Keinginan untuk mendaki gunung Merapi akhirnya terwujud juga setelah sekian lama kami berhasrat untuk menikmati tanjakannya. Walaupun perjalanan menuju Selo, sebagai titik entry point menemui berbagai hambatan yang sempat membuat semangat agak kendor. Setelah kehabisan bensin, kehujanan mulai dari awal berangkat, ban motor bocor di tengah jalan, nyasar di perkampungan penduduk ditengah malam, sehingga harus beberapa kali bolak-balik mencari jalan yang benar menuju entry point (Selo).
Jam 00.30 akhirnya sampai juga di Selo, tidak berapa lama hujan berhenti, padahalhujan merupakan senjata pamungkas saya untuk tidur saja sampai pagi setelah itu ubah rute ke Borobudur dan ke pantai Siung saja karena ini bukan diksar kawan.......sulit rasanya membayangkan naik dengan kondisi hujan dimalam hari.
Dengan berbagai bujuk tipuan saya dengan salah seorang teman (Ricardo, sering dipanggil Kecap, tapi biarlah disini ditulis Ricardo, butuh dua kambing untuk ganti nama coyy, asli Riau, yang numpang kuliah di Jogja) yang tidak berhasrat lagi naik karena rasa ngantuk dan capek akhirnya meyakinkan teman satunya (Ewin, asli Ambon yang numpang juga kuliah di Jakarta) yang datang jauh-jauh dari Jakarta, selain reunian waktu naik di Semeru dia juga membawa peralatan baru seperti carrier, tenda, kompor, pokoknya hampir semua alat baru (mungkin sekalian pamer hehee) yang katanya mau dia pakai perdana di gunung Merapi walau akhirnya mau juga membuka tenda barunya untuk istirahat di Selo dengan rayuan Ricardo bahwa entar jam empat subuh baru berangkat.
Selain berbagai hambatan dalam perjalanan, karena cerita dia (Ewin) semakin mempengaruhi psikologis kami yang setengah bersemangat, cerita itu tentang tiga orang pendaki, dan salah satunya tewas (katanya yang paling senior) disalah satu gunung di jawah tengah beberapa (mungkin puluhan) tahun yang lalu, dan kondisi cuaca pada waktu itu ceritanya hampir sama dengan yang kami alami sekarang, cuaca hujan dan kilat kelihatan menyambar-nyambar di atas gunung, lagipula waktu itu kami juga cuma bertiga, sehingga menimbulkan perdebatan ditempat tambal ban, siapakah diantara kami yang paling senior??? akh... tak usah di perdebatkan lagi, karena kejujuran dalam hal ini sangat sulit di dapatkan.
Ternyata jam 04.00 subuh, saya benar-benar dibangunkan, katanya cuaca sudah membaik, terpaksa packing lagi dan bersiap-siap karena alasan untuk tetap bermimpi dalam tenda sudah tidak ada lagi. Setengah jam kemudian perjalanan dimulai dengan formasi Ricardo sebagai leader, Ewin tengah dengan gagahnya membawa carrier barunya.
Sweaper yang saya jalani sebenarnya cukup beralasan, menyemangati Ewin yang yang mulai terseok-seok dengan bebannya. Kata-kata bijak pun meluncur laksana pendaki yang sudah mempunyai jam terbang tinggi, “berdamailah dengan bebanmu kawan”, atau “kau harus mengenali dan mempelajari karakter carrier barumu lama-lama juga akan terbiasa dan menjadi enteng rasanya bro... “, keluar berkali-kali dari mulut saya dengan lancar, kata-kata andalan untuk berkelit dari berbagi beban, dan cukup ampuh juga untuk membungkam mulut Ewin untuk berkata “gantian dong bro!!!”. Dengan beban yang ringan, memang cukup nyaman untuk berkata bijak dan mengeluarkan candaan-candaan ringan, maklum udara cukup longgar untuk bersilkulasi sampai ke paru-paru,.
Terori Ewin ternyata benar juga, katanya kalau sampai tengah malam masih hujan, biasanya pagi-pagi akan sangat cerah,( hal ini membuktikan bahwa teorinya tersebut bukanlah untuk mengelabui kami agar tetap naik dan memberi dia berkesempatan mencoba alat-alat barunya), perjalanan sampai ke Pasar Gubrah pun menjadi sangat menarik, pemandangan di pagi hari cukup indah dan gunung Merbabu sangat jelas kelihatan kerena memang berdampingan dengan Merapi. Bekas-bekas aliran lava dan penduduk yang tinggal di kaki gunung Merapi dan Merbabu, kota Semarang, Jogja dan kota-kota lainnya juga terlihat dengan jelas.
