Berbicara tentang pendidikan yang didalamnya terdapat beragam ilmu, harusnya menjadi suatu bahasan yang menarik bagi masyarakat. Sadar atau tidak, ilmu adalah hal yang paling berpengaruh pada kehidupan kita baik di masa sekarang maupun masa depan.
Lantas, apa yang bisa dilakukan sektor pendidikan untuk masyarakat terutama untuk anak-anak di usia sekolah?
Banyak yang bilang bahwa usia sekolah itu adalah saat dimana kita harus belajar. Padahal sejatinya belajar itu tidak terbatas oleh usia, waktu, tempat maupun yang lainnya. Mungkin orang berpendapat demikian, karena di usia sekolah anak-anak dituntut untuk memenuhi kompetensi-kompetensi yang diharapkan. Seperti yang tertera dalam Kurikulum 2013, dimana pemerintah mentargetkan 4 kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta didik jenjang Pendidikan dasar dan menengah. Kompetensi itu diantaranya adalah kompetensi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan.
Tetapi, apa sebenarnya yang jauh lebih penting diusia sekolah?
Di sekolah, peserta didik dihadapkan dengan beragam pelajaran yang mereka sebenarnya tidak tahu kenapa mereka harus mempelajarinya. Ditambah lagi, ada juga pendidik yang mungkin belum tau kenapa mereka harus mengajarinya. Disinilah, kesadaran pertama kita seharusnya muncul, bahwa sebagai pendidik, datang ke sekolah atau lembaga belajar lainnya adalah untuk mendidik, bukan sekedar finger print atau memenuhi 'beban kerja tanpa nyawa'. Sedangkan sebagai peserta didik, inilah tugas orang tua dan guru untuk memotivasi mereka bahwa pergi ke lembaga belajar ya memang tujuan utamanya untuk belajar. Ketika kesadaran awal itu sudah muncul, maka proses selebihnya akan berjalan sesuai dengan niat yang dikehendaki.
Terus bagaimana dengan tugas pemerintah?
Pemerintah hadir untuk membantu menciptakan sistem yang baik, sistem pendidikan yang bisa menfasilitasi anak-anak agar bisa mendapatkan ilmu yang mereka pelajari. Disitulah tugas besar pemerintah untuk mengatur berbagai aspek dengan baik dan benar, mulai dari menentukan tujuan bersama pedidikan nasional, kurikulum, sistem penilaian, manajemen lembaga pendidikan, partispasi masyarakat, dll.
Apakah di lembaga belajar peserta didik sudah mendapatkan ilmu?
Untuk mengetahui hal ini, biasanya dilakukan assessment oleh sekolah maupun pemerintah, baik summative assessment maupun formative assessment. Sektor pendidikan di Indonesia kini lebih condong  menerapkan formative assessment atau dikenal juga sebagai assessment for learning, karena pada sistem penilaian ini fokus utamanya bukan untuk menilai hasil akhir kemampuan siswa, tetapi seperti yang dijelaskan oleh Hargreves (2005) seorang peneliti dari University of London, Institute of Education, UK, formative assessment ditujukan untuk memonitor perkembangan anak-anak terhadap tujuan dan target yang ingin dicapai. Penilaian ini lebih berfokus pada proses untuk membantu peserta didik melengkapi kekurangan-kekurangannya.
Namun, sejauh apakah pendidik menerapkan penilaian ini?
Apakah penilaian yang dilakukan Sebatas untuk mengetahui progress dari segi 4 kemampuan yang tertera pada kurikulum saja? Atau pernahkah pendidik mencoba menilai sejauh mana peserta didik mencintai ilmunya?