Mohon tunggu...
dewa cengkar
dewa cengkar Mohon Tunggu... Lainnya - pengangguran

hanya pengangguran biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kartini, Perlu Ditinjau Ulang Sebagai Ikon

21 April 2010   14:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:39 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ada kesepakatan nasional, bahwa hari ibu menggunakan ikon Kartini sebagai simbol perjuangan. Pertanyaannya, apakah betul hanya Kartini yang mendengungkan emansipasi? Jika hanya dia, apakah tidak ada perempuan lain yang melebihi perempuan super di negeri ini pada tempo doeloe? Atau kita sendiri sudah membutakan mata dan hati untuk tidak melihat kiprah yang lain?

Atau jangan-jangan Kartini merupakan salah satu pintu masuk sebuah kepentingan tentang idiologi perempuan. Padahal pejuang perempuan cukup banyak, tidak hanya berdiam diri membuat tulisan dan berkirim kabar ke sahabatnya di Negeri Belanda. Tapi memberikan pencerahan kepada kaum lelaki, untuk mengangkat senjata.

Misalnya saja, Cut Nya Dien yang harus turun ke medan perang. Ia tidak mau bertopang dagu meratapi sebagai perempuan yang serba terbatas. Begitu pula, Dewi Sartika, jauh sebelum Kartini sudah mendirikan sekolah keputrian di Bandung. Mereka, tidak saja memberikan sumbangsih tenaga dan pikiran untuk sebuah pembebasan hegemoni kekodratan.

Lebih dari itu, memberikan pencerahan kepada masyarakat dengan memberikan pelajaran berharga. Melalui keringat yang di keluarkan secara nyata. Tidak duduk ongkang-ongkang kaki di gading gilangkancana sebagai permaisuri kanjeng bupati. Mendesahkan kegalauannya melalui sepucuk surat kepada noni-noni Belanda.

Jika komunikasi hanya dengan orang-orang Belanda, tentu perlu dipertanyakan. Sebab jika komunikasi itu lancar, barang tentu ada informasi yang disampaikan tentang sebuah kedudukan, situasi dan kondisi supaya kekuasaan sang suami tetap terjaga. Bukan kah itu sama artinya dengan kolaborasi antara penindas dengan pribumi?

Andaikan saja, sekarang semua surat-suratnya yang diterbitkan sebagai buku hanya omong kosong dan keluh kesah. Siapa tahu, dibalik itu ada surat-surat berikut yang mengutarakan tentang kepentingan lain dan bersifat ambisi kekuasaan. Sebab ada warisan yang sampai saat ini terus berkembang.

Warisan itu, berupa tabiat atau mental para kaum istri yang suaminya menjabat sebuah jabatan strategis. Selalu ikut campur terhadap garis kebijakan suami dalam mengelola kekuasaannya. Ini sebuah fakta sejarah yang terus berkembang. Istri ikut bermain dengan cara yang sangat tidak kentara di mata publik.

Hal ini perlu diluruskan supaya duduk perkaranya terang benderang. Istri bupati, tentu memiliki akses luar biasa terhadap keadaan sosial, budaya, politik dan ekonomi. Sebab matanya tidak hanya dua, tapi ratusan bahkan ribuan yang dipinjamnya. Sehingga, kedudukannya dapat memengaruhinya sesuai kepentingan.

Misalnya kita melihat jauh ke belakang, sewaktu Indonesia masih struktur tata negaranya dipegang raja-raja. Ada raja perempuan pertama yang bernama Ratu Keling dari Kerajaan Kalingga. Diprediksi sekarang kerajaan itu ada di Jawa Tengah. Ratu yang sangat adil maha bijaksana sekaligus cantik jelita yang membawa berkah pada rakyatnya.

Ia, tidak saja memikirkan rakyat yang kekurangan sandan, pangan dan papan. Juga memikirkan kerajaannya supaya berdiri dan kokoh dengan semboyan adil makmur gemah ripah loh ji nawi. Seperti simbul yang sekarang digunakan oleh sebuah daerah. Selain itu, ia pun memiliki keberanian di atas kaum lelaki.

Salah satu contoh, ketika menolak pinangan Raja dari Sriwijaya dan Sriwijaya menyatakan perang karena merasa sakit hati. Ia dengan gagah turun ke laut dan melawannya. Sehingga terjadi perang hebat di laut dan membuat Raja Siriwijaya harus mundur teratur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun