Mohon tunggu...
LAILI NAFAISATUSH SHULAIHAH
LAILI NAFAISATUSH SHULAIHAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

HOBI MENULIS

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Peran Guru dalam Mengontrol Kenakalan Anak Usia Dini Berupa Emosi yang Berlebihan

23 Mei 2023   07:55 Diperbarui: 23 Mei 2023   11:56 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Kenakalan anak merupakan perbuatan dari anak itu sendiri yang menyimpang dari norma-norma yang semestinya, seorang anak kecil dianggap biasa jika melakukan suatu kenakalan. Namun, jika terus dilakukan maka anak perlu dibimbing, diingatkan bahkan dihentikan. Ada beberapa aspek pemicu yang menyebabkan anak berbuat suatu tindakan kenkalan. Salah satunya adalah faktor ingin mendapat perhatian dari lingkungan sekitar, maupun yang lainnya. Salah satu jenis kenakalan anak yamh sering dijumpai adalah anak tidak dapat mengontrl emosinya sendiri sehingga anak tersebut aka mempunyai dampak negatif kepada dirinya sendiri maupun orang lain.

Pengelolan emosi penting bagi pergaulan dan keberhasilan akademik anak-anak pra sekolah. Calkins (2007) menegaskan ketika anak mulai memasuki dunia sekolah, anak perlu belajar beradaptasi dengan lingkungan agar mencapai tujuan yang diharapkan ketika disekolah seperti membaca, menulis, berhitung, dll. Keterampilan dalam mengelola emosi menjadi bagian penting dalam pendidikan anak usia dini. Anak-anak menghabiskan sebagian waktunya disekolah dan dengan itu gurulah yang bertanggungjawab untuk mendorong perkembangannya.

Pada dasarnya ketika guru merespon emosi negatif anak-anak dengan sikap positif. Maka anak-anak dapat memperoleh pemahaman emosi orang lain dan emosinya diri sendiri. Pemahaman tersebut diharapkan dapat digunakan anak dalam mengatasi situasi sulit dan menekan. Salah satu peran guru dalam perkembangan dan pertumuhan anak adalah guru berperan sebagai motivator. Sebagai motivator, guru perlu menjalin hubungan baik dengan anak-anak. Pernyataan ini sejalan dengan temuan Blazar dan Kraft (2017) yaitu bahwa guru perlu mendorong anak untuk membicarakan tentang perasaan anak, menunjukkan empati, perthatian dan kepedulian terhadap anak-anak.  

Ada juga beberapa cara sederhana ketika berhadapan dengan anak yang sulit mengontrol emosi, salah satunya adalah tetapkan dulu batasan-batasan perilaku mana yang perlu ditindak tegas dan mana yang masih bisa dibicarakan baik-baik karena tidak semua kenakalan anak harus direspon dengan cara memarahi atau menghukum anak didik, dengan begitu guru pun akan lebih tenang dalam mengatasi ulah di anak.

Guru sebaiknya menghindari emosi yang meluap-luap seperti berteriak atau membentak, guru bisa mengendalikannya dengan menarik napas sedalam mungkin kemudian menghembuskannya dan ulangi beberapa kali sampai emosinya stabil. Atau tidak guru pergi menjauh sejenak dari anak didik, jika sudah merasa tenang, barulah guru mengajak anak berbicara dan memberikan arahan.

Sebaiknya guru menghindari memukul atau me;lakukan hukuman fisik kepada anak karena secara tidak langsung hal itu mengajarkan pada anak bahwa menyakiti orang lain itu diperbolehkan, hal ini dapat menyebabkan mereka percaya bahwa cara memecahkan masalah adalah menggunakan kekerasan. Terlebih lagi kekerasan bisa membuat anak kehilangan kepercayaan dirinya kepada orangtua sehingga ia akan bertindak lebih nakal.

Hindari memberikan ancaman yang tidak mungkin terjadi, seperti "bu guru akan memotong mulutmu jika kamu berteriak seperti itu lagi!." Ancaman yang mustahil itu dapat menggugurkan kepercayaan anak, bahkain ia akan menganggap kemarahan anda tidak berarti apa-apa sehingga tidak menimbukan eek jera. Selain itu ancaman yang berbau kekerasan. Hal itu secara tidak langsung menjadi contoh bagi anak. Jangan sampai ia megira bahwa boleh-boleh saja memotong mulut orang lain ketika ia sedang marah.

Stanford Children Health menyebutkan bahwa berkata kasar pada anak juga merup       akan bentuk penganiayaan kepada anak. Bahkan, hal tersebut ternyata dapat membekas lama dalam ingatan anak. Oleh karena itu, jika sedang marah, cara mengendalikan emosi pada anak yang perlu Anda latih adalah memilih kata-kata yang baik. Perkataan yang baik dapat membuat anak sadar akan kesalahannya, sedangkan perkataan kasar hanya akan menyakiti hatinya dan membuatnya trauma.

Saat sedang marah, tanyakan pada diri apa yang membuat Anda menjadi marah. Tundalah berbuat apapun sampai amarah mereda. Marah tidak akan berefek apa-apa jika masih tersimpan dalam diri Anda. Ini baru akan berdampak jika Anda bertindak sesuatu. Pada kebanyakan kasus, orang menyesali perbuatannya akibat terbawa emosi hingga melakukan kekerasan pada anak. Oleh karena itu, sebisa mungkin terapkan cara mengendalikan emosi pada anak agar Anda tidak menyesal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun