Mohon tunggu...
Suhermanto Yasduri
Suhermanto Yasduri Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pembelajar seumur hidup

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Seandainya KPI Segarang KPK

24 April 2014   05:02 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:16 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salam hangat

Bermula dari keprihatinan yang mendalam demi menyaksikan sebagian besar acara di televisi di negara kita yang semakin menurun kualitasnya maka saya tergerak untuk mengeluarkan pendapat. Saya yakin banyak orang tua yang merasakan hal sama dengan saya. Mudah mudahan tulisan saya ini dibaca oleh pihak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Berdasarkan UU No. 32 Tahun2002  tentang Penyiaran maka dibentuklah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Masih menurut UU yang sama, KPI bersifat independen dan mempunyai kewenangan untuk menyusun pedoman perilaku penyiaran dan semua hal yang berkaitan dengan penyiaran di tanah air. Komisi ini menjadi penyelenggara penyiaran di Indonesia. Jadi sesungguhnya KPI  mempunyai kewenangan yang besar dan peran yang sangat penting dalam penyelenggaraan penyiaran di Indonesia.

Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01//P/KPI/03/2012 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dalam pertimbangannya antara lain menyebut bahwa dengan keberadaan lembaga lembaga penyiaran di Indonesia, harus disusun pedoman yang mampu mendorong lembaga penyiaran untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera. Pertimbangan poin (b) dari Peraturan KPI tersebut rumusannya mirip dengan rumusan tujuan negara seperti terangkum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Terdengar sangat ideal dan menjanjikan. Namun bagaimana faktanya?

Mengaharapkan stasiun televisi swasta untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah harapan yang sia sia bahkan bisa dikatakan konyol. Sama seperti mengharapkan ayam jantan bertelur. Apalagi berharap stasiun televisi swasta untuk memajukan kesejahteraan umum? Lalu bagaimana cara stasiun televisi swasta membina watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa? Materi siaran Lembaga Penyiaran Publik TVRI yang bersemboyan "Saluran Pemersatu Bangsa" di wilayah penulis (Jawa Tengah) sama konyolnya dengan materi acara televisi swasta. TVRI Jawa Tengah (hampir) setiap malam mulai sekitar pukul 22:00 wib menayangkan iklan pengobatan alternatif untuk pria dewasa, pengobatan mata, dan lain lain dengan durasi yang cukup lama. Jika mengacu pada pasal 15 UU No. 32/2002 yang menyebutkan sumber pendanaan Lembaga Penyiaran Publik salah satunya berasal dari APBN dan APBD maka TVRI menjadi lembaga penyiaran yang mubasir. Dengan kualitas gambar yang buruk ditambah materi acara yang tidak kalah buruk, LPP TVRI jelas jelas bukan Saluran Pemersatu Bangsa!

Banyak pengamat mengatakan bahwa televisi berpengaruh sangat besar terhadap perilaku anak anak kita. Kualitas acara di semua televisi swasta cenderung semakin buruk. Dan tentu ini akan berpengaruh terhadap perilaku anak anak kita. Sebagian dari kita bisa memilih tindakan yang bijak yaitu mematikan pesawat televisi.

Kondisi sosial ekonomi masyarakat kita masih memprihatinkan. Terlalu naif jika kita mengharapkan masyarakat bertindak bijak dalam memilih acara hiburan di televisi. Karena memang tidak ada pilihan! Bagi masyarakat yang mampu secara ekonomi bisa memilih berlangganan televisi kabel.

KPI pasti memahami bahwa gelombang elektromagnetik yang dipergunakan untuk penyiaran dan merambat di udara dan ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan adalah ranah publik dan sumber daya alam terbatas dan merupakan kekayaan nasional yang harus dijaga dan dilindungi oleh negara dan dipergunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat sesuai dengan cita cita proklamasi 17 Agustus 1945. Sudah saatnya KPI mengambil tindakan yang lebih tegas dalam menerapkan peraturan yang dibuatnya. Karena itu adalah amanat Undang Undang. Lalu apa lagi yang ditunggu KPI untuk bertindak?

Selama dunia pertelevisian kita didominasi oleh para tengkulak hiburan, maka hak pemirsa untuk mendapatkan tayangan yang mencerdaskan tidak akan pernah terpenuhi. Boro boro mendapatkan tayangan yang membina watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, yang kita dapatkan justru melulu Program Pembodohan Bangsa.

Perihal Program Pembodohan Bangsa bukan hal baru karena dulu (sekitar awal reformasi) pernah terjadi polemik antara Effendi Ghazali dengan Ishadi SK. Cuma yang menjadikan kita heran adalah, meski pemerintah sudah menerbitkan UU No. 32/2002 tentang Penyiaran agar kondisi penyiaran radio dan televisi menjadi lebih baik ternyata yang terjadi malah sebaliknya. Dan (nampaknya) dibiarkan pula!

Mereka yang wajahnya sering muncul di layar televisi dan mengaku selebritas sebenarnya hanyalah para pekerja dunia hiburan. Lazimnya pekerja, yang mereka pikirkan pun cuma bertahan hidup. Dan para tengkulak hiburan memahami betul situasi ini dan memanfaatkannya atas nama rating. Tragis!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun