Pendahuluan
Perubahan iklim merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh umat manusia saat ini. Salah satu penyebab utama perubahan iklim adalah peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan dinitrogen oksida (N2O). Emisi ini berasal dari berbagai sektor, termasuk sektor pengolahan limbah. Oleh karena itu, diperlukan inovasi dan teknologi yang mampu mengurangi emisi GRK, salah satunya adalah dengan menerapkan teknologi anaerobic co-digestion.
Anaerobic Co-Digestion: Solusi Ramah Lingkungan
Anaerobic co-digestion adalah proses pengolahan limbah organik secara anaerobik (tanpa oksigen) yang menghasilkan biogas dan digestate. Biogas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan, sedangkan digestate dapat digunakan sebagai pupuk organik. Teknologi ini memiliki potensi besar dalam mengurangi emisi GRK, terutama dari limbah jeroan ikan dan limbah makanan.
Limbah Jeroan Ikan dan Limbah Makanan: Potensi yang Belum Dimanfaatkan
Indonesia adalah negara maritim dengan produksi ikan yang melimpah. Namun, produksi ini juga menghasilkan limbah jeroan ikan dalam jumlah besar yang seringkali belum dimanfaatkan secara optimal. Di sisi lain, limbah makanan juga menjadi masalah serius, terutama di kota-kota besar. Kombinasi limbah jeroan ikan dan limbah makanan dalam proses anaerobic co-digestion dapat menghasilkan biogas yang lebih banyak dibandingkan dengan pengolahan limbah secara terpisah.
Proses Anaerobic Co-Digestion
Proses anaerobic co-digestion melibatkan beberapa tahap, yaitu:
1. Pre-treatment: Limbah jeroan ikan dan limbah makanan diolah terlebih dahulu untuk memudahkan proses pencernaan anaerobik.
2. Fermentasi: Limbah yang telah dipre-treatment dimasukkan ke dalam reaktor anaerobik untuk mengalami fermentasi. Mikroorganisme akan mencerna limbah tersebut dan menghasilkan biogas.
3. Pemurnian Biogas: Biogas yang dihasilkan kemudian dimurnikan untuk menghilangkan kontaminan dan meningkatkan nilai kalorinya.