Mohon tunggu...
lailatul rahmah
lailatul rahmah Mohon Tunggu... -

mahasiswa psikologi 2013, anak terakhir dari empat bersaudara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dua Peri Kecil Kakakku..

11 Desember 2014   18:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:31 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi basah, hujan telah mengguyur kota ini sedari subuh membangunkan jiwa-jiwa yang enggan beranjak dari zona nyamannya. Aku terpaku menatap satu persatu tetesan air yang jatuh dihadapanku. Sesaat aku tersadar ini sudah tepat jam tujuh pagi, dimana aku harus segera beranjak pergi meninggalkan tempat ini.
Pagi ini ibu menyuruhku untuk segera pulang ke rumah karena ada beberapa urusan penting yang harus kami selesaikan bersama. Sebenarnya hujan membuatku enggan untuk beranjak dari tempatku sekarang, tapi bagaimanapun juga harus tetap kuhadang. Aku ingat beberapa waktu lalu saat aku pulang untu menjenguk ibu, sebentar akan aku jelaskan ibuku tidak tinggal sendiri di rumahnya. Ibu tinggal bersama ayah dan kakakku yang memiliki dua peri kecil yang sangat menggemaskan. Jadi beberapa waktu lalu saat aku pulang menjenguk ibuku, dua peri kecil ini mendatangiku. Mereka sangat dekat denganku, apapun yang telah mereka lakukan akan mereka laporkan, dan aku hanya tersenyum dan menanggapi dengan antusias setiap celotehan mereka. Inilah dunia anak, di mana mereka sangat polos dan gamblang dalam menceritakan khayalannya.
Saat itu matahari bersinar dengan teriknya, dua peri kecil kakakku Abi dan Asad baru pulang dari sekolahnya yang tak jauh dari rumah kami. Mereka langsung menghampiriku saat mereka tahu bahwa aku datang. "Ate pulang, mana oleh-olehnya?" celetuk si besar Asad, tak mau kalah si kecil Abi pun ikut menghampiri dengan gaya khasnya yang menggemaskan. "Ate laptopnya mana, kan aku mau pinjem dari kemaren te..." rengekan manja Abi kepadaku. Si besar Asad kini menginjak bangku kelas 3 sekolah dasar, sedangkan si kecil Abi baru menginjak bangku kelas 1 sekolah dasar. Asad sudah lebih mengerti dan tegas dalam bersikap di bandingkan dengan si kecil Abi, pemahamannya terhadap beberapa hal jelas lebih baik daripada adiknya.
Setiap malam jika aku pulang, mereka selalu memintaku untuk berdongeng sebelum tidur, seperti kebiasaanku saat masih kecil dulu. Saat aku mulai bercerita, mereka mendengarkan dengan sangat antusias, mendekat padaku dengan saling berebut. Aku hanya bisa tersenyum melihat tingkah mereka ini. Si besar Asad tidak seperti si kecil Abi, mungkin karena semakin bertambahnya usia dan lingkungan bermainnya. Abi tepat berada disamping kananku, seangkan Asad sedikit jauh dariku, aku mulai bercerita tentang cerita kesukaan mereka yaitu Simba. Kisah seekor singa kecil yang akan menjadi pemimpin hutan. Ketika aku tengah bercerita, sesekali mereka bertanya dengan polos mengenai apa yang mereka tak mengerti.
Bola mata dan tampang mereka menunjukkan bahwa mereka sedang membayangkan bagaimana menjadi seekor simba. Setelah kupahami ternyata untuk mengenal sosok simba mereka harus membayangkan seolah mereka adalah simba, atau seolah mereka sedang berada pada dunia simba. Anak cenderung menggunakan imagery daripada penyimpanan informasi untuk menjawab pertanyaan, karena pengetahuan yang mereka dapat didasari oleh persepsi mereka, dan mereka menyimpan pengetahuan itu persis seperti apa yang mereka bayangkan. Sesekali saat aku bertanya kepada mereka tentang simba, seolah mereka sedang berpikir dalam beberapa detik, seperti sedang membayangkan. Terkadang dianalogikan dalam beberapa hal yang pernah mereka ketahui sebelumnya.
Waktu sudah tepat menunjukkan pukul sembilan malam, dan peri-peri kecil ini harus segera menuju ke alam mimpi. " Night Asad, night Abi.. sekarang waktunya bobok yah.. kan besok harus sekolah", tukasku kepada mereka. Lalu si kecil pun menyahut "night juga ate, besok aku mau jadi anak berani kayak simba te.. biar keren" celetuknya sambil meringis ke arahku. Si besar sudah terlelap lebh dulu daripada adiknya. "Oke dek, yaudah sekarang dedek bobok cakep yah.." lanjutku kepada si kecil. Lampu kamarpun aku matikan dan segera beranjak keluar menutup pintu kamar mereka. Malam itu sangat dingin akupun segera beranjak menuju kamarku untuk menarik selimut dan menuju alam mimpi.
Aku sudah sampai di rumah, seperti biasa aku langsung menghampiri ibu dan mencium tangannya yang sudah mulai keribut, mencim pipinya lalu menuju dapurr untuk melihat ada lauk apa hari ini di rumah. Saat ini dua peri kecil itu sedang pergi ke sekolah. akupun langsung membantu ibu menyelesaikan urusan kami yang harus selesai pada hari itu juga. Hmmm,,,, dunia anak memang sungguh indah, rasanya ingin kembali pada masa itu. Dimana tidak ada beban dan masalh yang begitu rumit, saat kita terjatuh hanya kaki atau tangan yang akan merasakan sakit, bukan hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun