Mohon tunggu...
Nabila Aulia Hasrie
Nabila Aulia Hasrie Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi

BA (Hons) - Queen's University of Belfast, the UK MA - Columbia University, the US

Selanjutnya

Tutup

Hukum

20 Tahun RUU PPRT Belum Disahkan DPR, Bagaimana Skema Perlindungan Hukum Pekerja Rumah Tangga saat Ini?

24 Oktober 2024   12:38 Diperbarui: 29 Oktober 2024   03:44 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Banyak pekerja rumah tangga yang mengalami masalah serius. Kondisi kerja mereka buruk mengingat pekerjaan rumah tangga yang terkategorisasi sebagai pekerjaan informal, yang tidak tercakup dalam undang-undang ketenagakerjaan nasional dan peraturan pemerintah yang memberikan perlindungan kepada pekerja di sektor lain. Akibatnya, pekerja rumah tangga tidak hanya tergolong sebagai pekerjaan dengan gaji terendah dan kondisi kerja terburuk di Indonesia, tetapi juga terus menjadi posisi yang paling rentan terhadap eksploitasi dan pelecehan.

Walau banyak pekerja rumah tangga yang mampu melaksanakan tugas mereka dengan cara yang saling menguntungkan dan tanpa menghadapi kesulitan besar dalam hubungan kerja mereka, beberapa lainnya menghadapi masalah serius dan pelecehan. Pekerja rumah tangga berada dalam posisi rentan, yang disebabkan oleh banyak faktor:
1) Pekerjaan rumah tangga tidak dianggap sebagai 'pekerjaan' formal di Indonesia, yang berarti bahwa pekerja rumah tangga dikecualikan dari undang-undang ketenagakerjaan nasional, yang memberikan hak-hak dasar kepada pekerja di sektor lain. Ini berarti bahwa tidak ada peraturan mengenai gaji minimum, jam kerja, cuti, asuransi, dll. untuk pekerja rumah tangga dan masalah-masalah ini sebagian besar diserahkan kepada pemberi kerja untuk menentukannya;
2) Pekerja rumah tangga sebagian besar tinggal di rumah majikan mereka, yang berarti bahwa kondisi kerja mereka dan perlakuan yang mereka terima sebagian besar tersembunyi dari pandangan publik;
3) Pekerja rumah tangga sering bekerja jauh dari rumah mereka, sehingga mereka terisolasi dan tidak memiliki teman atau saudara untuk dimintai bantuan.

Pekerja rumah tangga mungkin menemukan diri mereka dalam kondisi kerja yang eksploitatif:

1) Mereka sering kali harus bekerja berjam-jam (kadang-kadang hingga 20 jam) dan tidak diberikan waktu istirahat yang cukup; dalam sebuah survei di antara pekerja rumah tangga di Jawa, 39% menyatakan bahwa mereka tidak diizinkan untuk memiliki waktu istirahat
2) Sering kali, pekerja rumah tangga tidak mendapatkan hari libur: sebuah survei menemukan bahwa 55% responden tidak mendapatkan hari libur mingguan
3) Sering kali, majikan tidak membayar jumlah gaji yang dijanjikan, atau bahkan tidak membayar gaji sama sekali selama beberapa bulan
4) Banyak pekerja rumah tangga menghadapi kondisi hidup yang tidak memadai dan tidak diberikan cukup makanan
5) Kadang-kadang, pekerja rumah tangga dicegah meninggalkan rumah dan/atau meninggalkan pekerjaan mereka

6) Majikan sering menyita identitas dan dokumen perjalanan pekerja mereka
7) Beberapa pekerja rumah tangga juga menghadapi kekerasan serius, seperti kekerasan mental (kata-kata kasar, makian, dll.), kekerasan fisik (pemukulan, omelan dengan air atau minyak, tarikan rambut, dll.), dan kekerasan seksual (termasuk sentuhan yang tidak pantas dan bahkan pemerkosaan) oleh anggota keluarga majikan. Dalam sebuah survei yang dilakukan terhadap pekerja rumah tangga di Jakarta dan sekitarnya, 161 dari 173 responden menyatakan bahwa mereka telah mengalami beberapa bentuk kekerasan fisik. 118 orang mengalami kekerasan mental dan 73 orang menyatakan bahwa mereka menderita pelecehan dan kekerasan seksual
8) Pekerja rumah tangga juga dapat berada dalam kondisi kerja paksa atau terikat. Hal ini terjadi ketika mereka dipaksa bekerja di rumah tangga tertentu untuk membayar utang keluarga atau utang lainnya.

