Mohon tunggu...
lalu solihin
lalu solihin Mohon Tunggu... -

independent professional consultants

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menantang Inovasi Sektor Kelautan

31 Januari 2014   22:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:16 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Dalam laporan UNTAC tahun 2010 menyebutkan bahwa Indonesia menempati urutan 65 dari 144 negara didunia dalam bidang ekonomi kreatif. Suatu peringkat yang cukup memperihatinkan bagi sebuah bangsa yang tergolong besar ini. kondisi ini sekaligus menjadi tantangan bagi kita semua untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Umumnya, negara-negara yang unggul dalam industry kreatif ini adalah Negara-negara yang telah mengalami krisis sumberdaya alam, sehingga mereka harus berpikir keras untuk bisa eksis dalam persaingan dengan Negara-negara lain di dunia.

Dalam laporan yang sama juga diketahui bahwa birokrasi di negeri ini masih tergolong kurang efisien dengan scor 4,4, disusul oleh tingkat korupsi pada urutan kedua dengan skor 4,3. Menurut penulis, ini adalah dua variable penting yang turut berperan dalam ketertinggalan kita dalam perkembangan industry kreatif di tanah air.

Dari aspek sosial ekonomi, dengan berkembangnya industry kreatif ini akan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar. Semakin maju industry kreatif maka jumlah tenaga kerja yang terserap akan semakin banyak. Sebagai contoh di Amerika Serikat tahun 2003 lalu, jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor industry kreatif sebanyak 2,4 persen dari total tenaga kerja. Kemudian di tahun 2007 meningkat menjadi 4 pesen atau sekitar 5,5 juta tenaga kerja. Sedangkan kontribusi industry kreatif Indonesia tahun 2008 hanya 7.3 persen terhadap GDP. Angka ini lebih tinggi dari tahun 2006 yang hanya sebesar 4,7 persen.

Industry kreatif

Istilah industry kreatif di Indonesia memang belum terlalu familiar di telinga masyarakat kita. Meskipun faktanya industry ini sudah ada dimana-mana dengan beragam jenis maupun tingkatan teknologinya. Secara resmi pemerintahan SBY mulai memperkenalkan tahun 2004 lalu, ketika dibentuk kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif. Itupun masih terbatas pada industry kreatif pada sector pariwisata. Padahal industry kreatif tidak tidak terbatas pada kegiatan yang berkaitan dengan sector pariwisata, tetapi harus merambah kepada seluruh sector ekonomi lainnya.

Menurut Kementerian Perdagangan Indonesia menyatakan bahwa Industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.

Jadi modal utama industry ini adalah otak manusia yang mau berpikir. Oleh karena itu, mereka harus dirangsang untuk berpikir kreatif. Sedangkanuntuk meransang masyarakat untuk mau berpikir kreatif bisa melalui pendidikan formal maupun non formal. Seperti yang dilakukan oleh beberapa negara-negara maju, mereka telah memasukkan mata pelajaran kretifitas ke dalam system pendidikannya.

Tidak demikian halnya dengan Indonesia, kurikulum yang sering berubah-rubah seakan kita belum punya arah kebijakan pendidikan yang jelas. Banyak anak-anak bangsa yang telah disekolahkan oleh Negara dengan biaya yang sangat besar ini, justru banyak yang berkreasi di negeri orang. yang menikmati kreatifitas mereka justru Negara-negara yang sangat menyadari manfaat dari sebuah kreatifitas.

Pada tataran teknologi tinggi, maupun pada tataran teknologi terapan. Keberadaan mereka belum mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Pemerintah cenderung lebih suka membeli teknologi yang sudah siap pakai daripada merangsang anak-anak bangsa untuk kreatif menciptakan teknologi-teknologi baru yang dibutuhkan bangsa ini. misalnya dibidang otomotif, bangsa ini memiliki begitu banyak potensi dibidang teknologi otomotif yang bisa dikembangkan. Sebut saja mobil esemka, mobil listrik Ristek, mobil listrik Dahlan Iskan, mobil listrik Fauzi Bowo, dan mungkin masih banyak lagi anak-anak bangsa yang memiliki potensi lebih dari itu, namun tidak bisa maju karena kurang mendapat tantangan dari pemerintah.

Dari segi pasar, kita memiliki pangsa pasar yang sangat besar. Dengan jumlah penduduk kelas menengah sebanyak 40 juta orang saat ini saja, merupakan peluang pasar yang sangat besar untuk diperebutkan. Apalagi tahun 2040 mendatang diperkirakan jumlah penduduk kelas menengah ke atas akan meningkat menjadi 100 juta lebih, maka dapat dibayangkan pasar yang begitu potensial untuk pasar otomotif.

