Mohon tunggu...
Syasya_mama
Syasya_mama Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Ibu 2 Putri, Indonesia - Korea 가는 말이 고와야 오는 말이 곱다 (Jika kata yang keluar baik, kata yang akan datang pun akan baik )

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Seminggu di Malaysia, Kapok!

19 Januari 2016   00:14 Diperbarui: 19 Januari 2016   08:38 10422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Pernah denger lagu Semalam di Malaysia? kalau tahun 90-an sudah remaja pasilah pernah dengar lagu ini. Karena lagu inilah yang mengilhami saya buat nulis dengan judul "Seminggu di Malaysia" he3 ^_^. Ngapai seminggu di Malaysia? Hem ternyata seminggu dimalaysia saya nemu beberapa hal yang  sayang jika tak saya tuliskan di K ini. Perjalanan saya ke Malaysia bukan karena mau jalan-jalan tapi karena ada urusan pekerjaan suami jadilah saya memutuskan ikut dengan suami sekalian nemenin dan ujung-ujungnya jadi bisa bulan madu ^_^ 

Pertama kali menginjakkan kaki ke tanah Malaka beberapa orang yang lihat saya seperti udah tahu kalau saya tuh orang Indonesia. Mungkin dilihat dari hijab dan juga wajah saya yang serupa tapi tak sama dengan mereka. Beberapa dari mereka pasang wajah tidak bersahabat.  Karena pas saya datang waktu itu Malaysia sedang dilanda kabut asap yang katanya tuh kabut kiriman dari Indonesia.

Sebenernya saya gak ambil pusing dengan pemberitaan tersebut karena siapa suruh kabut asap kabur ke Malaysia. Saya cuma prihatin moga kejadian serupa gak terulang kembali baik di Indonesia dan Malaysia. Sebagai orang Indonesia saya cuek aja lah bukan salah  saya, lagian sapa suruh asap sampai terbang ke sana. Kalau asapnya punya saya boleh lah tuh  saya di cembetutin. -_- Saya sampai mikir duh kasihannya para TKI yang bekerja di Malaysia moga-moga mereka diperlakukan baik di negeri ini.

Sampai di hotel sambutan terhadap tamu juga biasa-biasa saja, tapi anehnya dengan suami saya kok yo beda banget apa karena ia keliahatan bukan orang Indonesia. Terserah mereka deh, yang penting saya tetap ramah pada mereka. Malam pertama setelah mencicipi makan di restoran India Arab, kami lebih banyak menghabiskan malam didalam kamar hotel sambil lihat suasana malam di Malaysia lewat jendela kamar hotel. Menarik memang menikmati suasana malam hanya berdua dengan suami, melihat lampu-lampu yang bercahaya disana sini ditambah lagi cuaca yang terang benderang. Emang suasana begini Adem ^_^ tapi pas inget di cembetutin orang Malaysia jadi pingin pulang -_-

Hari kedua setelah urusan suami beres kami coba jalan-jalan kesebuah Mal di Kuala Lumpur "Berjaya Times Square". Mal tersebut saya katakan mal yang megah dan mewah itulah kesan yang saya tangkap, cuma sayangnya nih mal sepi pengunjung. Ahhh apakah karena bukan hari libur jadi mal nya sepi gitu ya. Padahal kalau di Jakarta mal hari biasa aja rame apalagi hari libur hehehe. Jangan-jangan orang Malaysia emang gak suka ke mal kali ya. Saya beli beberapa hijab yang murah meriah di mal tersebut buat oleh-oleh. 

Ada hal yang menarik saat kami mau pulang ke hotel, kami naik taksi yang ternyata supirnya ngaku sebagai orang Indonesia tapi logatnya logat Malaysia. Awalnya tuh supir bilang duluan "Dari Indonesia ya bu? Saya juga orang Indonesia bu"  ucapnya menerangkan.

Denger pak supirnya dari Indonesia senang banget dong secara ketemu sebangsa dan setanah air di negeri orang seperti nemu air dipadang pasir "Indonesianya mana pak?" tanya saya antusias. Setelah dijelaskan panjang lebar kalau tuh si bapak aslinya dari Dumai (Riau) tapi sudah jadi WN Malaysia sejak tahun 90 an. Kecewa deh saya hikss "Loh kalau gitu bukan orang Indonesia lagi dong pak? namanya tuh mantan orang Indonesia" ucap saya sambil kasih senyum. 

Sopir tersebut ketawa dan coba terangkan kenapa sampai ia jadi WN Malaysia. Dari cerita-ceritanya tuh si bapak bangga banget karena sudah jadi WN Malaysia. Dengan ia jadi  WN Malaysia ia sudah sanggup kuliahin anaknya yang 3 menjadi sarjana walaupun pekerjaanya sebagai supir taksi. Coba kalau ia tetap jadi WNI mungkin pekerjaanya yang cuma supir taksi pastilah gak sanggup kuliahin anaknya.

Saya dan suami cuma dengerin ucapanya, gak ikut menimpali padahal mulut ini gatal pingin bilang "Wee pak, bapak saya aja cuma buruh biasa tapi bisa juga tuh kuliahin 7 anaknya, itu di Indonesia lo kejadianya" cuma saya gak mau bilang. Sayakan lagi di negeri orang tar si bapak bisa esmosi jadi berabe, kalau sampai ribut di negeri orang. Masalah deh itu namanya.

Padahal mah kalau dipikir-pikir pekerjaan apapun kalau emang punya niat dan tekat yang bulat mau mensarjanakan anaknya sih bisa aja, mau ia supir taksi kek mau ia tukang mie ayam kek. Dimana ada niat disitu pasti ada jalan. Buktinya orangtua saya sendiri.

Supir taksi masih oceh-oceh menceritakan kehebatan negara tempat ia mencari segenggam berlian, saya dan suami cuma manggut manggut menderangkannya. Setelah dekat hotel saya bilang deh sama si bapak supir taksi " Pak, sudah jadi WN Malaysia, bisa hidup enak disini karena katanya pemerintahnya jamin kesejahteraanya, tapi kok tetap ngaku kalau bapak tuh orang Indonesia ya?" tanya saya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun