“Nduk, duduklah di sini, bapak mau bercerita.”
Pagi tadi hujan turun sangat lebat. Hingga siang ini, awan hitam masih bergelanyut menghalangi sinar matahari. Genangan air memenuhi halaman rumah kita. Burung burung pun enggan berkicau karena kedinginan.
Curah hujan di musim kemarau basah ini mungkin lebih tepat disebut badai.
Beberapa atap rumah tetangga kita yang semi permanen beterbangan. Kasihan mereka, yang tinggal di gubug reot tepat di bantaran kali ciliwung. Kita yang tinggal dirumah permanen saja merasakan dingin yang sangat, apalagi mereka. Ketahuilah nduk, bahwa beberapa kawanmu tinggal disana.
Nduk, kita harus bersyukur atas segala nikmat yang Tuhan berikan. Kelak jika kamu sudah besar, jadilah orang yang mudah bersyukur.
Nduk, kita sekarang duduk di kursi kayu, berdua, bersebelahan. Sambil menikmati hangatnya susu kambing yang diseduh ibumu. Bersama aromanya, kita melihat penderitaan mereka.
Ironi ya nduk….
www.lambangsarib.wordpress.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H