensik Digital di IndonesiaMeninjau pemaparan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa kebutuhan terhadap standar spesifik yang memuat aspek legal dan etis dalam pengimplementasian praktik forensik digital sangat mendesak.Â
Sampai saat ini, dalam kasus yang melibatkan praktik forensik digital, pemerintah Indonesia hanya merujuk pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) 2016 sebagai payung hukum. Meski begitu, UU tersebut tidak menjelaskan secara spesifik mengenai pengelolaan dan pemeriksaan bukti digital. Dalam UU tersebut hanya disebutkan tentang "orang yang memahami" forensik digital, tetapi tidak menyebutkan turunan yang lebih jelas mengenai hal itu. Â Ketiadaan standar spesifik ini menyebakan beberapa persoalan, salah satunya kasus pembunuhan Mirna Salihin.Â
Ketika di pengadilan, ahli forensik digital yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum diragukan kredibilitas dan legalitasnya saat mendeskripsikan hasil dari jejak digital yang didapatkan dari Kamera CCTV. Hal tersebut memperlihakan bahwa keberadaan standar spesifik yang berisi peraturan yang mengatur hak, kewajiban, standar pemeriksaan dan persyaratan formal atau material, maka perdebatan tentang praktik forensik digital dapat diatasi.
Kesimpulan
Perkembangan teknologi digital memudahkan polisi untuk menemukan bukti-bukti yang memperkuat alibi dan motif, baik dari para pelaku maupun korban. Jejak digital yang ditinggalkan pengguna internet dapat digunakan oleh instrumen hukum unutk mengungkapkan suatu kasus dan menyediakan bukti-bukti alternatif di pengadilan. Hal ini semakin penting untuk mengembangkan standar spesifik dalam aspek legal dan etis pada praktik forensik digital sehingga setiap penyelidik memiliki kesepahaman yang sama dalam mengimplementasikan praktik tersebut.Â
Standar spesifik in isendiri dapat dirumuskan dalam cakupkan nasional maupun internasional. Setidaknya, setiap negara semestinya memilikinya untuk mengatasi kasus-kasus yang terjadi di dalam negeri. Pada kasus di Indonesia, pemerintah harus merumuskan standar spesifik ini karena implementasi praktik forensik digital sudah dilakukan. Pemerintah tidak boleh hanya bertumpu pada UU ITE 2016 karena peraturan tersebut masih multi-interpretatif. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan bahwa praktik ini nantinya dapat diatur dengan laik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H