Penggunaan energi alternatif terbarukan seperti energi surya kian diminati. Namun, tidak banyak orang yang mengetahui bagaimana aplikasi panel surya untuk konsumsi perumahan. Banyak pertanyaan yang hadir di masyarakat mengenai setelah menggunakan panel surya pada rumah tangga, bagaimana dengan penggunaan listrik PLN? Penggunaan panel surya pada rumah tangga biasanya tergolong pada sistem pembangkit listrik tenaga (PLTS) rooftop, yang artinya pemasangan panel surya diletakkan pada atap rumah hunian.
Pada dasarnya, terdapat dua sistem pembangkit surya yang cocok diaplikasikan pada hunian rumahan, yaitu sistem Off-grid dan On-grid. Lalu sistem apa yang paling cocok diaplikasikan pada PLTS rooftop hunian? Untuk mengetahuinya, terlebih dahulu kita harus mengetahui mengenai kedua sistem tersebut. On-grid merupakan sistem pembangkit yang menggunakan solar panel sebagai sumber energi dengan tetap terhubung dengan jaringan PLN. Pada On-grid baterai bukan merupakan hal yang wajib karena mengoptimalkan tenaga surya sebagai sumber energi. Â Sedangkan Off-grid merupakan sistem pembangkit listrik mandiri yang menggunakan matahari sebagai satu-satunya sumber energi sebagai supply kebutuhan energi listrik. Off-grid bersifat mandiri yang artinya tidak terhubung dengan jaringan PLN atau backup energi lainnya seperti genset. Pada Off-grid menggunakan battery sebagai penyimpanan atau bank energi.
Dari kedua sistem tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem On-grid merupakan sistem yang lebih cocok dan sesuai untuk aplikasi PLTS rooftop hunian. Karena konsep hunian perumahan biasanya berada di perkotaan yang masih terhubung dengan jaringan listrik PLN. Selain itu, dengan penggunaan On-grid juga akan mengurangi tagihan listrik dan memberikan nilai tambah pada pemiliknya. Dengan adanya sistem ini, kelebihan produksi listrik dari PLTS rooftop  yang dihasilkan dapat di ekspor  ke PLN, sehingga memungkinkan proses jual-beli (ekspor-impor) listrik atau dapat dikreditkan untuk pemakaian listrik selanjutnya.
Dalam membangun rancangan PLTS rooftop, tentunya membutuhkan komponen utama yaitu panel surya. Beberapa jenis panel surya yang tersedia di pasaran diantaranya monocrystalline, polycrystalline (multi-crystalline), dan film tipis (thin film). Setiap panel surya memiliki variasi dalam cara pembuatannya, desain, efesiensi, biaya, dan pemasangannya, serta memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Panel surya tipe monocrystalline merupakan jenis yang paling banyak digunakan karena kelebihan yang dimilikinya. Panel surya ini berwarna sel hitam yang  terbuat dari silikon murni. Kelebihan yang dimiliki panel monocrystalline ialah memiliki effisiensi yang tinggi sekitar 15-20%, tidak hanya karena efisiensinya tetapi juga monocrystalline juga memiliki modul watt yang lebih tinggi. Sebagian besar panel surya monocrystalline memiliki kapasitas daya lebih dari 300 watt (W), beberapa bahkan sekarang melebihi 400 W, sehingga lebih unggul segi daya dibandingkan panel jenis lain. Kekurangan panel monocrystalline terdapat pada harga yang mahal.
Panel surya tipe kedua yaitu polycrystalline, merupakan panel yang terbuat dari wafer silikon yang cenderung memiliki warna kebiruan, dengan effisiensi yang lebih rendah dibandingkan panel monocrystalline dengan kisaran 15-17%. Panel jenis ini juga cenderumg memiliki watt yang lebih rendah. Namun kelebihan yang dimiliki panel surya tipe polycrystalline adalah cenderung memiliki harga lebih murah daripada panel surya monocrystalline. Ini karena sel diproduksi dari fragmen silikon daripada kristal silikon tunggal murni. Jenis panel ini cenderung memiliki masing-masing 60 sel silikon, dengan 72 atau 96 varian sel. Namun bahkan dengan jumlah sel yang sama, panel monocrystalline mampu menghasilkan lebih banyak listrik dibanding polycrystalline.
