Pesantren, cerita tentang mereka adalah kisah kehidupan yang mempertahankan ritual religius hingga hari ini. ia biasanya memiliki kompleks pemakaman milik para pendiri pesantren yang biasa dikenal dengan istilah astah. Para santri biasanya memiliki kebiasaan mengaji di sekitar kompleks pemakaman atau sekadar tahlilan setiap Kamis sore atau Jum’at pagi. Seorang santri, saat melihat sang guru memasuki mushalla atau masjid atau sebuah ruangan lain, maka mereka akan berebut untuk merapikan sandalnya agar guru bisa langsung memakainya saat hendak keluar. Atau santri yang berebut memakan/meminum sisa dahar guru. Mereka percaya tentang konsep barokah yang ditimbulkan dari setiap kedekatan dan perilaku yang dibangun. Ini merupakan bentuk ibadah sosial yang masih kuat bertahan sampai hari ini.
Patron atau Modeling
      Adalah sebuah konsep yang menjadi bagian penting dalam pembentukan tradisi pesantren, yaitu patronase. Tidak menyimpang dari ajaran dasar Islam, patron dalam dunia pesantren agaknya lebih diartikan Tasyabbuh: sebuah ajaran penting yang dilandaskan pada watasyabbahu in lam takûnu mitslahum, innâ tasyabbuha bi ar-rijâli falahu (serupakanlah dirimu jika kalian tidak bisa seperti mereka [tokoh-tokoh berpengaruh dunia pesantren], sesungguhnya proses identifikasi penyerupaan dengan para tokoh adalah sebuah kemenangan).
      Abdurahman Mas’ud dalam Intelektual Pesantren (Mas’ud, 2004:29) menyebut patron dengan istilah modeling. Setidaknya modeling telah lama menjadi bagian penting filosofi Jawa yang difokuskan pada person-person tertentu, yakni Nabi dan Wali Songo. Mereka adalah contoh dan kiblat bagi kaum muslim Jawa. Dalam menyampaikan misinya, Wali diyakini sebagai penerus para Nabi untuk memperkenalkan, menjelaskan, dan memecahkan problem-problem masyarakat untuk memberikan contoh ideal dan religius ke masyarakat. Dengan demikian, perilaku para santri dapat terlembagakan dan mereka memiliki kiblat yang jelas tentang perilaku dan aplikasi keyakinan mereka.
Walhasil, narasi di atas menunjukkan sebuah tradisi religius yang fantastik. Akar-akar kehidupan religius ini yang kemudian menjadi benih terciptanya budaya pesantren yang memiliki kekuatan melahirkan tokoh-tokoh penggerak keagamaan untuk akhirnya menjadi wakil Tuhan di bumi dengan sebenar-benarnya wakil. [ ]
Daftar Bacaan:
Agus Sunyuto, Atlas Wali Songo, IMAN: 2014
Abdurrahman Mas’ud, Intelektual Pesantren, LKiS: 2004
Clifford Geertz, Agama Jawa, Komunitas Bambu: 2015
Huston Smith, Agama-Agama Manusia, Serambi: 2013
M.C. Ricklefs, Mengislamkan Jawa Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penentangnya dari 1930 sampai Sekarang, Serambi, 2013