Laili Rofiati Zulfa
Pendidikan Guru Sekolah Dasar , Universitas Nahdlatul Ulama Blitar
Jl. Masjid No. 22 Kota Blitar
Email: lailyzu1606@gmail.com
IPA merupakan mata pelajaran wajib di tingkat sekolah dasar yang bertujuan untuk mengembangkan kognitif, afektif, psikomotorik serta membekali siswa dalam mengenal alam di lingkungan sekitar dan melatih siswa mengambil keputusan dalam menyelesaikan suatu masalah. Seorang guru memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai tujuan tersebut. Rancangan proses pembelajaran harus dibuat dengan baik oleh guru agar nantinya pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaran juga dapat tercapai.
Pada kenyataannya pembelajaran IPA di tingkat sekolah dasar masih belum efektif sehingga tujuan pembelajaran IPA belum tercapai sesuai rencana pembelajaran. Belum tercapainya tujuan pembelajaran akan berpengaruh pada hasil belajar siswa. Hasil belajar menjadi tolak ukur keberhasilan suatu pembelajaran. Â Agar siswa bisa maksimal dalam melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, maka hasil belajarnya juga harus baik. Oleh karena itu, penggunaan model pembelajaran yang akan digunakan oleh guru harus dipilih dengan tepat sesuai dengan kebutuhan serta karakteristik siswa agar nantinya hasil belajar siswa lebih baik.
Penggunaan model pembelajaran yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya model Quantum Learning. Model pembelajaran Quantum Learning dikembangkan pada sebuah program remaja bernama Super Camp pada tahun 1982 oleh Bobbi DePorter bersama teman-temanya. DePorter (Nandang Kosasi, 2013:75) mengungkapkan bahwa quantum teaching adalah pengubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya dan juga menyertakan segala kaitan, iteraksi dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Jadi model quantum learning ini sangat cocok untuk pembelajaran IPA di tingkat sekolah dasar, karena model pembelajaran ini membangun hubungan yang dinamis antar guru, siswa dan lingkungan belajar sehingga siswa dapat belajar secara optimal.
Model quantum learning seperti diungkapkan Bobbi DePorter (1014) memiliki konsep TANDUR yaitu singkatan dari Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan. Pada konsep tumbuhkan, guru harus menumbuhkan motivasi dan semangat belajar siswa serta memberikan informasi yang terkait dengan upaya pemberian nama. Konsep yang kedua yaitu alami, yakni memberikan pengalaman nyata bagi siswa untuk mencoba sehingga siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Jika dikaitkan dengan materi IPA, konsep alami ini dapat berupa siswa mengamati dan membuat magnet alami menggunakan penggaris yang digesekkan di rambut.
Konsep ketiga adalah namai, yaitu memperkenalkan pokok materi pelajaran disertai dengan data yang ditemukan siswa. Setelah siswa mempraktikkan membuat magnet alami, guru dapat menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari. Konsep keempat yaitu demonstrasi, yakni pemberian kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan pengalaman yang dikaitkan dengan data baru.Â
Siswa dapat menyampaikan hasil praktik membuat magnet alami di depan teman-temannya. Konsep kelima adalah ulangi, yaitu menunjukkan suatu pengalaman dari materi yang telah diajarkan. Siswa dapat membuat kesimpulan tentang materi pembelajaran yang telah didapatkan dengan bimbingan dari guru. Konsep yang terakhir yaitu rayakan, yakni memberi perayaan sebagai penghargaan atas usaha siswa yang pada akhirnya akan memberikan kepuasan dan kegembiraan. Guru dapat memberikan penghargaan kepada siswanya baik berupa ucapan maupun hadiah, agar siswa lebih semangat lagi dalam belajar.
Seperti kita ketahui bahwa mata pelajaran IPA bersifat empiric dan membahas tentang fakta yang bertujuan agar siswa bertindak secara kritis dan rasional terhadap persoalan yang bersifat ilmiah yang ada di lingkungannya sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan itu Sugiyanto (2010) Â mengungkapakan bahwa penggunaan model pembelajaran quantum teaching dengan pengalaman secara langsung maka dapat meningkatkan hasrat alami otak untuk menjelajahi sehingga konsep yang diajarkan kepada siswa berupa informasi yang abstrak dapat dikonkritkan. Djabba, R. dan Halik, A. (2019) memberikan penguatan bahwa peningkatan hasrat alami otak dengan pengalaman langsung dalam proses pembelajaran dapat berdampak positif terhadap hasil belajar siswa.