Selanjutnya panel surya film tipis (thin film). Panel surya film tipis merupakan panel berbentuk tipis yang cenderung memiliki efisiensi dan kapasitas daya yang lebih rendah daripada varietas panel surya lainnya. Efisiensi akan bervariasi berdasarkan bahan spesifik yang digunakan dalam sel. Effisiensi panel surya film tipis berkisar mendekati 11%. Tidak seperti dua jenis panel surya sebelumnya yang hadir dalam varian sel 60, 72 dan 96, teknologi film tipis tidak hadir dalam ukuran yang seragam. Maka, kapasitas daya dari satu panel film tipis ke panel lainnya akan sangat bergantung pada dimensinya. Kapasitas daya per kaki persegi panel surya monocrystalline atau polycrystalline melebihi teknologi panel film tipis. Dengan penjelasan dari ketiga jenis panel surya tersebut maka panel surya yang paling banyak digunakan untuk PLTS rooftop adalah panel monocrystalline karena memiliki efisiensi dan kapasitas daya yang tinggi.
Komponen selanjutnya dalam membangun rancangan PLTS rooftop adalah inverter. Inverter berfungsi sebagai pengubah daya arus searah (DC) yang dihasilkan oleh array panel surya menjadi arus bolak-balik (AC) yang selanjutnya diubah menjadi tenaga listrik agar dapat digunakan untuk mengaliri peralatan elektronik yang kebanyakan menggunakan arus AC. Pada sistem On-grid, output solar inverter terkoneksi dengan jaringan listrik PLN / grid dan secara simultan melayani beban.
Daya yang diproduksi PLTS menjadi prioritas utama yang digunakan sehingga mengurangi konsumsi listrik dari PLN / grid. Jika ada kelebihan daya dapat disalurkan ke jaringan PLN (export) dengan skema pengurangan tagihan listrik. Beberapa jenis inverter yang tersedia di pasaran diantaranya inverter mandiri (off-grid), on-grid inverter (grid-tie), back up solar inverter, string inverter, dan micro inverter. Jenis inverter yang paling sesuai digunakan dalam sistem plts rooftop on-grid ialah on-grid inverter. Inverter ini bekerja secara langsung dari sistem panel surya tanpa melalui sumber backup, dan juga dapat digunakan secara bersamaan dengan penyedia jaringan listrik utama. Listrik tersebut langsung dapat dikonsumsi pengguna, dan jika ada kelebihan daya maka bisa di ekspor ke jaringan untuk dapat digunakan oleh pengguna dilain waktu. Dalam pemanfaatan on-grid inverter memerlukan net metering (KWh ekspor-impor).
Net metering (KWh ekspor-impor) pada sistem on-grid merupakan meteran listrik khusus yang telah disediakan oleh PLN sebagai APP (alat pemutus dan pengukur) serta sebagai penunjang proses ekspor-impor listrik dari PLTS ke jaringan listrik PLN. Net metering berfungsi untuk mencatat energi yang masuk (daya dari PLN saat listrik PLTS tidak cukup mensupply beban hunian) dan mencatat daya keluar (daya dari PLTS yang tidak terpakai).
Maka setelah mengetahui komponen yang tepat untuk rancang bangun PLTS rooftop on-grid pada hunian rumah, langkah selanjutnya adalah mengajukan izin permohonan pembangunan PLTS atap sesuai Permen 49 No. 2018 pasal 7 kepada General Manager Unit Induk Wilayah PT PLN yang dilengkapi persyaratan administrasi.
Maka dari itu, dengan adanya dukungan dari pemerintah dan keinginan dari masyarakat untuk turut andil dalam pengembangan PLTS rooftop di skala hunian, mengingat PLTS merupakan investasi masa depan yang dapat mendukung mitigasi perubahan iklim, bukan tidak mungkin Indonesia dapat mencapai target bauran energi 23% tahun 2025 dan mewujudkan upaya ketahanan energi nasional Indonesia, serta target net zero emission pada tahun 2050.