Mohon tunggu...
Laila Amirah
Laila Amirah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang wanita muda yang selalu tertarik dgn berbagai hal dalam hidup, mencari berbagai kemungkinan, dan memperbaiki diri tanpa henti. Kunjungi blog ku http://lailashares.wordpress.com untuk beragam artikel seputar cinta, kepribadian, dan beberapa pengalaman hidupku :)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kenapa Aku Mendeaktivasi Akun Facebook?

30 April 2012   08:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:55 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertama kali cerita tentang keputusan ini, ada seorang teman yang dengan frontal mengatakan, “Tandanya lo belum dewasa.”. Hmm, dewasa ya? Karena aku memang belum dewasa, jadi aku perlu membatasi diri untuk hal-hal yang sulit kubatasi. Terkadang, batas maya tidaklah cukup. Kita harus memberikan batas nyata pada beberapa hal dalam hidup. Salah satunya membatasi diri dari Facebook. Inilah yang bisa kulakukan dan jauh dalam lubuk hati, aku sangat tahu ini pilihan terbaik. Sesungguhnya sudah cukup lama kurenungkan mengenai keputusan ini. Bismillah, semoga memang ini mendatangkan kebaikan bagiku untuk kedepannya. Aamiiin Ya Robbal ‘Alamiiin. Beberapa alasanku mendeaktivasi akun Facebook: 1. Kesulitan menyaring informasi Ketika kita masuk ke news feed Facebook kita, kita akan merasa seperti dibombardir oleh berbagai informasi dari seluruh teman Facebook. Kebanyakan dari kita biasanya punya teman lebih dari 100 kan? Itu juga bukan semuanya benar-benar teman yang kita kenal di dunia nyata. Beberapa teman di dunia maya, sisanya bisa public figure atau toko-toko online. Oke, mungkin beberapa informasi memang penting, tapi sisanya?? Kita toh tidak perlu tahu kalau si A yg kita saja lupa kenal dimana, ternyata baru membeli rumah, atau si B yg bahkan tidak pernah bertegur sapa dengan kita, baru saja berlibur ke luar negeri. Belum lagi puluhan produk terbaru dari toko-tokoonline, puluhan keluhan teman-teman kita tentang hidupnya, puluhan foto teman kita yang meneriakkan, “Aku bahagia! Aku cantik! Hidupku beruntung!”, puluhan informasi lainnya yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan hidup kita sendiri. Perlukah kita tahu, baca, atau lihat berbagai informasi tersebut? Apakah setelah tahu lantas kita akan mendapatkan keuntungan signifikan pada hidup kita sendiri? 2. Menjauhkan yang dekat Selain aku, pasti banyak pengguna Facebook lain yang menginstall aplikasimobile Facebook di telepon genggamnya. Waah, ini ternyata malah menambahkan ketergantungan kita pada Facebook. Di tengah aktivitas kita, tiba-tiba saja kita menerima message yang kebanyakan isinya hanya basa-basi. Jarang message itu isinya, “Tolong, aku terjebak di elevator!” atau “Kamu punya uang lebih gak? Aku sedang dikejar debt collector nih”. Kebanyakan message itu paling isinya cuma, “Hai, apa kabar?” atau “Nomor HP kamu berapa sih?” atau “Aku sedang ikut kontes bla bla bla, bantuin like page ku ya.” atau bahkan “Bergabunglah bersama kami di XXX untuk mengubah hidupmu selamanya!”. Bisa bayangkan berapa banyak waktu yang kita habiskan untuk meladeni segala basa-basi tersebut? Bila waktu itu kita alokasikan untuk berbincang sedikit dengan rekan kerja, atasan, seseorang yang duduk di samping kita di angkutan umum, pedagang asongan, bocah peminta-minta, mbak petugas kantin dan orang-orang lain yang kita temui dalam sehari, sudah berapa pengetahuan dan koneksi baru kita bertambah? Sudah berapa level keahlian sosial kita bertambah? Apakah mahir berkomunikasi di dunia maya berarti mahir juga di dunia nyata? 