By Nikky
AN: Tulisan yang saya tulis semasa SMA ini adalah sebagai perkenalan dari saya. Terinspirasi dari lagu grup band Jepang beraliran metal bernama Dir en grey dengan lagunya "Mazohyst of Decadence"
*
Hangat. Nyaman.
Perlahan kubuka mataku, hanya ada kegelapan. Tapi aku tahu aku ada, aku hidup, karena aku bernafas dan jantungku berdegup.
Sudah berapa lama aku berada disini? Kucoba menggerakkan tubuhku dan aku bergoyang sedikit; rupanya tubuhku belum sempurna. Tapi tak mengapa, karena waktu akan terasa bagai terbang di dalam kenyamanan ini, lalu nantinya hidupku akan dipenuhi cinta. Kehangatan yang menjalar diseluruh tubuhku tak akan pernah dapat kulupakan; walaupun gelap dan aku kurang menyukainya, tapi aku percaya aku akan segera melihat cahaya.
Cahaya yang kutahu adalah cahaya yang akan menerangi hidupku.
*
Satu bulan sejak pertama kali jantungku berdegup terlewati sudah. Aku banyak merasa tidak enak karena makanan yang masuk ke mulutku macam-macam rasanya dan meninggalkan indikasi yang tidak menyenangkan, tetapi aku tetap bertahan. Ada kalanya tidak ada makanan sama sekali yang mengalir sehingga aku mengalami kesulitan berpikir, tetapi yang kulakukan hanya bertahan.
Aku bertahan hidup untuk orang yang kucintai ini. Dia yang memberiku kehangatan, menyuapiku makan walaupun sangat jarang, dan dia yang menyediakan tempat ternyaman di dunia ini untukku.
Aku bertekad, apapun yang terjadi di dalam sini aku akan bertahan hidup. Aku akan melihat cahaya yang selama ini belum kulihat dan senyumnya yang bermandikan cahaya. Setelahnya aku akan bersyukur kepada Yang menciptakan aku atas segalanya.
Hanya membayangkan hal itu saja aku sudah merasa sangat senang.
*
Satu bulan kemudian aku menjerit. Aku merasakan hentakan kuat yang nyaris meremukkan kepalaku. Akupun berusaha menyelamatkan diri, tetapi kali ini hentakkan itu melukai kakiku.
Aku menangis.
Ada apa ini!?
Kenapa?!
Sakit…
Aku…harus…bertahan…
Sakit…
*
Satu bulan lagi berlalu. Aku tidak dapat mengendalikan kegembiraanku karena tidak lama lagi aku akan keluar, akan dapat melihat cahaya yang kudambakan dan tidak akan terkungkung dalam kegelapan ini lagi. Benar-benar tidak akan lama lagi. Karena kegembiraanku yang terluap-luap ini, aku jadi banyak bergerak dan aku senang tidak ada yang protes kali ini. Sebelumnya, setiap aku bergerak sedikit saja, pasti langsung dihentak.
Selesai meluapkan kegembiraan, akupun memutuskan untuk terdiam sebentar.
Tiba-tiba sesuatu yang aneh terjadi. Tingkat oksigen yang kuhirup menurun dan kegelapan semakin menjadi. Suara-suara yang biasanya kudengar perlahan memelan dan memelan, suasana sontak mencekam.
Jantungku berdegup lebih kencang lagi. Kesenyapan menggerogoti nyaliku, seakan tidak lama seekor makhluk buas akan menerkamku.
Dari kejauhan aku melihat titik putih. Kuamati sebentar, lalu tidak lama titik putih itu melebar…secercah cahaya. Aku terkejut. Ini belum saatnya aku melihat cahaya; aku tahu itu.
Tidak lama sebentuk benda terbuat dari metal datang dari arah itu, menutupi masuknya cahaya. Benda itu panjang, tipis dan di ujungnya terdapat sesuatu yang tampak seperti capit yang tumpul. Dia bergerak ke arahku!
Tuhan! Apa yang akan dilakukannya!?
Aku berusaha menghindar, tetapi benda itu cekatan. Ia menahan lengan bagian atasku dan TASS…aku melihat lenganku melayang di depan mataku. Sakit. Pedih. Darah memenuhi pandangku, aku menjerit-jerit, berusaha melawan.
IBU! IBU! TOLONG AKU!
Sekali lagi capit itu mendekat dan menyambar lenganku yang satu lagi. Kali ini kulawan dengan kakiku, tetapi benda lain yang seperti kait mengait kakiku sehingga aku tidak dapat bergerak. APA INI!?
Lenganku buntung keduanya. Kait itu menarik kaki-kakiku dan merobek mereka.
TUHAN…IBU…IBU, TOLONG AKU! Sakit…sakit sekali…pedih…
Lalu capit itu menghilang, si kait tetap mengawasi tubuhku yang mengeluarkan darah, tanpa lengan dan kaki. Aku memanggil-manggil ibuku, aku menyebutkan segala keinginanku; ingin melihat cahaya, ingin melihat yang mencintaiku, tetapi belum sekarang karena aku tahu…aku tahu…
Lalu suasana kembali senyap. Sebentuk alat seperti kerang yang terkatup mendatangiku. Tanpa kaki, tanpa tangan…apa yang dapat kuperbuat?
Benda itu mendekati wajahku, katupnya terbuka dan menutup dengan segera di kepalaku-
*
“Nona, janin anda sudah keluar.” Seseorang dengan jas putih berkata sambil bekerja dengan alat-alat yang dimilikinya di depan seorang wanita yang terbaring dengan jubah hijau berbau steril dan kaki mengangkang, “Saya harap anda tidak menyesal dengan keputusan anda.”
“Tidak.” Jawab wanita muda itu, dingin. Ia dapat merasakan cairan kental tercampur darah dan cabikkan tubuh tidak sempurna janinnya mengalir keluar dari tubuhnya.
“Dia…si janin, sudah cukup besar.” Sambung si pria.
“Tidak apa.”
Pria itupun menghela nafas.
*
Ibu…
Kenapa aku diperlihatkan cahaya itu sebelum waktunya?
Kenapa aku tidak diperbolehkan melihat wajah ibu?
Aku bertahan di dalam perutmu, tetapi kau membunuhku…kenapa, ibu?
Tidakkah kau mencintaiku?
Tidakkah kau ingin melihatku?
Yang engkau lakukan adalah menghancurkan impianku, meluluhlantakkan harapanku.
Aku hanya ingin hidup, ibu.
Hanya ingin hidup dan melihat senyummu, berkata “Kamu adalah cinta dalam hidupku dan aku akan melindungimu seumur hidupku”.
*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H