Crustacea atau udang udangan merupakan salah satu penghuni perairan tawar maupun lautan yang terdiri lebih dari 52.000 spesies dengan ciri khas memiliki ruas cangkang keras pada lapisan tubuhnya. Salah satu dari kelasnya yaitu Ostracoda ini ternyata pernah digunakan oleh tentara Jepang sebagai peralatan saat Perang Dunia Ke-II. Yaitu Cypridina hilgendorfii yang dikenal dengan kunang-kunang laut (ostracoda) ini pernah digunakan para tentara untuk membaca surat-surat penting di keadaan gelap gulita. Cypridina hilgendorfii ini dibawa oleh mereka dalam keadaan serbuk atau kering, sehingga Ketika dibutuhkan mereka hanya perlu menggosok atau menaburkannya pada telapak tangan.Â
Penelitian mengenai Cypridina hilgendorfii ini pernah dilakukan di Jepang oleh SCHMITT (1973), dia menjelaskan bahwa E. Newton Harvey dalam penemuannya terhadap bioluminescent mengungkapkan bahwa penggunaan bubuk ini dilakukan dengan percobaan memasukan ratusan ekor Cypridina hilgendorfii dan air laut ke dalam satu wadah tabung dan hasilnya Cypridina hilgendorfii ini dapat mengeluarkan cahaya terang selama kurang lebih 15 menit dan ternyata selain air laut Cypridina hilgendorfii ini mampu mengeluarkan cahaya dengan cepat menggunakan alkohol saat setelah mereka mati dan mengering. Mengapa hal ini bisa terjadi ?
Seperti yang kita tahu, bahwa Ostracoda (kunang kunang laut) ini mampu mengeluarkan dan merubah cahaya pada tubuhnya sesuai dengan kondisi dan habitatnya. Proses keluarnya cahaya (luminesens) ini terjadi di dalam kelenjar khusus di bagian bawah kepala udang yang dimakan dapat memproduksi substansi penyebab timbulnya cahaya dan mengeluarkan sekresi dalam jumlah besar dan selanjutnya akan bercampur dengan gelombang air yang kuat kemudian cahaya akan terpancar. Selain itu mereka juga diketahui dapat menjadi reflector intensitas cahaya yang terpancar dengan bantuan lensa-lensa yang mereka miliki.Â
Menurut penelitian yang dilaksanakan oleh RAO pada 1985 Crustacea mengeluarkan cahaya dari tubuhnya untuk menghindari predator dan menarik hewan lain dengan mengeluarkan cahaya gelap dan terang sekaligus secara spontan sehingga musuhnya akan pergi. Berbeda ketika ada cahaya bulan ataupun lampu mereka akan bersembunyi di balik batu karena mangsa bisa saja datang karena cahaya yang ia miliki menjadi kurang efektif.Â
Selain memiliki pancaran cahaya yang unik, crustacea juga memiliki berbagai pigmen warna pada bagian cangkang keras nya, hal ini karena crustacea memiliki suatu zat yang dinamakan "Chromatophore" atau zat pembentuk warna yang terdiri dari chromatophore monokromatik yang dapat menimbulkan satu jenis warna yaitu melanophore (hitam dan coklat), eriophora (merah), leucophore (putih) dan xanthophore (kuning) serta jenis pigmen yang memberikan hanya satu atau dua pigmen warna yang dan umumnya jarang ditemukan yaitu Chromatophore Polikromatik seperti pigmen erythrophore (warna merah dan biru saja).
Keberagaman warna pada crustacea ini umumnya membuat mereka mampu melakukan perubahan warna (mimikri) dalam kondisi apapun sesuai dengan kondisi sekitarnya, dengan tujuan melindungi diri dari predator dan bahaya seperti contoh jika mereka sedang berada di lingkungan alga merah, maka mereka akan menyesuaikan warna menjadi kemerah-merahan. Menurut penelitian GHIDALIA 1985, Perubahan warna pada crustacea dipengaruhi oleh umur mereka, dimana semakin tua umur mereka maka perubahan warnanya pun akan semakin lama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H