3. Manusia lebih rumit dari Facebook-nya Tanpa kita sadari, setiap kali kita melihat update teman-teman Facebook kita, kita pasti akan mengolah informasi tersebut yang akhirnya membuat kita menarik berbagai kesimpulan tentang mereka. Misalnya saja, ketika kita melihat album foto seorang teman. Apakah kita hanya akan berhenti pada satu foto? Apakah kita tidak akan tertarik melihat lebih banyak foto? Ketika kita melihat, apakah kita tidak menilai wajahnya, dandanannya, bajunya, posenya, keluarganya, dan semuanya yang ditampilkan teman kita dalam album tersebut? Tanpa kita sadari, setelah kita menelusuri album tersebut, pasti kita sudah menyimpulkan sesuatu tentang teman kita. Entah kesimpulan yang baik atau buruk. Semua memiliki hak berpendapat bukan? Apakah adil ketika kita kemudian merasa cukup menilai seseorang hanya dariFacebook-nya? Jujur, aku pribadi merasa terganggu dengan informasi-informasi pribadi yang disampaikan teman-teman Facebook. Kadang aku berpikir, “Seandainya aku tidak pernah tahu, tentu aku lebih bisa bersikap netral.”. Contohnya adalah ketika aku berkenalan dengan teman baru, kemudian kami melanjutkan perkenalan di Facebook. Saat kami pertama bertemu, kami langsung bisa berbincang akrab. Sayangnya, saat di Facebook, aku jadi tahu pemikiran dia yg ekstrim tentang agama atau kebiasaan buruknya atau caranya memperlakukan orang-orang terdekatnya. Apakah kita perlu tahu informasi seseorang hingga sedemikian rinci? Seandainya kami tidak pernah berteman di Facebook, tentu aku akan berpikiran baik saja tentang dia. Lagipula, aku juga memang tidak perlu tahu kok pemikiran-pemikiran ekstrimnya itu. Hanya ketika tahu, sangat sulit untuk menilai dia secara objektif. Ditambah setelah melihat album fotonya yang berisi aktivitas/pose/pakaian yang ternyata tidak sejalan dengan prinsip hidupku. 4. Sebagai wanita, aku merasa tidak eksklusif lagi Coba kalau kita dengar cerita orang tua jaman dahulu. Ketika seorang pria tertarik dengan seorang wanita, apa yang dilakukannya? Pria tersebut tentu tidak punya nomor telepon genggam apalagi akun Facebook si wanita. Kalau ingin tahu kabar si wanita, si pria harus berani bertanya pada orang-orang terdekat si wanita. Kalau ingin jalan dengan si wanita, si pria harus berani datang ke rumah dan minta ijin dengan bapaknya si wanita. Kalau ingin tahu semua pemikiran si wanita, si pria harus berani bertanya langsung atau mencari waktu untuk berdiskusi dengan si wanita. Bayangkan perjuangan seorang pria jaman dahulu! Luar biasa bukan? Bagaimana dengan si wanita? Dia merasa seperti benda berharga yang harus didapatkan dengan perjuangan. Hanya pria-pria pilihan saja yang berani bertindak seperti itu. Jarang ada yang main-main kalau tidak beresiko ditendang keluar oleh bapak si wanita. Bagaiman dengan jaman sekarang?? Sebelum bertindak lebih jauh, tentu harus tahu status si wanita kan? Gampang saja, tinggal cek profil Facebooknya. Kalau tidak ada di profilnya, tinggal cek orang-orang yang aktif di wall si wanita atau cek album fotonya. Nah, ternyata si wanita masih single, saatnya menggencarkan serangan! Kalau ingin basa-basi, tinggal kirim message Facebook saja. Kalau rindu melihat wajah di wanita, tinggal bertamasya di album foto Facebooknya. Kalau ingin tahu sejarah hidup si wanita, tinggal cek profil Facebooknya. Kalau ingin tahu kesukaan, hobi, bahkan pemikiran si wanita, tinggal pantau saja seluruh aktivitasnya di Facebook. Bahkan kalau ingin bertemu, semua bisa diatur viaFacebook! Mudah sekali bukan? Sudah cukup bagiku bertualang cinta. Aku muak dengan segala ketidakseriusan. Aku geli dengan pria-pria yang hanya berani di dunia maya, tapi K.O. di dunia nyata. Kalau sudah begini kan wanita juga yang dirugikan. Mana si wanita bisa membedakan pria yang serius dengan yang main-main? Tidak heran banyak wanita jadi korban perselingkuhan. Aku ingin di masa depan nanti, pria yang tertarik denganku hanya bisa bertanya langsung mengenai statusku, minimal lewat orang-orang terdekatku. Kalau ia ingin tahu aktivitasku, dia harus berani mengontakku langsung ke telepon genggamku. Kalau ia ingin tahu keluargaku, ia harus bertemu langsung dengan mereka. Semuanya harus dilakukan secara terang-terangan. Aku terlalu sibuk untuk menafsirkan berbagai kiasan. Kalau dia tidak melakukan hal-hal tersebut, aku toh bisa dengan santai melanjutkan hidup. Alangkah damainya hidup tanpa Facebook

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun