Siapa sih yang gak pengen ke Rinjani? Rinjani itu impian setiap para pendaki, surganya para pendaki, termasuk saya.Â
Saya ke Rinjani tahun 2023 yang bertepatan dengan libur semester kuliah. Kala itu saya bingung, liburan semester ini mau ke mana yaaa?. Akhirnya saya memutuskan untuk berangkat ke Rinjani bersama rekan saya. Akan menjadi pengalaman yang luar biasa karena Rinjani adalah impian saya sejak setahun sebelumnya. Sudah banyak ekspektasi yang menggeliat di kepala sehingga membara jiwaku untuk melakukan perjalanan dari Banjarmasin ke Nusa Tenggara Barat khususnya daerah Sembalun.Â
Eng ing eng, ekspektasi saya sedikit terluka begitu telah menginjakkan kaki di Gunung tertinggi nomer 3 di Indonesia ini. Hufttt air mata menetes begitu saja, ternyata dan ternyata sesuatu itu adalah sampah. Ah! Berserakan sekali. Padahal sudah jelas-jelas gunung bukanlah tempat sampah!
Tempat yang berjulukan Taman Nasional Gunung Rinjani ini tentunya sudah dikenal hingga mancanegara karena keindahannya. Ya itu! Salah satu penyebab sampah yang sulit teratasi karena banyaknya pendaki dari lokal maupun mancanegara yang ada disetiap harinya. Tidak bisa juga menyalahkan porter atau wisatawan lainnya.Â
Kita sebut saja kebiasaan orang bule itu yang kalau buang air menggunakan tisu. Disini mereka buang sembarangan. Kan sudah jelas tisu basah sulit terurai dan peraturan menyebutkan salah satunya tidak boleh membawa tisu basah.Â
Rekan baru saya yang dari Manado bergumam, "porter-porter disini pilih kasih, peraturan untuk lokal dibatasi sedangkan untuk mancanegara berbuatlah sesuka mereka, okelah tisu kering boleh, tapi ini tisu basah!". Saya hanya bisa meng-iyakan dalam hati "iya juga yaa, kasian tanah Gunung ini jadi tercemar".
Etsss sob, bukan cuma sampah tisu, tapi sampah plastik, botol air mineral juga ada loh di area camp itu. Bahkan Segara Anak yang nyatanya indah itu ada sampah juga. Duarrrr meledakk! Saya kecewa. Sedikit luka batin, karena mereka-mereka yang berjulukan penikmat alam itu belum tentu juga seorang pencinta alam.
Syukurnya, pihak Taman Nasional juga melakukan pembersihan rutin yang telah dijadwalkan. Namun, yang disayangkan hanya banyaknya wisatawan yang kurang sadar akan pentingnya menjaga lingkungan Taman Nasional.
Batinku, patut saja orang rela kembali ke Rinjani karena keindahannya. Saya pun begitu, berjanji kepada Rinjani bahwa saya akan kembali.
Kali ini impian saya tercapai, namun tidak sepenuhnya, ekspektasi yang terluka menyebLabkan saya kecewa. Rasanya tidak ingin pulang ke kampung halaman, hati belum terpuaskan. Namun waktu tetaplah waktu, yang mendorong langkah kaki untuk kembali, dan sepanjang jalan pulang hanya bisa menitikkan air mata.
Rinjani pantas dicintai!