Mohon tunggu...
Syasya_mama
Syasya_mama Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Ibu 2 Putri, Indonesia - Korea 가는 말이 고와야 오는 말이 곱다 (Jika kata yang keluar baik, kata yang akan datang pun akan baik )

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Sulitkah Usaha Kecil Berkembang di Korea?

21 Mei 2016   16:26 Diperbarui: 21 Mei 2016   19:10 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gmbr. nicgoon.tistory.com

Ini sesuai pengalaman saya yang ingin berwirausaha kecil-kecilan di Korea, mengingat anak-anak sudah lumayan mandiri hanya perlu diawasi saja setiap hari jadilah mencoba berwirausaha. Sebenarnya suami lebih senang saya menjadi ibu yang full untuk anak-anak tanpa harus disibukkan urusan pekerjaan. Namun, jika dulu saat anak-anak masih kecil okelah. Ketika anak sudah mulai besar dan saya sudah mulai bernapas lega karena gak perlu lagi nyuapin makan, gak perlu lagi mandiin. Jadi waktu nganggur saya banyak, saya ingin membantu perekonomian keluarga. Toh usaha yang ingin saya rintis juga masih di dalam rumah.

Dengan mengantongi ijin usaha dari pemerintah Korea atas nama suami yang memang berkewarganegaraan sana jadi mulailah saya mencoba berwirausaha. Awalnya saya coba jualan online, jadi saya tak perlu pergi keluar rumah dan usaha yang saya jalankan hanya melalui komputer.  Melalui sebuh mall online yang paling tepercaya di korea, yaitu Gmarket. Saya coba membuka sebuah toko. Barang yang saya tawarkan adalah tas wanita, mengingat saya suka sekali dengan berbagai macam tas, jadi kalaupun tak habis terjual bisa dipakai sendiri.

Saya memperoleh barangnya dari sebuah toko di mall grosir kalau orang Korea bilang Domeekkuk. Yang menjual barang di toko mall grosir biasanya mereka memproduksi barangnya sendiri dengan kata lain mereka punya pabriknya. Buat sendiri jual sendiri tak jarang mereka juga punya web jualan perusahaan sendiri (awalnya saat itu saya taunya mereka tak menjual secara eceran).

Setelah beberapa tas coba saya pilih dan saya beli dengan harga grosir. Saya perhitungkan harga beli dan harga jualnya saya perhitungkan dengan seksama, agar sesuai dan tidak mengalami rugi mengingat sewa toko di mall online Gmarket tidaklah murah juga sewanya. 

Jadilah harga yang saya tawarkan banyak pertimbangan. Contohnya harga barang yang saya beli dan ditambah biaya sewa di mall Gmarket pantaskan jika saya kasih harga 15% hingga 30% dari uang saya keluarkan untuk satu buah barang? Jika saya kasih harga seperti itu apakah masuk di akal dengan kondisi barangnya atau tidak? Banyak pertimbangan dan yang paling saya pegang prinsipnya adalah untuk sedikit tak menjadi soal yang penting banyak lakunya. JIka satu keuntungan besar tapi cuma itu yang terjual ya sama juga boong? Mending juga banyak terjual tapi keuntungan per pcs-nya sedikit.

Setelah berhari-hari sudah saya pajang tas tersebut di toko online, belum juga ada yang membelinya. Seminggu kemudian ada yang pesan. Cara pengiriman barang di Korea juga gampang saya bisa lewat online. Jadi jika ada yang beli saya langsung pesan pengirimannya, besok petugas dari tempat pengiriman online yang saya pesan datang. Dan besoknya orang yang memesan barang dari saya sudah bisa terima. Jadi selama ini saya bekerja benar-benar dari balik layar komputer. Jika pergi saya bisa awasi lewat layar HP, mengingat jaringan internet di mana-mana ada jadilah saya tak khawatir ada pemesan yang terlewatkan.

Saya sempat heran kenapa barang yang bagus seperti itu kurang diminati padahal tas yang saya tawarkan sedang tren di Korea. Iseng-iseng saya coba ubek-ubek beberapa mall online serupa dan saya terkejut ternyata si pemilik nama toko grosir ikut-ikutan menjual barang yang sama dengan yang saya jual di mall eceran tersebut dengan harga satuannya juga sama dengan yang grosir. Terang saja saya gak habis pikir kok bisa ya? Jika demikian, pemilik toko grosir tersebut mematikan usaha kecil seperti saya. Pantas saja banyak orang yang mencoba jualan online memilih tutup karena mereka kalah bersaing masalah harga. Saya saat memulai usaha tersebut tak memikirkan  sejauh ini. 

Jika terus-terusan seperti ini terang saja barang yang saya jual gak laku. Saya mesti bersaing harga dengan toko grosir. Karena geregetan dengan hal itu kok bisa sampai terjadi saya putar otak gimana caranya biar usaha saya jalan. Oho ternyata saya punya solusinya, karena di mana-mana yang namanya tas ya begitu begitu aja jadilah saya punya inisiatif membuat model sendiri dan jual sendiri. Jadi barang yang saya jual cuma saya yang punya model dan barangnya. Allhamdulillah suami mendukung, saya pun mempekerjaan seorang tukang jahit tas. Sesuai keinginan saya maunya bentuk tas seperti apa, suami yang menggambar desainnya di sela-sela waktu malam saat ia berada di rumah dan iya buat pola lewat komputer, di-print dan esoknya saya yang mempotong polanya. 

Ibu yang saya pekerjakan untuk menjahit ia yang menjahitnya. Barang-barang yang saya butuhkan untuk mendukung tas sudah saya persiapkan terlebih dahulu. Saya membeli bahannya lewat pasar khusus menjual bahan-bahan untuk membuat tas dan juga sepatu, karena saya tak membuat barang yang banyak jadilah bahan yang saya beli juga tak banyak. Setelah dihitung-hitung dengan biaya produksi dan biaya sewa toko online ternyata tetap saya kalah bersaing masalah harga dengan toko grosir yang emang dia punya pabrik untuk memproduksinya dan mereka bisa beli bahan baku dengan harga yang jauh lebih murah daripada saya yang membeli hanya beberapa yard saja. 

Akhirnya saya putuskan untuk menekan harga produksi dengan membeli bahan baku dari limbah pabrik, jadi harga bahan baku yang saya punya sangat miring. Kebetulan ada teman suami yang pekerjaannya di bidang itu. Setelah jadi tas dihitung dengan ongkos jahitan, sewa toko online dan beberapa hal lagi jadilah tas yang saya tawarkan mampu bersaing dengan pemilik toko grosir. Saya jadi mikir bagaimana jika kami tak membeli bahan limbah? dan tak mampu membuat design dan pola tas sendiri? Dipastikan usaha kami yang baru dirintis hanya seumur jagung doang. Sekarang saya hanya bersaing masalah model tasnya saja, bukan lagi masalah harganya. Walaupun bahan baku yang saya beli adalah limbah dari pabrik tetap kondisinya masih baru. Limbah tersebut hanyalah sisa-sisa saja, tapi jangan salah walaupun sisa ia mampu untuk dibuat tas 50 pcs. 

Pataslah sekarang jamannya pabrik tas memproduksi tas dan menjual tas sendiri. Hiksss jika begini di Korea usaha kecil sangat sulit berkembang karena tak mampu bersaing dengan perusahan besar. Jaman yang serba internet, informasi apa pun menggunakan internet jadilah cara berdagang orang juga sekarang lebih mudah. Bukan hanya tas, tetapi sepatu, baju juga demikian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun