sastra sebagai wujud dari ragam kekayaaan budaya Indonesia, memiliki peran untuk citra Indonesia kedepannya. Beragam sastra Indonesia, warna daerah atau warna lokal, yang digunakan sebagian besar pengamat dan kritikus sastra untuk menyebut karya sastra Indonesia yang bercorak kederahan atau bercirikhas masing-masing daerah Indonesia, menunjukkkan bahwa setiap daerah  memiliki corak dan wujud sastra tersendiri.  Â
IstilahYohasus Suhandi mengutip bahasa Mursal Engtan dalam tulisannya, "Sastra Indonesia Warna Daerah NTT" pada esai majalah Horison mengatakan, sastra Indonesia warna daerah ini terbentuk karena dipengaruhi oleh budaya-budaya daerah (etnis atau suku) yang tersebar di seluruh wilayah nusantara yang diungkapkan dalam Bahasa Indonesia.Â
Sementara ini dalam sistem budaya hidup dan yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat tertentu itulah yang disebut budaya daerah. Â Uniknya, nilai dan sistem budaya daerah ini tidak pernah pupus sekalipun melebar dalam masyarakat majemuk yang di sebut Bahasa Indonesia. Â Â
Dalam hal ini, sastra daerah dapat berupa karangan sastra dengan menggunakan bahasa daerah masing-masing. Dan umumnya setiap daerah pasti memiliki karya sastr ayang menggunakkan bahasa daerah dalam percakapannya.
Eksistensi satra di  berbagai daerah ini, senyatanya merupakan wujud dari pelestarian ragam sastra Indonesia. Kemudian dengan lahirnya karya-karya sastra baru oleh generasi-generasi setelahnya akan menjadi wujud cinta Indonesia. Dengan upaya pelestarian sastra-sastra daerah tersebut.
Madura sebagai suatu daerah memiliki jenis sastra yang diungkapkan menggunakan bahasa Madura itu sendiri, sebagimana telah dikenal ada tembang macapat, papareghan, syair-syair dan lagu-lagu Madura. Pemeliharaan sasrta daerah semacam ini penting dari mempertahankan keragaman budaya khususnya nyastra.
Mempertahankan dan melestarikan di sini dapat diketahui sejumlah indikasi yang menunjukkan sastra daerah sebagai wujud cinta Indonesia memang benar dilestarikan. Pertama, Â dengan adanya materi-materi berupa sastra Madura yang diajarkan kepada siswa dalam bentuk buku pelajaran Kembhang Bhabur dan Taman Sare.Â
Kembhang Bhabhur disini biasanya bisa dikomsumsi untuk tingkat SD, SMP sederajat, tentunya dengan porsi masing-masing. Kedua, jumlah lagu-lagu dan syair Madura yang ditentukan sekalipun jumlahnya merangkai tambah menyusut setiap tahunnya. Lagu dan syair ini nilai eksotisnya masih sangat kental ditemui pada para tetua masyarakat Madura. Ketiga, jumlah media cetak yang menyisakan ruang untuk karya-karya sastra berbahasa Madura.
Kebangkitan sastra daerah melalui beberapa indikasi yang saya maksudkan diatas, senyatanya adalah wujud mencintai Indonesia dengan sastra.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H