Mohon tunggu...
dewa cengkar
dewa cengkar Mohon Tunggu... Lainnya - pengangguran

hanya pengangguran biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Masyarakat Bali Marah, Wajar

27 April 2010   13:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:33 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_128073" align="alignleft" width="320" caption="kompas.com"][/caption]

Masyarakat Bali dikejutkan film dokumenter berdurasi 3,21 menit berjudul "Cowboys in Paradise (CP)" sebuah kisah tentang pekerja sek lelaki (PSL). Romansa Sanur atau Kuta yang romantis, mengundang masyarakat dunia untuk hadir dan mencicipinya. Tidak jarang, full sun mendapatkan pujian dari pelbagai pelancong yang pernah hadir di tempat itu.

Nuansa romantis, kerap memberikan daya magnit untuk selalu datang dan datang ke Bali. Mungkin siapa pun yang belum pernah berkunjung, selalu menyisakan mimpi indah di sana. Keindahan yang membuat orang asing betah dilayani dengan baik dan ramah. Melalui benda seni atau kerajinan ekostik, begitu pun keseniannya yang original.

Kelebihan Bali, sebagai anugerah sang dewata tidak berhenti pada fisikly semata. Kebudayaan yang dilahirkannya pun memberikan sumbangsih terhadap peradaban dan moral masyarakatnya yang kental dengan local cultur. Sikap ramah yang ditunjukan, tidak dapat ditemukan di negara asalnya. Misalnya Jepang, Kanada atau eropa secara umum, bahwa Amerika.

Warga yang ditasbihkan dengan keluhungan kearifan lokal, di samping keagamaan yang kental dan mengadopsi warisan budaya leluhur. Membuat keeksotikan Bali seperti sempurna. Meski atas nama kemajuan selalu melahirkan celah yang patut dipertanyakan. Namun secara umum Bali mewarisi keindahan tiada terkira.

Ketika hampir semua orang, bahkan termasuk yang tidak menyukainya melakukan pemujaan sebagai tempat wisata. Pemerintah pun menyebutnya sebagai pusat industri pariwisata Indonesia. Sebab daerah lain yang memiliki kemolekan alam belum sepenuhnya tergarap secara optimal. Meski mampu mengalahkan Bali tapi untuk saat ini Bali masih nomor wahid.

Atas segala kelebihannya itu, alangkah wajar ketika masyarakat Bali merasakan amarah terhadap sebuah dagelan yang dianggap menyudutkan. Sebuah film dokumenter menceritakan seks. Menceritakan sebuah kebutuhan biologis yang tidak patut dijadikan sebuah dokumen untuk disebarluaskan. Kecuali untuk kepentingan pribadi.

Kemarahan masyarakat Bali sangat wajar, dan itu manusiawi. Siapa pun masyarakatnya yang mendapatkan daerahnya mendapat satire teramat pedih atau hanya cubitan menyakitkan akan meradang. Memerlihatkan jiwanya yang lembut menjadi garang. Seperti dialog film karya Nano Riantarno.

"Ini dadaku, dimana dadamu?"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun