Pada postingan sebelumnya, kita telah mengetahui bahwa guru gemar menulis itu bisa diwujudkan dari kepekaan ide atas kejadian atau peristiwa sekitar. Misalnya, idenya bersumber dari materi pembelajaran, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dikemas menjadi lebih populer, hingga membuat teks pemodelan untuk pembelajaran di kelas.
Kegemaran menulis itu timbul akibat guru memiliki kreativitas. Yups. Tugas guru bukan sekadar mengajar dengan baik sesuai dengan jam kerja yang diberikan, disiplin masuk kelas mengikuti langkah-langkah di Modul Kurikulum Merdeka, melakukan asesmen  kepada peserta didik, lalu digaji oleh pemerintah. Selesai. Tentu tidak cukup seperti itu, ya.Â
Guru mutlak memiliki kreativitas dalam pembelajaran. Apalagi, zaman begitu cepat berubah. Kreativitas dalam pembelajaran dapat dimaknai sebagai kegiatan pembelajaran yang banyak diwarnai daya cipta, tidak hanya menghafal semata saat mengajar di depan peserta didik. Jika kita kreatif, pembelajaran menjadi lebih menarik dan menciptakan rasa nyaman.
Coba bayangkan jika kita tidak menjadi kreatif, kemungkinan besar kita masih menggunakan metode CBSA alias catat buku sampai habis. Bisa-bisa peserta didik menjadi tertekan dan bosan. Bahkan, peserta didik tidak termotivasi dan tidak dapat memaknai pembelajaran. Tentu, kita tidak berharap itu terjadi, ya.
Sebagai seorang guru sekaligus Waka Kurikulum SMPN 11 Jambi, saya melihat di lapangan begitu banyak guru kreatif. Mereka bahkan tidak sadar telah memasukkan unsur kreatifnya. Cara yang paling mudah agar kita kreatif adalah memahami teknologi kekinian agar kita tidak tertinggal terhadap perubahan zaman dan memasukkan unsur tradisional agar peserta didik menjadi dekat dengan lingkungannya.Â
Sebisa mungkin setelah pembelajaran, guru dan siswa dapat menghasilkan sesuatu "karya" dan membangun cakrawala baru. Sebagai contoh, ketika dalam pembelajaran teks prosedur, guru dapat menggunakan "kopi" sebagai media pembelajaran. Apalagi, kopi ada di mana-mana dan banyak digemari orang. Peserta didik dapat menyajikan kopi untuk ayahnya dalam bentuk video. Ketika peserta didik mengaduk kopi, aromanya mulai naik dan harum sekali. Lalu, ditutup dengan memberikan pada ayahnya dapat membentuk sikap mendekatkan pada orang tua, bukan?Â
Butuh contoh lain? Bapak/Ibu guru dapat mengajarkan cara membuat/mengolah makanan tradisional sesuai daerahnya. Pembelajaran jadi lebih hidup, bukan?Â
Tentu jika mempelajari teks prosedur, guru Bahasa Indonesia jangan sampai terjebak pada pembelajaran Prakarya atau Tata Boga, ya. Teks prosedur yang berisi proses membuat sesuatu yang kita ajarkan adalah langkah-langkah menuju hasil. Bukan mengomentari hasil makanannya seperti ajang koki di layar kaca.
Pembelajaran teks prosedur hanya sebatas contoh, ya. Bapak/Ibu dapat menambahkan contoh lain yang menarik dan tentu disertai kreativitas yang mungkin lebih kompleks. Hehe. Kalau gurunya kreatif pasti peserta didik juga turut kreatif dan kita bisa mendapatkan tujuan pembelajaran yang sesuai harapan atau bahkan bombastis (melebihi harapan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H