Mohon tunggu...
dewa cengkar
dewa cengkar Mohon Tunggu... Lainnya - pengangguran

hanya pengangguran biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Guru Demo, Kampungan!

13 Mei 2010   04:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:14 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ki Hajar Dewantara, memfilosofikan guru begitu menyejukan hati. Tut wuri handayani, ing ngarso sung tulodo dan ing madya mangun karso. Aha, siapa pun yang memilih profesi guru akan menjadikan trinitas tuntutan ini menjadi pedoman dalam mendalami profesinya. Sehingga, kerap sosok guru adalah maha resi yang tidak bisa ditandingi.

Namun kenyataan sekarang, profesi guru tidak sebanding lurus dengan trinitas filosofi Ki Hajar Dewantara. Guru menjadi ikon sama dengan "anak jalanan" lainnya yang kerap berkoar meminta keadilan kepada pemerintah. Sungguh naif dan tidak memberikan cerminan ing ngarso sung tulodo bagi calon pemimpin bangsa ini.

Fungsi guru mendidik membuat anak atau remaja yang tidak memiliki pengetahuan dan tidak memiliki pola pikir runut untuk mengatasi masalah harus bisa. Begitu pun mental, sikap atau kepribadian tidak jelas harus lebih diperjelas. Konon guru dapat membentuk si A, B, C dan seterusnya menjadi komunis, liberalis maupun ateis, bahkan ulama besar sekalipun.

Celakanya lagi, masyarakat kadung menyetempel profesi guru adalah pandita, empu yang mampu merubah "loyang" menjadi "emas". Harapan teramat besar disampirkan ke pundak mereka. Namun, mereka menjawabnya dengan gegabah. Mereka tidak memiliki tanggung jawab seperti yang disampaikan Ki Hajar Dewantara.

Guru hanya mampu membuat diktat dan menjualnya ke siswa. Guru hanya mampu mengurus dirinya sendiri tanpa mementingkan anak didiknya dalam pengertian luas. Lebih naif lagi telah mengajarkan anak didiknya berunjuk rasa untuk membela diri. Guru telah memertontonkan kepada anak didiknya, bagaimana berupaya menjadi kepala sekolah atau pejabat struktural.

Guru sekarang lebih cenderung menerapkan aplikasi politik dalam prikehidupannya. Mungkin masih ingat, ketika kegagalan UN saling lempar tanggung jawab. Sama artinya, mereka tidak pernah memiliki rasa tanggung jawab untuk mencerdaskan anak didiknya. Jangankan bertanggungjawab terhadap nusa bangsanya, terhadap hasil kerjanya pun tidak.

Padahal pemerintah selalu memberikan apa yang diharapkan guru? Mulai dari pembangunan gedung sekolah, kesejahteraan melalui sertifikasi. Begitu pun anggaran pendidikan yang mencapai 20 persen dari APBN, APBD I dan II. Namun melimpahnya materi untuk pendidikan tidak diimbangi dengan tanggung jawab sebagai pendidik.

Jika harapan ini tidak pernah sampai kepada tenaga berprofesi guru bagaimana bangsa ini kedepannya? Apakah akan menjadikan anak didik sebagai perampok uang negara berikutnya? Sekarang saja, hasil didikan guru-guru yang sekarang telah menghasilkan para perampok negara. Notabene menghancurkan rakyat miskin yang mengharapkan anak-anaknya bermasa depan lebih baik.***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun