Kepemilikan senjata api selain untuk melaksanakan tugas pokok pengamanan bagi anggota TNI dan POLRI, bagi kalangan sipil senjata api diperuntukkan untuk membela diri. Di atas kita telah membahasa tentang syarat dan ketentuan serta prosedur pengurusan izin kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil. Namun, perlu kita ketahui, selain peredaran senjata api legal, ternyata peredaran senjata api illegal juga semakin meresahkan masyarakat. Bahkan kecamanan dari masyarakat terkait penyalahgunaan senjata api semakin meningkat setiap hari.
Kondisi keamanan akhir-akhir ini tentu membuka mata kita, bahwa sering sekali terjadi tindak pidana yang pelakunya menggunakan senjata api. Seperti terorisme, perampokan, pembunuhan atau hanya sekedar melakukan intimidasi.
Masih baru-baru ini, tanyangan berita Indonesia menyoroti aksi anggota kepolisian yang mengacungkan pistol kepada karyawan sebuah bar di Sulawesi Utara serta aksi “koboi” yang dilakukan oleh Iswahyudi yang mencoba menakut-nakuti karyawan sebuah restaurant di daerah Jakarta Selatan. Selain kasus-kasus di atas, kasus-kasus pembunuhan yang menjadi sorotan publik hampir semuanya terkait dengan penyalahgunaan senjata api.
Hingga pertanyaan yang muncul di benak kita adalah, apakah sesungguhnya tujuan dari pemberian izin kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil? Jika hanya untuk mempertahankan diri perlukah senjata api?
Alat untuk mempertahankan diri dan sebagai alat untuk membela diri sering kita dengar terlontar dari para pelaku penyalahgunaan senjata api. Memang tidak bisa kita pungkiri bahwa kekecewaan masyarakat akan kinerja penegak hokum akhir-akhir ini tidak mampu meberikan rasa aman bagi masyarakat untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Sehingga ada beberapa kelompok masyarakat yang memilih untuk mempertahankan dirinya dengan caranya sendiri, yaitu dengan membawa senjata sebagai alat pertahanan diri.
Sebenarnya jika penggunaan senjata, terkhususnya senjata api, digunakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh undang-undang menurut saya adalah suatu hal yang wajar. Mengingat mempertahankan diri adalah naluri paling dasar dari setiap manusia. Sebab terkadang kita tidak pernah tahu dan mengetahui kapan kita akan mendapat ancaman yang bisa membahayakan hidup kita.
Mengingat bahwa senjata api merupakan bukanlah benda yang umum digunakan ataupun dibawa-bawa oleh masyarakat sipil, Negara telah membuat regulasi mengenai kepemilikan senjata api. Walaupun demikian penyalahgunaan senjata api tetap tidak dapat dihindarkan. Hal ini bisa saja dikarenakan kurang konsekuennya pihak-pihak terkait dalam mengeluarkan izin kepemilikan senjata api.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa menggunakan senjata api hanya diperbolehkan apabila keadaanya nyawa si pemegang dalam keadaan bahaya, namun keseringan bukan nyawa si pemeganglah yang terancam, tetapi si pemeganglah yang mengancam nyawa orang. Selain itu juga sering kita ketemukan bahwa si pemegang senjata dengan sengaja memamerkan senjatanya dengan tujuan mengintimidasi orang lain. Sebenarnya semua perbuatan yang telah disebutkan di atas merupakan suatu tindak pidana.
Sekarang masyarakat berpandangan pemberian izin senjata api sama saja dengan memberikan izin untuk membunuh. Dalam artian orang yang memegang izin senjata api lebih besar kemungkinan untuk membahayakan nyawa orang lain dengan senjata yang dimilikinya. Menurut pendapat saya, pandangan ini memang ada benar.
Perlu kita ketahui, sebagian besar penyalahgunaan senjata api dilakukan orang dengan senjata api illegal. Sebagaimana dengan beberapa informasi yang saya kutip dari vivanews.com bahwa, hingga pertengahan tahun 2010 sebanyak 17.983 pucuk senjata api berizin untuk bela diri, 11.869 pucuk digunakan oleh polisi khusus, 6.551 pucuk diperuntukan olahraga dan 699 pucuk untuk instansi keamanan. "Imparsial mencatat kurang lebih terdapat 46 kasus penyalahgunaan senjata api baik yang dilakukan oleh aparat keamanan maupun masyarakat dari tahun 2005 hingga 2012. Sementara menurut Polri, sepanjang tahun 2009 hingga tahun 2011 kepolisian telah menangani 453 kasus penggunaan senjata api illegal.
Berdasarkan kutipan artikel di atas, kita dapat melihat bahwa dalam kurun waktu antara tahun 2009 hingga tahun 2011 terdapat 453 kasus penggunaan senjata api illegal yang telah ditangani oleh kepolisian. Jumlah 453 merupakan bukan jumlah yang sedikit, mengingat bahwa bahaya penyalahgunaan senjata api. Itu berarti kemungkinan besar kasus-kasus pembunuhan yang sering terjadi menggunakan sejata api illegal. Sementara yang menggunakan senjata api legal mungkin hanya beberapa, dan sebagian besar kasus tersebut adalah kasus intimidasi.
Menyikapi hal tersebut, menurut hemat saya, permasalah sesungguhnya bukan terletak pada izin senjata api. Namun permasalahnya bertitik tolak pada pelaksanaan prosedur pemberian izin lah yang harus lebih diperketat. Sebagaimana disebutkan dalam Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, bahwa personalitas dari si pemohon harus benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Jika dalam peraturan dikatakan harus sehat secara jasmani dan rohani, maka si pemohon harus benar-benar sehat secara jasmani dan rohani.
Tetapi problema yang sering kita temui di negeri ini bahwa segala sesuatunya dapat diurus dengan uang. Dengan menyediakan sejumlah uang yang telah disepakati antara pihak pemberi izin dengan pemohon, maka izin dapat diterbitkan tanpa melalui prosedur yang telah ditentukan.
Jadi kesimpulannya menurut saya, bahwa tidak ada yang salah dengan pemberian izin kepemilikan senjata api kepada masyarakat sipil selama prosedur penerbitan izin tersebut telah sesuai dengan kaidah yang telah ditentukan. Sebab mempertahankan diri adalah hak dari setiap mahkluk hidup, namun bukan berarti dia berhak untuk mengambil hidup orang lain maupun melakukan intimidasi terhadap orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H