Isu dualisme di Golkar seakan tidak pernah hentinya. Setelah masalah Golkar Ancol dan Bali, kali ini muncul antara pendukung Ahok atau tidak. Selain itu yang menarik adalah dualisme di Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Organisasi yang awalnya adalah binaan kader Golkar ini terbelah menjadi dua yaitu kubu Muhammad Rifai Daus dan Fahd A. Rafiq.
Dualisme ini pun digunakan oleh berbagai pihak untuk mengakomodir kepentingannya. Misalnya terlihat Fahd A. Rafiq condong ke kubu Setya Novanto dengan dibuktikan melalui Rakernas II DPP KNPI kubu Rafiq. Saat itu pula ada Luhut Panjaitan yang sering disebut berada di balik nama Setya Novanto menjadi Ketua Umum Golkar. Hal ini ditambah dengan diangkat Fahd A. Rafiq sebagai ketua bidang pemuda dan olahraga Golkar.
Polemik kubu Rafiq ini pun kembali menguat saat ini, Rafiq meminta Setya Novanto untuk menurunkan Ade Komarudin dari kursi Ketua DPR. Hal ini disebabkan karena Akom hadir saat acara diskusi tentang RUU Tax Amnesti yang diselenggarakan di Mandarin Hotel. Surat pun sudah dibuat dan ditujukan kepada Setya Novanto.
Sekarang pun beredar isi percakapan Fahd A. Rafiq di sebuah grup chatting yang mengeluarkan kata-kata kasar. Dia bertindak sangat diktator dan merasa punya kekuatan tanpa mengedepankan diskusi, musyawarah atau pendekatan lainnya. Apakah ini salah satu cara untuk “menggoyang” Akom?
Seperti kita ketahui bahwa ketika Ade Komarudin maju menjadi calon ketua umum Golkar, dirinya berusaha dijatuhkan oleh kubu Setya Novanto. Aburizal Bakrie pun disinyalir tidak suka terhadap dirinya karena Akom adalah sosok yang kerap menentang atau mengkritisi ARB. Kita pun harus memaklumi kenapa Fahd melakukan hal tersebut, karena dia ada di pihak Setya Novanto dan menjadi tim suksesnya.
Jika kita melihat ke belakang, kita tentu ingat bahwa Fahd A. Rafiq pernah mendekam di penjara atas kasus korupsi DPID tahun 2011. Sehingga wajar jika aksi yang dilakukan Fahd A. Rafiq seperti ini dalam merespon Akom yang hadir di acara KNPI Muhammad Rifai Daus. Tapi kita tidak hanya melihat sikap dia yang berkata kasar dan kurang pantas, kita harus melihat agenda dibalik itu semua yang berujung pada penurunan Akom sebagai ketua DPR. Jika sampai itu terjadi, niat rekonsiliasi saat Munaslub patut dipertanyakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H