Mohon tunggu...
Lailatul Maulida
Lailatul Maulida Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Seorang Penulis Buku dan Blogger. Mahasiswi S2 / Magister Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Universitas Gadjah Mada

Selanjutnya

Tutup

Diary

Cukup, Kamu Berharga!

30 Januari 2021   20:28 Diperbarui: 30 Januari 2021   20:39 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pipinya disapu dengan warna peach muda tidak lupa dengan bulu mata yang tampak dijepit, supaya bagus, seperti rambutnya yang dibuat ikal, lurus, bergelombang. Matanya yang ditambah garis tepi nan manis estetis, alisnya digaris sedemikian supaya dilihat menyenangkan. Pun hijabnya dipakai dengan nada dan rasa yang selalu berbeda. Pashmina atau segi-empat, hitam tua atau bergaris coklat, dibentuk rapi supaya percaya diri dengan diri sendiri.

Pergi ke barbershop atau potong rambut Madura, setiap laki-laki ingin segera mengurusi rambutnya. Dibiarkan panjang asal perasaan senang, dipotong lebih rapi atau mengikuti trend masa kini. Setiap kita seperti berusaha supaya selalu cantik dan tampan. Selalu terlihat bagus dan menyenangkan. Supaya sanggup berjalan beriringan dengan dunia yang jahat baiknya kadang cuma tampak dari seberang.

Lantas Tuhan dan semesta mencipta setiap kita dengan sebaik-baik rupa. Bukankah setiap perempuan adalah cantik yang tidak bisa diukur dengan polesan atau seberapa banyak yang terkesan? Bukankah setiap laki-laki adalah tampan yang tidak bisa diukur dengan mata indah atau paras yang menggairah? Bukankah setiap kita adalah irisan sempurna dari bagian manusia menjadi manusia? Cukup sesuai porsinya. Selalu pas sesuai bagiannya, sesuai takarannya.

Melihat dunia dari sudut yang berbeda supaya menilai tidak berhenti karena " cantik ya, tampan ya". Usia akan menjemput setiap yang indah pelan-pelan. Kulit yang akan keriput, mata yang akan sayu, rambut yang akan memutih. Kemudian yang tersisa tinggal cara pandang kita menerima diri sendiri seutuh-utuhnya, sebaik-baiknya, se penuh-penuhnya. Tidak perlu bersusah payah menjadi yang paling dipuji, bukankah paras adalah ia yang tidak akan pernah sejati? Menerima sebanyak-banyak yang baik atau yang buruk. Menerima seluas-luas yang lebih atau yang kurang. Tuhan mencipta manusia dengan sabar dan takar terbaik. Manusia berlomba memoles dengan sapuan paras yang riuh pun berisik.

Kamu sangat cukup bahkan lebih. Cantik dengan lebih kurangmu. Tampan dengan baik burukmu. Semua patah tumbuhnya adalah sempurna yang bisa dirasa dengan syukur tanpa batas apa-apa.

Saatnya pulang, kamu berharga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun