Mohon tunggu...
Laksmi Kinasih
Laksmi Kinasih Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang ibu yang membaca dan menulis untuk mendidik anaknya.

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Janji Bunga Matahari

22 Februari 2012   05:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:20 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang berakhirnya musim gugur, bunga matahari merasa kepala bunga mereka semakin berat. Rupanya biji-biji bunga matahari mulai terbentuk! Semakin sulit bagi mereka untuk menggerakan bunganya ke timur dan ke barat. Warnanya yang menyala, mulai memudar. Suatu pagi yang dingin, angin musim gugur membawa kabar sedih bagi Sang Matahari, "Wahai matahari! Kawan-kawan kecilmu, bunga matahari, tak lagi mengikutimu ke timur dan ke barat. Mereka hanya tertunduk, menghadap ke timur." Matahari sangat sedih, ia hanya menyinari padang rumput selama beberapa jam dan menghilang ditelan kaki langit. Di tengah kesedihannya turunlah hujan lembut musim gugur di padang rumput itu. Bunga-bunga matahari menggigil kedinginan. Biji-biji kehitaman memenuhi kepala bunga membuatnya semakin menunduk.

Di kejauhan hutan-hutan berubah warna. Daun yang hijau berubah menjadi kuning lembayung. Ada pula yang berubah menjadi merah menyala. Pagi itu, keluarga Pak Gustav sibuk membungkus bunga matahari dengan kantung kertas kecoklatan. Biji bunga matahari yang matang sangat disukai burung dan tupai nakal. Pak Gustav tidak mau biji bunga mataharinya dicuri oleh makhluk-makhluk kecil itu.  Seminggu kemudian Pak Gustav memotong bunga-bunga matahari yang kini tak cantik lagi. Dibawanya bunga-bunga itu pulang. Kesibukan membuat minyak pun dimulai.

Kesedihan matahari berlangsung sepanjang musim gugur yang tersisa bahkan juga musim dingin. Ia jarang menyinari padang rumput. Ia hanya muncul sekali-sekali meratapi kawan-kawan kecilnya yang pergi entah ke mana. Sampai pada suatu pagi di musim semi, Matahari melihat alur-alur hijau memenuhi padang rumput lagi. Ah, ternyata, kawan-kawan kecilnya kembali tumbuh! "Asyik, aku takkan kesepian lagi sepanjang musim semi dan musin panas," serunya. "Tuan Matahari, tahukah kau? Janganlah bersedih lagi! Kami selalu kembali pada musim semi!" janji bunga matahari riang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun