Coronavirus Disease 2019 atau yang sering kita sebut Covid-19 merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus, dimana virus tersebut menyerang sistem pernapasan. Virus Corona dapat menyerang siapa saja, mulai dari kalangan lansia (lanjut usia), orang dewasa, anak-anak, bayi, sampai ibu hamil dan ibu menyusui.
Pandemi Covid-19 belum berakhir dan masih patut untuk kita waspadai. Â Kasus Covid-19 di Indonesia beberapa pekan terakhir ini semakin tinggi dan muncul jenis baru dari virus corona yaitu Omicron. Virus corona jenis baru ini memiliki daya tular yang lebih cepat dari varian-varian sebelumnya. Meski jenis omicron tak seganas jenis delta, akan tetapi berisiko untuk mereka yang rentan, manula, lansia, anak-anak, pasien dengan komorbid dan mereka yang tidak mendapatkan vaksin karena alasan kesehatan.
Pandemi Covid-19 menakibatkan aktivitas manusia terganggu karena ada pembatasan jarak (social distance) pada semua aktivitas, sulit bergerak, semua harus dilakukan daring (dalam jaringan). Pandemi tak hanya menghambat pelaksanaan pendidikan formal, bahkan pendidikan nonformal juga ikut terhambat. Seperti pada Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ). Di Kelurahan Wonolopo, belajar mengaji merupakan suatu pendidikan yang ditekankan kepada anak-anaknya.Â
Masyarakat Wonolopo berfikiran yang perlu dipelajari dan diluruskan tidak hanya masalah dunia saja, tetapi akhirat juga tak kalah penting. Mereka juga memiliki pandangan bahwa dunia dan akhirat itu harus seimbang. Tidak heran juga jika di daerah ini sangat kental agamanya. Meski masih pandemi, semangat dari anak-anak kelurahan Wonolopo juga sangat tinggi untuk belajar mendalami agama. Hal itu semua yang menjadikan anak-anak dan masyarakat Wonolopo memiliki probadi yang religius.
Sistem pengajaran di TPQ merupakan hal yang sangat penting apalagi di tengah masa pandemi seperti sekarang ini. Sistem pengajaran juga merupakan faktor penentu untuk menunjang mutu suatu tempat/lembaga tersebut. Oleh sebab itu, setiap lembaga pasti memiliki sistem yang mengatur di dalamnya, tidak terkecuali juga di Taman Pendidikan Qur'an. Sistem pengajaran TPQ di masa pandemi awal mulanya diberhentikan kemuadian diganti secara online dengan mengirimkan video praktik dan rekaman suara anak yang kemudian dikirimkan ke ustad dan ustadzahnya melaui orang tua. Model pengajaran seperti ini berjalan beberapa bulan saja. Sistem seperti ini tidak bertahan lama karena orang tua banyak yang mengeluh kerepotan saat menerapkannya.Â
Salah satu faktor yang dikeluhkan adalah kurangnya semangat dan minat anak belajar di rumah. Selain faktor itu tadi, ada faktor lain juga yaitu tidak dapat bersua dengan teman-temannya serta anak-anak juga merasa kurang nyaman dengan sistem belajar mengaji seperti hal ini. Mereka juga mengatakan bahwa salah satu faktor yang membuat semangat selain ingin mendalami ilmu agama adalah dapat bertemu dengan teman-temannya. Para Ustad dan Ustadzah juga berkeluh kesah dengan adanya pandemi ini, meski masih dapat mengamalkan ilmunya melalui jaringan (online) tapi ada rasa yang kurang ketika tidak membagikan ilmunya dengan tatap muka, rasanya kurang puas.
Dengan adanya keluh kesah dari anak-anak yang belajar mengaji dan para pengajar, kemudian sistem pengajaran di TPQ dimodifikasi dengan Pertemuan Tatap Muka (PTM). PTM diadakan dengan lingkup yang lebih kecil dari biasanya dan dikurangi jumlah pertemuannya (3 kali pertemuan/minggu). Pembagian belajar mengaji dibagi menjadi dua (Jilid/Iqra' dan Al-Qur'an) dengan penekanan kelancaran membaca, makhorijul huruf, tajwid, menulis arab, dan menghafal surat pendek serta do'a sehari-hari. Sistem yang digunakan adalah anak per anak, sehingga anak-anak datang silih berganti untuk mengurangi kerumunan. Dianjurkan dengan sangat pula kepada anak-anak yang datang belajar mengaji untuk mematuhi protokol kesehatan demi kebaikan bersama. Meski pengajarannya tergolong singkat, tapi dirasa lebih baik dibandingkan sistem pengajaran sebelumnya.
Pribadi yang patuh kepada agama, orang tua, nusa dan bangsa dicantumkan pada ikrar santri di TPQ. Penerapan seperti ini dianggap akan lebih melekat meski di awal-awal hanya berupa ucapan saja. Anak-anak yang belajar mengaji di TPQ pun terlihat mencerminkan ikrar yang setiap hari diucapkan bersamaan dengan lantang sebelum mulai belajar mengaji. Saat ingin melakukan suatu hal, mereka tanpa disadari melandaskan ikrar santri tang tiap hari diucapkan. Mereka beranggapan bahwa hal tersebut sedikit demi sedikit melekat pada jiwa mereka. Mereka yang jarang sekali absen mengaji, taat kepada orang tua, menyayangi teman, dan masih banyak hal lain lagi.
Kebijakan sistem modifikasi yang diterapkan telah membuahkan hasil, yaitu anak-anak yang belajar mengaji dan ustad serta ustadzah dianggap sudah cukup nyaman. Metode modifikasi masih diterapkan sampai sekarang karena masih dianggap metode yang paling efektif pada saat ini. Akan tetapi, akan tetap ada perbaikan secara terus-menerus demi terciptanya generasi yang unggul di masa yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H