Engkau berlari-lari kecil mengejarku.
Sesekali engkau mendahului langkahku..
Sejenak aku menatapmu, entahlah..
Badanmu tampak tinggal tulang, .
kontras dengan semangat dan keceriaanmu..
Engkau berlari tak sekedar berlari..
Menunjukkan jalan yang benar dan cepat untukku walau tak kuminta..
Berlari bukan di aspal panas tapi dipematang sawah yang tiap hari menguras keringatmu..
Badanmu kurus mungkin kurang gizi..
Tak ada perawat apalagi dokter yang sudi menjengukmu ketika engkau sakit..
Bahkan mungkin engkau tak tau apa itu dokter..
Tak ada sekolah untukmu..
Terlalu jauh katanya, ongkos terlalu mahal..
Engkaupun harus kesawah..
Sesampai disungai engkau berhenti..
Jalan tampak jelas..
Engkau menceburkan dirimu..
Sangat segar dan menyenangkan katamu..
Yah sungaimu masih jernih..entahlah sampai kapan..
Mungkin kelak engkau dewasa, sungai itu tinggal kenangan buatmu..
Maaf jika aku cuma singgah ditempatmu sesaat..
Sekedar berbagi cerita dan senyum..
Aku harus berjalan cepat..
Aku dibatasi waktu..
Ada yang menunggu disana..
Tayap-sayapmu tak patah..cuma retak..
Engkau seharusnya terbang, menjelajahi dunia dan pikiranmu..
Sayap-sayapmu tak patah, cuma retak..
Retak oleh keadaan..
Engkau masih bisa terbang..
Sayap-sayapmu tak patah..
Engkau masih bisa terbang..
Jelajahi mimpi-mimpimu..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H