Tidak ada undang-undang di Indonesia yang secara khusus melindungi pekerja rumah tangga. Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 menetapkan hak-hak standar bagi pekerja di Indonesia, yang didefinisikan sebagai "setiap orang yang bekerja dan menerima upah atau bentuk imbalan lainnya". Ini termasuk pekerja rumah tangga. Namun, penafsiran undang-undang saat ini mengecualikan pekerja rumah tangga dari cakupannya, yang berarti bahwa pekerja rumah tangga saat ini tidak diberikan perlindungan berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Ada beberapa undang-undang lain di Indonesia, yang memberikan hak-hak umum kepada pekerja rumah tangga.

Ini antara lain:
1) Konstitusi, yang memberikan semua warga negara Indonesia hak-hak dasar dan perlindungan, termasuk hak untuk menerima kompensasi yang adil dan wajar dari hubungan kerja (28D(2));
2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang melarang misalnya segala bentuk kekerasan mental, fisik atau seksual;
3) UU Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang melarang segala tindakan yang mengakibatkan penderitaan baik secara fisik, seksual, maupun psikologis atau segala tindakan penelantaran.
4) UU Perlindungan Anak, yang memberikan perlindungan khusus kepada orang yang berusia di bawah 18 tahun;
5) UU Anti Perdagangan Orang, yang melarang segala bentuk perdagangan manusia.
Namun, undang-undang ini tidak memberikan perlindungan yang memadai bagi pekerja rumah tangga di Indonesia. Pertama, kurangnya pengawasan terhadap kondisi kerja dan perlakuan terhadap pekerja rumah tangga. Kedua, bahkan jika seorang pekerja rumah tangga menghubungi pihak berwenang, undang-undang ini seringkali tidak ditegakkan secara memadai. Selain itu, bidang-bidang penting dalam hubungan kerja (seperti jam kerja, cuti, pembayaran gaji, pemutusan hubungan kerja, dll.) tidak diatur oleh undang-undang ini.

Pada konvensi internasional, yang memberikan hak-hak dasar dan perlindungan, dan yang telah dipatuhi oleh pemerintah Indonesia. Ini adalah, yang terpenting:
1) Konvensi hak asasi manusia PBB yang memberikan hak-hak dasar atas keamanan dan kebebasan bagi setiap orang dan/atau kategori orang tertentu:
-Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik
-Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
-Konvensi tentang Hak-Hak Anak
-Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat.
2) Konvensi ILO yang mendasar, yang memberikan hak dan perlindungan penting bagi orang-orang dalam hubungan kerja:

Lantas, mengapa para PRT memerlukan perlindungan tambahan? Kenyataan bahwa pekerjaan rumah tangga dianggap sebagai pekerjaan informal di rumah tangga pribadi majikan berarti tidak ada kontrol negara atas kondisi kerja pekerja rumah tangga. Selain itu, beberapa undang-undang yang memberikan perlindungan dasar bagi pekerja rumah tangga tidak ditegakkan secara memadai. Hal ini berarti bahwa pekerja rumah tangga yang menghadapi masalah sering kali tidak memiliki siapapun untuk dimintai bantuan. Jika mereka pergi ke polisi, petugas polisi sering kali memaksa pekerja rumah tangga untuk menyelesaikan sendiri perselisihan dengan majikan mereka daripada membantu mereka mengajukan pengaduan.

Oleh karena itu, pemerintah dan DPR harus bekerja sama dalam menuntaskan permasalahan ini melalui segala mekanisme, termasuk hukum. Sebagai pembuat kebijakan, keduanya diharapkan dapat mengesahkan RUU PPRT yang selama 20 tahun terakhir belum juga disahkan, mengingat kondisi mendesak yang dialami para pekerja rumah tangga di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun