Tapi, perkataan Ibu malam ini, lebih bersifat instruksi daripada sekedar petuah. Ya, aku tidak tahu, apakah aku ikhlas jika aku harus pulang kampung. Aku menuruti kata-kata Ibuku. Aku pulang? Em...rasanya, lebaran kali ini menjadi lebaran yang berat. Aku tidak tahu, apakah Ibuku akan menyiapkan 'calon' untukku? Atau mungkin keluarga besar akan menjodohkanku dengan 'orang asing' yang mereka rekomendasikan untukku? Ya Allah..Aku sudah panik membayangkan lebaran tahun ini.Â
Aku tidak ingin meninggalkan Jakarta dengan tanda tanya. Aku tidak ingin, ketika aku pulang, Aku justru dikenalkan dengan sosok yang aku tak kenal. Ya Allah, lindungi hamba. Kenapa tiba-tiba aku ragu untuk pulang? Hanya karena kekhawatiran jika aku tidak kembali ke Jakarta. Aku...tidak mau menyerah.Â
Aku yakin, ada takdir baik di Jakarta dan kenapa hatiku tertaut di kota ini. Aku tidak tahu, adakan seseorang yang menungguku dan dipertemukan untukku di sini? Tapi aku percaya, Allah punya rencana besar, mengapa aku masih di sini. Meski aku masih sendiri. Tapi..Allah menjagaku..melindungi dengan segenap kasih sayangNya.
 Â
Malam ini, kata-kata Ibu membuatku khawatir. Seolah Ibu ingin berkata, pulanglah, apa yang kau tunggu di Jakarta? Seolah aku harus pulang dan meninggalkan impian di sini. Ya Allah, andai Ibuku tahu bahwa ku bahagia dengan jalan dakwah yang aku pilih, sahabat-sahabat yang membersamai, juga kesempatan di sini, maka mungkin Ibu akan beruntung bahwa salah satu anaknya bisa menjadi bagian dari dakwah ibukota.
 Â
Ibu...ini aku. Yang mungkin belum dipertemukan dengan sebuah nama yang akan menjagaku. Yang akan mewakili sebagai imamku. Tapi...aku tidak akan mengatakan aku tidak bertemu dengan nama itu. Allah sedang mempersiapkan sebuah nama dengan melihat ketaatan yang aku lakukan. Dengan kesabaran dalam sebuah penantian.
 Â
Ibu, aku ingin menikah dengan ilmu. Bukan karena waktu atau semua teman satu per satu menikah. Aku ingin menyempurakan separuh agamaku dan mengabdi dengan orang yang tepat. Aku hanya ingin membagi waktuku pada sosok yang juga ingin membagi hidupnya untukku. Aku hanya ini dia adalah sosok yang tepat untuk menjadi imamku di dunia dan akhirat, seseoarang yang dengan suka rela menerima segala kelebihan dan kurangku. Seseorang yang menyukaiku saat aku membaca buku, saat aku tersenyum, saat aku menyiapkan keperluannya di masa depan, juga saat dia letih dan aku menjadi bagian dari ayat-ayat yang menguatkannya.
 Â
Dia, yang aku harapkan..mungkin ada di sini, di Jakarta..atau di negara lain. Aku tidak tahu Ibu, tapi bersabarlah..karena aku inginkan adalah imam yang memilihku untuk menjadi makmumnya. Karena yang aku inginkan adalah seseorang yang mengajariku arti dari setiap ketaatan meski sederhana, namun juga memberiku semangat untuk membangun peradaban.