Sampai di Pasar Bubrah, puncak Merapi sangat jelas kelihatan dan sudah cukup dekat, setelah istirahat masak dan makan, (masak tentunya urusan Ricardo, selain terkenal dengan masakannya di seantero pendaki yang kenal dia, hal itu memang sudah hobbinya, serta masalah masak-memasak saya dan Ewin memang bukan ahlinya, kalau soal mencoba masakan, saya bisa di uji untuk itu, apalagi kalau sudah tiba waktunya makan..) setelah itu timbul lagi ide cemerlang, pukul 11.00 kabut kembali menyelimuti kami, Ricardo yang memang sudah pernah ke Merapi sudah jauh-jauh sebelumnya (2004) mengambil bagian jaga barang, biarlah saya dan Ewin saja yang ke puncak.
Melihat Ewin yang kelihatan kecewa karena saya memutuskan untuk tidak ke puncak, selain karena sudah siang kabut yang cukup tebal juga bisa berbahaya, jalan ke puncak sangat terjal dan berbatu-batu, saya berdua juga baru kali ini ke Merapi, (walaupun cerah, niatku tidak goyah untuk tak ke puncak, panasnya cukup membuat kulit hitamku jadi hangusss, laksana arang) timbul lagi ide cemerlan dan bernasehat seolah-olah paling tua, padahal sayalah yang paling muda, baik dari segi umur maupun muka!!!
“win, menaklukkan puncak memang indah rasanya tapi menaklukkan diri sendiri itulah yang terpenting, kita harus belajar menaklukkan ego, puncak sebenarnya ada dalam diri kita, ego!!! Itulah yang harus ditaklukkan, jangan coba-coba menerobos bahaya kalau kau tidak siap, kalau kau tidak yakin” (entahlah saya habis membaca dari mana kata-kata ini, tapi cukup ampuh juga)
“iya la’ gua ngerti!!” Dengan logat jakartanya
“ ada yang pernah bilang win, kalo ga salah Reinhol Mesner, katanya puncak itu adalah harapan, kembali ke masyarakat, keluarga adalah tujuan”.....
”jangan memaksakan diri, tapi tidak juga memanjakan kita bukan kolektor gunung/puncak, kita bukan penakluk, kita cuma belajar sambil menikmati, dan berdamailah gunung/alam bukan musuh yang harus ditaklukkan” tiba-tiba saya merasa berumur 50-an, kata-kata indah memang selalu gampang keluar kalau lagi berkelit dan mengusahakan sesuatu..
“iya........gua ngerti laaaaaaaaaaa’!!!!”
“satu lagi, memang mudah menerima diri sendiri kalau lagi berhasil, sukses dan sebagainya, tapi kita juga harus mampu menerima diri sendiri kalau dalam keadaan kalah, gagal dan lainnya, kita mungkin bisa menahan /berdamai dengan cemohan, ejekan atau apalah dari orang lain tapi belum tentu kita bisa menahan dan berdamai terhadap diri sendiri, belajarlah untuk itu,,,” akh... saya seakan-akan menjadi pendaki kaliber dunia, padahal Cartenz di Papua sana saja belum pernah kesana, mungkin laki-laki memang berotak encer kalau lagi ada maunya..ingin rasanya berteriak ”pulang cepat, saya ngantuk!!! Entar mau nonton Barca vs Inter..”
“iya,iya,iya la’ gua pahammmmmmmmmm”
“ lalu kok mukamu kelihatan lusuh??
“Gua capek, ngantuk semalaman belum tidur!!!!
“ooo, tak kirain kecewa, hehe sorry brooo, bangunin Ricardo kita balik, dah jam 12.00 nih” sedikit berlogat Jakarte padahal asli Sul-sel, kakek/nenenya kakek/nenek, ayah/ibunya ayah/ibu, ayah/ibu, saya direncanakan, lahir, menyusui, makan, minum, tumbuh, berkembang dan besar disana, di desa lagi....
