Mohon tunggu...
Humaniora

Pendidikan Indonesia Berbenah

30 April 2018   23:43 Diperbarui: 20 November 2018   21:58 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari Pendidikan Nasional atau yang lebih sering kita sebut dengan Hardiknas adalah ritual yang kita peringati setiap tanggal 2 pada bulan Mei setiap bulannya. Tanggal tersebut sudah ditetapkan sejak tahun 1959. Itu artinya sudah sejak 59 tahun yang lalu hari kelahiran Ki Hajar Dewantoro kita jadikan sebagai momentum refleksi pendidikan di Indonesia.

Lima puluh Sembilan tahun yang lalu ditetapkan, itu berarti ada ratusan ritual atau peringatan Hardiknas yang dilaksanakan di Indonesia yang sudah berlangsung sebanyak 58 kali paling tidak. Momentum refleksi dengan beragam bentuknya, sama - sama merenungkan kondisi dan mengharapkan pendidikan yang lebih baik setiap harinya, setiap bulanya, dan setiap tahunnya.

Namun hal yang demikian seolah hanya ritual yang terus kita ulang untuk mencurahkan dan memamerkan kegelisahan kita, ritual -- ritual semu yang terus menerus menunggu sosok pemberani yang akan membuat keputusan atas suatu perubahan. Dan sedikit dari kita yang mau menjadi bagian dari mereka yang membuat keputusan itu.

Jika kita bercermin bersama, tujuan pendidikan khususnya pendidikan Indonesia tidak lain adalah menyoal moral umat manusia. Namun, rasa -- rasanya kondisi pendidikan hari ini masih cukup jauh dari cita -- cita mulia tersebut. Baik dalam prosesnya, maupun lulusan yang dilahirkan dari lembaga pendidikan formal. Hal ini dapat dilihat dari HDI atau Indeks Pembangunan Manusia Indonesia berada pada angka 0,689 pada tahun 2015.

Hal yang demikian ini, tidak berlebihan kiranya jika disebut sebagai hasil dari pendidikan yang tidak humanis. Disebutkan oleh Francis Wahono dalam bukunya Kapitalisme Pendidikan, bahwa pendidikan Indonesia ini masih berada dalam paradigma "kompetitif" dengan pendekatan "sumber daya manusia". Itu artinya pendidikan di negara kita ini masih menganggap bahwa manusia dalam hal ini peserta didik adalah sebagai komoditi. Dikatakan komoditi karena pendidikan yang ia  terima tidak mampu mebebaskan dirinya sebagai manusia dari belenggu -- belenggu kebodohan dan berujung pada dijadikannya komoditi ini sebagai alat oleh penguasa.

Tidak berhenti disitu, masalah besar dunia pendidikan juga lahir dari penyelenggara pendidikan formal. Banyak dari kemampuan pedagogis guru bukan pada ranah mendidik, namun sebatas mengajar. Sekali lagi dikatakan bahwa pendidikan tidak lebih dari sekedar ritual. Pokok proses atau mekanisme belajar -- mengajar di kelas tak ubahnya hanyalah proses transferring knowledge dan bukan penanaman karakter.

Tranfering knowledge ini masih diperparah dengan guru -- guru yang belum menghayati konsep multiple intelligence yang memaparkan bahwasanya kemampuan manusia atau peserta didik berbeda pada setiap individu. Beberapa guru akhirnya mengkategorikan siswa yang tidak cakap pada mata pelajaran tertentu sebagai siswa yang gagal.

Keluarga dan lingkungan juga berperan dalam penyelenggaraan pendidikan sebagai pihak yang memegang peran pendidikan informal. Hal ini disebutkan dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 13 ayat 1 dinyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal, non-formal dan informal. Namun hari ini, keluarga seolah telah kehilangan perannya sebagai penyelenggara pendidikan. 

Keluarga yang seharusnya menjadi madrasah pertama bagi anak justru menyerahkan pendidikan anaknya ke lembaga - lembaga formal atau non formal. Pendidian yang baik adalah pendidikan yang mampu mengintegrasikan antara pemerolehan pendidikan baik dari sector formal, non formal maupun informal. Cukup penting kiranya hal ini menjadi perhatian kita bersama.

Perbaikan pendidikan ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua. Sekalipun Indeks Pembangunan Manusia kita pada angka 0,689 pada tahun 2015, Indonesia terus berusaha untuk mengupayakan adanya suatu perbaikan. Angka ini berada pada kategori tengah. Ini menunjukkan adanya peningkatan HDI yang merupakan suatu progress yang baik bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan diharapkan terus mengalami peningkatan untuk Indonesia yang lebih baik.          

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun