Apa esensi dari restrukturisasi TNI yang dilakukan pada awal tahun 1980-an? Secara formal, hal ini dilakukan atas maksud likuidasi dari seluruh lapisan yang dianggap 'kelebihan staf', gabungan pelayanan-komando antar daerah - Kowilhan dan Kostranas - serta konsolidasi unit pengendalian di tingkat regional.Â
Sejauh menyangkut Angkatan Darat, keenam belas Komando Daerah (Kodam I-X, XII-XVII) telah digabungkan menjadi sepuluh Komando Daerah gaya baru, menghasilkan struktur yang sangat mirip dengan tujuh "TT" (Tentara dan Territorium) pada awal tahun 1950-an, sebelum dimulainya pemekaran daerah panglima perang dan kebijakan perpecahan dan pemerintahan etnis yang dilakukan secara sadar oleh Pemerintah Pusat.Â
Dengan demikian, Kodam 1 baru (gabungan Kodam I-III) mencakup zona yang hampir sama dengan TT/I lama (hanya menambahkan Kepulauan Natuna), sedangkan Kodam 2, 3, 4, 5, dan 6 (eks Kodam IV, VI, VII, VIII, dan gabungan dari IX, X, dan XII), bertepatan dengan TT/II yang lama, TT/III, TT/IV, TT/V, dan TT/VI.Kodam 7 (penggabungan Kodam XIII dan XIV) mencakup inti dari apa yang sebelumnya disebut TT/VII.Â
Meskipun struktur pada tahun 1985 berbeda dengan yang ada pada tahun 1955, penjelasannya terletak pada urgensi politik-militer kontemporer.Â
Bentuk Kodam 8 (gabungan Kodam XVI [Maluku] dan XVII [Irian Jaya]), yang bermarkas di Jayapura, mencerminkan keprihatinan serius terhadap pemberontakan OPM (Organisasi Papua Merdeka) dan pelarian ribuan warga Irian secara besar-besaran dan 'memalukan' ke seluruh penjuru dunia, terutama perbatasan Indonesia-Papua New Guinea.Â
Demikian pula Kodam 9 (eks-Kodam XVI) hadir terutama untuk melakukan efisiensi terhadap perang yang terus berlanjut melawan perlawanan nasionalis Fretilin di Timor Timur yang diduduki.Â
Kodam 10 (eks-Kodam V), sebaliknya, mengendalikan wilayah metropolitan Jakarta yang penting secara politik; zona di mana setiap kudeta yang berhasil harus dilakukan.
Sejumlah mantan pimpinan Kodam diturunkan statusnya menjadi TNI Komando Resor (Korem), dianalogikan dengan Komando Distrik Militer (KDM) awal tahun 1950-an; misalnya Kodam IX (Kalimantan Timur), X (Kalimantan Selatan), dan XV (Maluku) yang lama; yang lain mewakili kelompok kecil Korem, misalnya Kodam lamaI (Aceh), II (Sumatera Utara), III (Sumatera Barat/Riau), XII (Kalimantan Barat), XIII (Sulawesi Utara), XIV (Sulawesi Selatan), dan XVII (Irian Jaya).Â
Murdani telah menyatakan bahwa dia memperkirakan pada akhirnya akan ada sekitar empat puluh orang yang akan mengisi jabatan Panglima Korem.
Semua Panglima Kodam yang baru harus mempunyai pangkat yang sama, yaitu Mayor Jenderal, berbeda dengan praktek sebelumnya dimana Panglima Kodam di Pulau Jawa biasanya mempunyai pangkat satu tingkat lebih tinggi dibandingkan dengan Panglima Kodam di Luar Pulau Jawa.
 Dalam konteks ini, penting untuk dicatat bahwa semua brigade infanteri teritorial yang ada sebelumnya telah dibubarkan secara resmi dengan alasan bahwa brigade-brigade tersebut terbukti terlalu membebani APBN, dan dalam praktiknya tidak pernah mengambil aksi lapangan sebagai unit seukuran brigade.Â