Setelah membangunkan Ricardo dan berkemas, kami kembali walaupun saya agak malu juga bernasehat kepada orang yang ternyata lagi ngantuk bukan kecewa, agar bisa cepat pulang, ternyata Ewin juga lagi menunggu saya selesai bicara untuk mengajak turun, nasib..
Tak lupa untuk berfoto ria dulu di Pasar Bubrah walaupun kabut menutupi semua pemandangan yang ada, kejahilan-kejahilan sambil berfoto narsis kembali muncul, tertawa bercanda sampai berjoget, mumpung tak ada orang lain yang liat, dunia ini seakan-akan milik bertiga, tapi untungnya tidak jadi, bisa musnah ummat manusia di bumi ini, butuh kelamin lain untuk berkembang biak, kami pun laki-laki normal 1000%.......!!!!
Kabut diperjalanan mengantar kami sampai Selo, dari entry point menjadi end point kami. Sepanjang perjalanan lagu “Balai Bambu” yang katanya Ewin diciptakan dan dibawakan anak-anak Stmik Dipanegara Makassar (mudah-mudahan tidak di klaim lagi sama grup band lain, biasa jiwa primordialisme terkadang tumbuh dan memicu semangat protes), menyertai sebagai taktik untuk menyemangati Ricardo yang kebagian bawa carrier, karena salah satu syairnya berbunyi “ jangan berhenti kawan mari kita songsong matahari dengan semangatmu yang tersisa” sangat pas dengan langkah yang sudah gontai. Selain itu candaan Ewin yang nyindir saya karena tidak bawa korek membuat jalan kembali jadi tak terasa, katanya perokok itu punya empat tipe
a.Bawa rokok sama korek
b.Bawa rokok tapi tidak bawa korek
c.Bawa korek tapi tak bawa rokok
d.Modal paru-paru doang........
Untungnya saya masih masuk tipe b, karena tipe d katanya betul-betul berat, maksudnya betul-betul memberatkan teman!!!..Ricardo tidak merokok, ewin kategori a+++ (bawa rokok sama korek kebanyakan)
Di selo pemandangan kembali indah walau kabut tak jua menjauh, beberapa pasang muda-mudi sedang asik bermesraan, mungkin lagi mabuk anggur cinta seperti Laila-Majnun, sehidup sematinya Romeo dan Juliet, atau yang indonesia saja deh kisah Sulaiman-Siti Nurbaya, biar kelihatan agak nasionalis.. akh... mudah mudahan itu cinta kawan, kalau bukan?? Sekali lagi..Belajarlah berdamai dengan nasibmu..
Daerah ketinggian dengan hawa sejuk memang mengasyikkan, seakan-akan dunia ini milik mereka berdua,,,
iri?? Dikit...
tapi tunggu dulu, bukan nenekmu yang punya dunia ini, kami bertiga pun tidak numpang sama kalian di dunia ini!!!, kami tidak ngontrak!!!, ngontraknya sih di kost-an murah-merian dengan pakaian berserakan tapi buat tidur to’, entar kalo sukses baru buat rumah yang harga miliaran, entar umur 60-an keluar masuk pengadilan, 70-an mati di penjara, mati?? Mudah-mudahan dapat surga, kalo tidak?? nyesal?? Maaf, udah telat!!!,,, kalo ga sukses beli tenda aja biar bisa pindah sesuka hati kalo kena gusur satpol PP..
Naik gunung tak ubahnya dengan kehidupan, penuh hambatan dan cobaan, suka-duka, puas-kecewa, naik-turun, menderita-senang, bersemangat-kendur sedikit, sedih-bahagia, tertawa-murung, tersesat-kembali ke jalur,terang-berkabut, mulus-berbatu, banyak bunga-bunganya, tapi juga duri-durinya, usaha dan harapan tetap puncak-tidak tercapai bukan masalah substansial tapi tujuan dan memang pada akhirnya semua akan KEMBALI..
(jadi teringat saudara-saudaraku yang telah lebih dulu kembali, Ismed Wahyudi, Sardi Limau, Kadir Jawardi, Alawi-Iccank, A. Nasrul, Muamar hanafi...tempat terbaik selalu tersedia di dekatnya-NYA, untuk orang-orang terbaik... berbahagialah telah bersua kembali bersama-NYA..)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H