Mohon tunggu...
tanto purba
tanto purba Mohon Tunggu... -

Pemerhati penegakkan hukum

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Oknum Jaksa Nakal yang Menari di Atas Penderitaan Pihak Berperkara

28 Februari 2014   13:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:23 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang teman saya yang tahu benar tentang lembaga kejaksaan, bercerita kepada saya. Dia bilang, oknum jaksa nakal di kejaksaan itu masih banyak. Urip Trigunawan, Cirus Sinaga, Sistoyo, Esther Tanak, Burdju Ronni Alan Felix, Cecep Sunarto, Hendra Ruhendra, Hari Soetopo, Dwi Seno Widjanarko, M Subri dan lainnya adalah sejumlah oknum jaksa nakal yang kebetulan saja (lagi sial) kasusnya mencuat ke publik dan ditangkap KPK.

Di luar nama-nama di atas, sebenarnya, banyak jaksa nakal yang belum atau tidak diketahui publik dan media massa atau ditangani KPK. Aksi para jaksa nakal yang belum atau tidak ketahuan publik dan pemangku kepentingan lainnya itu, tidak konvensional, lebih nakal, lebih canggih, dari aksi-aksi jaksa nakal yang disebutkan di atas. Contoh modus yang sulit dilacak atau tidak ketahuan adalah, si oknum jaksa yang main perkara itu minta kompensasi proyek atas nama saudara atau temannya dari pihak yang berperkara. Aksi-aski nakal semacam itu sulit dilacak dan sulit diketahui pimpinan lembaga kejaksaan itu sendiri. Ada lagi oknum jaksa nakal yang malah bekerja sama dengan oknum wartawan.

Teman saya itu lalu bercerita lagi, tiga tahun belakangan ini (2011-2013), sebenarnya ada sejumlah pejabat di kejaksaan, baik itu di kejaksaan agung maupun di kejaksaan tinggi yang mendapatkan posisi tinggi, namun sebenarnya punya rekam jejak yang tidak bagus. Ada kemungkinan besar pimpinan seperti jaksa agung tidak mengetahuinya. Jadi, di atas permukaan, Jaksa Agung, pimpinan kejaksaan lainnya, masyarakat, bahkan wartawan melihat, wah, si jaksa A di Pidsus atau di gedung bundar, berprestasi, hebat, berhasil menangani/menyelidiki/menyidik/menuntut kasus besar, tetapi di balik itu, oknum-oknum jaksa tersebut juga menjadi pemain. Ya itu tadi, memeras, main kasus alias perkara.

Di kalangan wartawan atau media yang biasa nongkrong di kejaksaan agung tahu persis ada oknum jaksa di gedung bundar (Jampidsus) antara tahun 2012-2013 yang dikenal sebagai pemain kasus, tukang peras para pihak yang berperkara. Katanya sih, jaksa ini “dipake” atau “dimanfaatkan” sama pimpinannya di gedung bundar untuk memeras para pihak yang berpekara.

Anda tahu dan dengar perkara GT 1.2 dan LTE GT 2.1-2.2., proyek listrik Belawan, Sumatera Utara? Kalau Anda mengikuti kasus yang ditangani gedung bundar kejaksaan agung ini, Anda pasti tahu bagaimana kematian tidak wajar yang dialami oleh Almarhum IS. Almarhum IS pada mulanya adalah GM PLN KITSBU, lalu menjadi Direktur Operasional III PT Wijaya Karya (Wika). IS tiba-tiba terjatuh dari JPO Cawang, Sutoyo, setinggi 5 meter, Selasa, 19 November 2013, sekitar pukul 06.45. Kabar yang beredar, Almarhum melakukan upaya percobaan bunuh diri, karena sudah tidak kuat lagi dengan ulah oknum jaksa di Gedung Bundar yang selalu berusaha memerasnya.

Kasus listrik Belawan ini sendiri konon merugikan negara lebih dari setengah trilyun. Seorang tersangka dalam kasus ini yang sekarang ditahan pihak kejaksaan juga sempat marah-marah, mengaku telah rugi besar karena telah nyetor miliaran ke oknum pejabat jaksa gedung bundar di tahun 2013 termasuk oknum wartawan, namun tetap saja jadi tersangka dan kini ditahan. Almarhum IS dan para pihak yang terlibat dalam perkara Refurbish Part sebenarnya sudah pasrah untuk dihukum, tetapi oknum jaksa gedung bundar malah berulah dengan memeras. IS sendiri menanggung beban yang cukup berat. Proyek yang ditangani IS adalah Contingency senilai Rp. 6 miliar dan Refurbish Part merupakan proyek dengan nilai Rp 46 miliar. Namun belakangan proyek ini gagal, tanpa menghasilkan apapun. Laporan pun masuk ke Kejaksaan. Sayang, kasus yang diproses hanya LTE GT.2.1 dan 2.2. Info beredar, pemerasan pun sudah dilakukan sejak tahap penyelidikan. Tragis!

Anehnya lagi menurut teman saya ini, pejabat-pejabat kejaksaan di gedung bundar yang terkait dalam kasus ini malah dipromosikan jadi pejabat tinggi di kejaksaan agung dan jadi kajati di kejaksaan tinggi kelas satu, jadi wakajati dan seterusnya. Oknum-oknum mantan jaksa di gedung bundar ini diduga kuat melakukan pemerasan dalam beberapa perkara besar termasuk perkara BUMN dan korporasi. Kasus apa? Anda coba cari tahu saja kasus korporasi apa saja yang ditangani gedung bundar selama periode 2011-2013 bahkan perkaranya masih diproses sampai sekarang. Menurut teman saya itu, jaksa agung dan lainnya, tidak tahu ulah para oknum jaksa di gedung bundar ini karena selalu memberikan laporan yang bagus, hebat, meyakinkan sehingga dianggap berprestasi kemudian dipromosikan.

Begitulah lembaga kejaksaan. Semoga Jampidsus yang baru lebih baik, bersih, jujur, awasi betul anakbuahnya agar tidak nakal lagi, tidak main kasus/perkara lagi. Jaksa di Pidum, Datun, Intel, pembinaan dan pengawasan juga sama. Janganlah main kasus, jangan memeras dan jangan menari di atas penderitaan para pihak yang berperkara.***

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun