Mohon tunggu...
dewa cengkar
dewa cengkar Mohon Tunggu... Lainnya - pengangguran

hanya pengangguran biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemerintah Indonesia Keji

4 Mei 2010   13:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:25 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_133115" align="alignleft" width="250" caption="kompas.com"][/caption]

Pemerintah sudah menutup mata dan hati terhadap kekayaan budaya Cirebon Jawa Barat. Tidak ada lagi celah untuk mengungkapkan bahwa nilai dari artepak yang dihasilkan dari laut di wilayah Cirebon melebihi uang yang diharapkan masuk ke kas Negara. Itu pun hanya 50 persen, sedangkan sisanya milik orang asing.

Betapa kerdilnya pemerintah memandang persoalan ini dengan bersikukuh melelang benda cagar budaya (BCB) yang dilindungi undang-undang BCB nomor 5 Tahun 1992. Jika dikatakan pelelangan itu merupakan bentuk kepastian hukum dan tidak ada aturan yang dilanggar. Hal itu merupakan pelecehan terhadap undang-undang itu sendiri.

Lebih sadis lagi, tidak memandang suanasa kebatinan masyarakat Cirebon yang beratus tahun memuliakan rangkaian sejarah wilayahnya. Kemuliaan Cerita Laksamana Sam Po Bho juga Pangeran Walangsungsang atau Cakrabuana. Begitu pun Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal dengan Sunan Gunung Djati.

Kaitan erat cerita Pangeran Walangsungsang dengan Laksamana Sam Po Bho merupakan nilai sejarah yang tidak bias dikatakan remeh. Begitu pun sejarah lanjutannya tentang pengembangan Islam yang dilakukan Haji Gan Eng Cu dan Bong Swi Hoo di tanah Jawadhipa. Bagaimana nasib sejarah suatu kaum jika peninggalannya di perjualbelikan?

Lebih celaka lagi, niat pemerintah melakukan lelang itu akan meninggalkan luka teramat dalam di masyarakat Cirebon dan Jawa Barat pada umumnya. Sebab BCB tersebut belum juga dilakukan penelitian mendalam. Harus kehilangan jejak sejarah yang tidak dapat dinilai dengan uang.

Bagaimana hendak diungkap sejarah suatu kaum dalam kontalasi lebih besar dan dapat dijadikan kebanggaan budaya Indonesia. Apabila harus menguap begitu saja. Pemerintah tidak memikirkan dampak dari misinglink-nya sebuah artepak. Pelbagai alasan yang disampaikan, karena keterbatasan teknologi untuk pengambilan.

Sehingga harus melibatkan pihak asing dalam pengolahannya, sungguh memberikan ketidakberdayaan bangsa ini terhadap dirinya sendiri. Padahal jika bangsa itu besar, lebih menghormati kesejarahannya sendiri. Dibanding campur tangan pihak asing dalam pengelolaan sebuah arkeologi.

Tujuan yang berbeda ini membuat saya peribadi sebagai warga Negara merasa sangat kecewa. Di sisi lain, pemerintah tidak berdaya untuk menyelamatkan warisan budayanya. Sekaligus, turut menghancurkan sebuah siklus budaya. Meski tekanan dari tangan asing lebih kuat, tentu pemerintah harus lebih berani memertahankan kekayaannya.

Bukan sebaliknya, menuruti kemauan pihak asing yang tertuang dalam noktah merah. Jika terus dilakukan pelelangan dan barang-barang itu pergi ke luar negeri tanpa meninggalkan catatan sejarah. Apa yang patut dibanggakan dari pemerintah yang telah berbuat semena-mena ini? Pertanyaan lanjutannya, bagaimana dengan masyarakat Cirebon dan sekitarnya?

Apakah hanya cukup elus dada ketika harta nenek moyang menjadi santapan tuan-tuan? Apakah ada kemakuran yang akan diberikan dengan membagi rata hasil penjualan barang itu? Atau dikembalikan ke kas Negara dan untuk dibagikan kepada rakyat miskin di Indonesia? Setelah itu uangnya habis dan melakukan pinjaman lagi ke negeri orang.

Sementara kekayaan itu ludah sudah tidak bersisa, tanpa meninggalkan catatan sejarah secuil pun. Alangkah kejinya sebuah Negara yang sudah memberangus artepak tanpa meninggalkan jejak?***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun