Di tengah kemajuan zaman dan semakin terbukanya diskusi tentang kesehatan, kesadaran akan penyakit mental masih menjadi tantangan besar dalam masyarakat kita. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi (Rokom, 2021).Â
Penyakit mental, seperti depresi, kecemasan, gangguan bipolar, dan lain sebagainya,mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. Penyakit mental sering kali dianggap sebagai topik tabu di banyak masyarakat, termasuk di Indonesia. Meskipun kesadaran akan kesehatan mental mulai meningkat, stigma yang melekat pada penyakit mental masih menghalangi banyak individu atau penderita untuk berbicara terbuka tentang kondisi mereka atau mencari bantuan. Masyarakat cenderung memberi stigma negatif terhadap orang dengan gangguan mental, seperti menganggapnya sebagai aib atau orang gila. Hal ini menciptakan siklus di mana individu merasa terisolasi dan enggan mencari dukungan dari keluarga, teman, atau profesional. Mengapa stigma ini terus ada, dan bagaimana kita bisa mengubah pandangan ini?
Salah satu penyebab utama stigma adalah ketidaktahuan. Banyak orang masih memandang penyakit mental sebagai kelemahan atau kurangnya ketahanan pribadi karena pribadi yang kurang bersyukur dan kurang dekat dengan pencipta.
Penting untuk diingat bahwa semua orang dapat mengalami masalah kesehatan mental, tidak peduli usia, gender, atau latar belakang. Dengan membahas isu ini secara terbuka, kita dapat membantu mengurangi stigma. Untuk mengatasi isu ini, edukasi menjadi kunci. Sekolah, tempat kerja, dan komunitas perlu mengadakan program yang mendidik masyarakat tentang kesehatan mental. Dengan meningkatkan pemahaman tentang gejala, dampak, dan pentingnya perawatan, kita dapat mulai menghapus stigma yang ada. Misalnya, mengintegrasikan pendidikan kesehatan mental ke dalam kurikulum sekolah kepada anak-anak dan remaja, dengan memberikan pengetahuan yang tepat kepada anak-anak dan remaja, kita dapat membantu mereka memahami dan mengelola emosi mereka dengan lebih baik, serta mengurangi stigma sejak usia dini.
Selain itu, dukungan dari pemerintah dan organisasi non-pemerintah juga sangat penting. Mereka dapat berperan dalam meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan mental, seperti konseling dan terapi, serta menyediakan kampanye yang meningkatkan kesadaran publik. Dengan menciptakan lingkungan yang mendukung, individu akan merasa lebih aman untuk mencari bantuan.
Penulis memiliki rekomendasi judul tontonan yang cocok dalam hal ini yaitu Drama Korea yang berjudul "Daily Dose Of Sunshine", drama ini banyak menceritakan tentang penyakit mental yang mungkin dapat membantu penonton untuk one step mengenal tentang berbagai penyakit mental.
Kesadaran akan penyakit mental tidak hanya penting untuk individu yang mengalaminya, tetapi juga untuk masyarakat secara keseluruhan. Ketika orang merasa lebih nyaman untuk berbicara tentang masalah mental, kita dapat menciptakan komunitas yang lebih inklusif dan empatik. Dengan mengurangi stigma, kita membuka jalan bagi lebih banyak orang untuk menerima perawatan yang mereka butuhkan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.
Akhirnya, kita harus memahami bahwa mengatasi stigma penyakit mental bukanlah tugas yang mudah, tetapi itu adalah langkah yang perlu diambil. Dengan meningkatkan kesadaran, mendidik masyarakat, dan menciptakan lingkungan yang mendukung, kita dapat membuat penyakit mental bukan lagi hal tabu, tetapi sebuah isu yang dibicarakan dengan terbuka dan dengan empati. Hanya dengan cara inilah kita bisa memastikan bahwa setiap individu merasa dihargai dan didengar, serta mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H