Seiring dengan hal itu, tidak ada alas an sebetulnya bagi kita untuk mulai menantang anak-anak bangsa yang kreatif untuk mulai bersiap-siap merebut pasar tersebut. apalagi jika pemerintah mau berpihak sedikit terhadap rakyatnya untuk mendapatkan pasar tersebut, maka kita tidak hanya akan menjadi Negara besar dari penduduknya saja, tetapi besar dan disegani oleh Negara-negara lainnya.

Creative ekologi

Dari aspek ekologi, keberadaan industry kreatif sangat berpengaruh positif terhadap kelestarian sumberdaya alam kita, khususnya sumberdaya alam yang ada di laut. Model pembangunan yang hanya mengandalkan eksploitasi sumberdaya alam sebagai sumber pendapatan nasional masanya telah lewat. Kini sudah saatnya kita mulai menata pengelolaan sumberdaya kelautan kita dengan mengembangakan industry kreatif. Dapat dipastikan bahwa jika industry kreatif dikembangkan di sector kelautan, maka kelestarian sumberdaya yang ada di laut akan dapat berkelanjutan.

Setidaknya terdapat 7 subsektor yang menjadi peluang sekaligus sebagai tantangan dalam pengembangan industry kreatif, antara lain sub sector perikanan laut, perhubungan laut, pariwisata laut (bahari), pertambangan laut (gas dan minyak), industry kelautan, jasa-jasa kelautan, dan bangunan kelautan. Selama ini, kontribusi ketujuh sub sector tersebut terhadap PDB Nasional relative masih kecil. Tahun 2005, kontribusi sector kelautan terdapat PDB sebesar 189.13 milyar atau hanya 22,42 persen dari PDB Nasional. Kontribusi terbesar masih dari hasil ekploitasi pertambangan laut (minyak dan gas) (PKSPL IPB, 2005).

Jika kita bandingkan perkembangan industry kreatif di Jepang, Korea, dan Negara-negara maju lainnya, kita memang masih sangat tertinggal. Permintaan Jepang terhadap produk perikanan selalu meningkat setiap tahunnya. Namun mereka tidak pernah mengalami krisis ikan. Mereka sudah menjadikan ikan sebagai salah satu makanan utamanya. Berbagai produk olahan yang berbahan dasar ikan sangat bervariasi, dan kebutuhan mereka terhadap ikan dari luar negeri sangat tinggi.

Tidak demikian halnya dengan masyarakat Indonesia yang masih mengesampingkan ikan sebagai salah satu makanan utama. Ketergantungan kita terhadap daging impor sangat tinggi. Padahal katanya kita memiliki lahan yang sangat luas untuk membudidayakan peternakan sapi. Seharusnya kita mulai mengurangi ekspor ikan mentah dan menggantinya dengan mengekspor produk ikan olahan yang menjadi kebutuhan mereka, termasuk konsumen di Negara-negara lainnya.

Pengelolaan sumberdaya kelautan harus didorong meuju industry kreatif, agar masyarakat tidak hanya mengharapkan pendapatan dari hasil eksploitasi ikan dan sumberdaya kelautan lainnya saja. Tetapi bagaimana mengolah sumberdaya tersebut menjadi beragam produk olahan yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Selain mendapatkan revenue yang lebih besar,juga dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa di dunia industry kreatif.

Sedangka dalam jangka panjang, konsep intergenerational equity maupun intragenerational equity dapat dimplementasikan dengan baik. Artinya, sumberdaya ini dieskploitasi secara besar-besaran untuk mengejar keuntungan generasi saat sekrang saja, tetapi juga dapat dinikmati oleh generasi-generasi yang akan datang. Sedangkan intragenerational equity-nya dapat diakses oleh semua orang secara adil.

Ketika harga daging sapi impor naik, masyarakat mulai panic. pemerintah melalui kementerian kelautan dan perikanan seharusnya menjadikan kesempatan ini sebagai peluang untuk mengajak masyarakat mengkonsumsi ikan sebagai substitusi atas daging sapi. Potensi perikanan kita sangat besar, saking besarnya potensi tersebut, pemerintah menyerahkan penangkapannya kepada pihak asing dengan imbalan fee yang tidak proporsional.

Lalu Solihin: mahasiswwa program doctor Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika IPB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun